Kamis, 02 September 2010

KONSEP KONSEP SUNDA KLASIK 'YANG MENCERAHKAN'

Masyarakat Sunda tempo dulu dibangun dalam konsep yang mencerahkan. Dalam peradaban sunda klasik yang telah hilang, maka kita akan menemukan suatu konsep konsep-pencerahan yang sangat menakjubkan, yang justru telah banyak ditinggalkan oleh masyarakat sunda kini. 
Masyarakat kita kini telah begitu lama meninggalkan akar budaya, dan terjebak menjadi pengekor yang penurut mengikuti irama kaki-kaki didepannya. Dan anehnya peran sebagai pengekor tetap dinikmati dan dipertahankan, dan tanpa upaya-upaya untuk menjadi bangsa yang leader,....Seolah hidup dibiarkan mengalir tanpa upaya-upaya memamfaatkan potensi yang sebenarnya sangat menjanjikan.
Menjadi bangsa pengekor (bangsa buntut) mengikuti doktrin-doktrin yang sebenarnya sangat bertentangan dengan tradisi sunda, karena telah mengalami pembenaran-pembenaran manusia terjajah selama ratusan tahun. Sehingga hingga sekarangpun masyarakat kita kurang diperhatikan dalam kancah nasional maupun international, karena selalu berpegang teguh dan menikmati perannya sebagai 'pengekor' bukan sebagai leader. Padahal perannya sangat dibutuhkan, karena kalau dalam istilah 'catur' menjadi kuda hitam, bisa menjadi alternatif, karena perannya sangat dibutuhkan.
Upaya-upaya menjadi bangsa leader memang harus segera dilakukan meskipun mungkin tidak akan mendapat dukungan dari mayoritas masyarakatnya karena telah menikmati perannya. Dan salah satu upaya dari membangkitkan sunda masa depan yang cerah adalah mencoba mengungkap kembali konsep-konsep pencerahan yang terdapat dalam peradaban klasik, baik dari kosa kata atau dari sejarah.


A. Dari Asal-Usul Penamaan Tempat, Ibukota kerajaan dan nama kerajaan
1.Sunda
Sunda berarti suci, murni atau puritan. Dalam sejarah nama sunda pertama kali diproklamirkan atau diperkenalkan oleh Maharaja Purnawarman dari Kerajaan Tarumanagara, untuk menamai nama ibukotanya yang baru, Sundapura, yang berarti kota suci (pura yang suci).
Jadi dengan menamai Sunda untuk ibukotanya ini, mungkin purnawarman, ingin membuat identifikasi yang jelas dan tegas tentang orientasinya ke depan, yaitu kesucian, kemurnian atau puritan, atau bisa juga diartikan sebagai golongan putih. Bagaimanapun penamaan mencerminkan suatu idealisme seseorang. Purnawarman adalah seorang maharaja besar, yang banyak membangun pusat-pusat peradaban, membangun sarana-sarana infrastruktur seperti jalan atau waktu itu sungai merupakan saranan lalulintas yang efektif. Maka ia membangun terusan-terusan, irigasi dan lain sebagainya dalam rangka memakmurkan bangsanya, dan itu tercatat dalam sejarah.
Sunda, berarti suci, putih, murni atau puritan merupakan corak yang dicita-citakan Purnawarman. Jadi kemurnian , kesucian atau puritanisme adalah cita-cita yang hendak dibangun oleh pendirinya.

2. Galuh
Ketika Wretikandayun menjadi pewaris tahta kerajaan Kendan, yang merupakan  negara bagian Tarumanagara, maka ia kemudian membangun sebuah ibukota baru yang akan menjadi pusat pemerintahan, Sang Wretikandayun manamainya dengan nama Galuh. Galuh adalah suatu kata yang berarti permata. Jadi disini Wretikandayun sang pendiri galuh, adalah seorang idealis. Dengan menamainya Galuh mengindikasikan tentang cita-citanya yang luhur yaitu membangun permata, permata kehidupan, permata dunia, sehingga orang selalu akan mengaguminya, atau membangun permata peradaban sehingga akan selalu dikenang oleh generasi berikutnya, karena dia telah meletakan kerangka yang baik, yaitu permata (galuh).
Karena itu tokoh-tokoh Galuh tempo dulu merupakan permata-permata seorang ksatria sunda, seperti Ciung Wanara, Aki Balangantrang, merupakan percik-percik sejarah sunda yang penuh dengan pelajaran tentang ksatria, dan strategi disamping tetap menjunjung tinggi persaudaraan. Tidak hanya itu, cerita Lutung Kasarung juga berlatar sejarah Galuh.

3. PakuanPakuan  berasal dari kata Paku, yang berarti kokoh, berdiri kokoh, anceug, teguh, dan arti yang lain yang berhubungan dengan kekuatan dan keteguhan. Pakuan adalah nama Ibukota kerajaan Sunda, yang sering disambung  dengan nama Pajajaran (karena berjajar). Jika paku berjajar maka akan menjadi kekuatan yang amat kokoh. Nama yang sepadan dengan paku sering juga digunakan sebagai nama raja-raja sunda, seperti Prabu Susuk tunggal. Nama susuk tunggal fungsinya sama dengan paku. Hal ini mengindikasikan bahwa pendiri ibukota Sunda,, adalah seorang idealis yang menginginkan keteguhan dalam prinsip. Sehingga dalam sejarah, kerajaan Sunda adalah kerajaan yang paling teguh dan paling lama berkuasa di tanah jawa, dengan sistem yang paling baik.


4. Sumedang
Sumedang berasal dari kata 'insun medal insun madangan' (saya dilahirkan saya menerangi), merupakan ungkapan yang sangat mencerahkan, yang dilontarkan oleh Prabu Tajimalela, ketika dia selesai bertapa. Prabu Tajimalela adalah putra Prabu Aji Putih. Prabu Tajimalela ini dianggap sebagai pendiri kerajaan Sumedang Larang yang sebenarnyya.
Pada awalnya Prabu Aji Putih mendapat restu dari Prabu Suryadewata untuk membangun suatu kerajaan keagamaan (kabuyutan) yang ia namai dengan nama Tembong Ageung (kelihatan besar). Prabu Aji Putih merupakan seorang idealis yang menginginkan generasi penerusnya akan menampakan diri menjadi bangsa yang besar, sehingga ia namai tembong ageung (kelihatan besar).
Dan ketika Prabu tajimalela berkuasa, setelah ia kembali dari pertapaanya, dan ia berkata 'insun medal insun madangan' , maka setelah itu nama kerajaan tembong ageung menjadi sumedang larang yang berasal dari "inSUN MEdal insun maDANGan' (saya dilahirkan saya menerangi) yang berarti pula 'saya dilahirkan saya mencerahkan'.
Dengan demikian Prabu Tajimalela lebih ingiin mengokohkan peranannya dalam kehidupan,(eksistensi sunda dalam kehidupan) bahwa kita dilahirkan mempunyai suatu tugas yang sangat mulia yang itu menerangi atau mencerahkan manusia. Mencerahkan berarti menjadikan agar orang lain itu menjadi manusia2 yang cerdas dan pinter, sehingga dengan kecerdasannya maka akan diraih suatu kemakmuran dan kesejahteraan. Pencerahan juga berarti, jangan membiarkan orang lain hidup dalam kebodohan, hidup dalam kezumudan. Karena kebodohan adalah sumber utama dari segala malapetaka dan kemiskinan.. Ada idiom, orang bodoh pasti miskin....


5. Dan lain-lain


B. Dari Kosa Kata
1. Rancage
Dulu orang tua sering mengajari bahwa hidup itu harus rancage. Yang menjadi pertanyaan adalah apa arti 'rancage' itu, sehingga tokoh besar sunda, Ayip Rosidi, menamai piagam atau penghargaan yang bernama "Rancage" bagi orang yang berprestasi dalam hal kebudayaan.
Rancage adalah kosa kata Sunda yang sangat dinamis, yang berarti menuju ke tingkatan yang lebih tinggi (lebih baik). Seperti kita ketahui, dalam proses perjalanan manusia, ada tahapan untuk bisa berdiri tegak, jalan dan lari. Untuk bisa berjalan dikala kecil harus diajari berjalan selangkah demi selangkah, kemudian nantinya bisa berjalan sendiri dan kemudian lari. Contoh lain adalah dalam pencapaian ilmu, untuk menuju ke tahapan yang lebih tinggi, kita harus mengalami tahapan-tahapan pendidikan, dari SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi.
Dengan demikian arti rancage disini berarti suatu proses atau tahapan atau upaya-upaya menjadi manusia yang lebih baik, (derajat lebih tinggi) dalam semua aspek kehidupan. Rancage adalah konsep otimistis dan konsep dinamisasi manusia sunda bahwa kita menjalani hidup harus tetap berproses secara bertahap menuju yang lebih baik.


C. Dari Peribahasa
1. "Lamun hayang ngakeul kudu ngakal"
Dalam konsep Sunda untuk mendapatkan nafkah tidak langsung berkata harus kerja, tapi harus ngakal, yang berarti harus menggunakan akal. Suatu konsep yang intinya bahwa dalam mencari  nafkah harus menggunakan ilmu pengetahuan.
Kerja biasanya diidentikan dengan hanya penggunaan otot  atau fisik. Jadi nenek moyang Sunda tempo dulu mengajarkan kepada generasi sesudahanya agar dalam mencari nafkah itu harus mengedepankan ilmu pengetahuan.
'Lamun hayang ngakeul kudu ngakal" artinya kalau mau 'ngakeul' harus menggunakan akal". Ngakeul adalah proses pasca penanakan nasi yang akan disajikan. Orang sunda tempo dulu (dan hingga kini dikampung) ketika nasi telah selesai ditanak, dan akan disajikan, harus mengalami suatu proses yang disebut ngakeul, yaitu nasi yang sudah mateng dari dandangan diolah supaya 'pulen' dengan menghilangkan unsur-unsur asap dalam nasi, yaitu dimasukan pada suatu tempat yang disebut dulang, dan diaduk-aduk dan dikipasi dengan kipas yang dinamai hihid. Jadi ngakeul adalah proses panca penanakan dan pengolahan nasi agar 'pulen' dalam penghidangan.
Sedang ngakal adalah penggunaan akal. Jadi sebenarnya konsep mencari nafkah yang ingin diajarkan oleh nenek moyang sunda sangatlah ideal, gunakan akalmu. Karena dengan akal banyak sekali cara yang bisa dilakukan, tidak hanya menggunakan otot saja, tetapi melalui metode atau tekhnik yang benar. Buah akal adalah pikiran dan strategi. Dengan menggunakan pikiran dan strategi maka akan mudahlah mencari nafkah.
Nah inilah sebenarnya yang banyak ditinggalkan oleh orang sunda kini. Penjajahan yang lama membuat semua potensi akal tertutupi bahkan ditutupi. Ketakutan yang berlebihan membuat manusia-manusia sunda kurang kreatif. Padahal nenek moyang sunda mengajarkan sangat ideal bagi pencapaian derajat manusia yang sangat mumpuni, tapi sekarang banyak ditinggalkan, karena mencari nafkah cenderung hanya menggunakan otot, dan kebiasaan turun temurun bangsa terjajah, taklid, jumud dan tidak kreatif.
Jadi intinya, nenek moyang sunda tempo dulu menginginkan generasi berikutnya menjadi manusia-manusia profesional, yang menggunakan akalnya. Profesi itu banyak sekali, bisa sebagai pengajar, bisa sebagai penulis buku, bisa sebagai penyair atau pengarang, tani, dipabrik-pabrik dan lain-lain.
Jadi sangat sayang dan mungkin sangat kita kasihani jika banyak orang sunda yang mempunyai profesi sebagai buruh kasar, dengan gaji tidak seberapa, dan hak-haknya juga biasanya jarang diperhatikan baik oleh pemerintah maupun pengusaha karena memang mereka lemah dan tidak berdaya. Harusnya hal demikian bagi manusia sunda itu tidak diharapkan oleh para pendirinya, karena sunda sendiri merupakan daerah parahiyangan, yang merupakan turunan-turunan rahiyang. Bukan berarti menjadi buruh tidak boleh, tapi kita harus kasihan,....dan ini merupakan tugas dari para pemimpinnya, meskipun hal yang demikian sangat sulit, dan yang paling mungkin adalah merevolusi diri, jangan biarkan diri berada dalam kebodohan dan selalu mempertahankan kebodohan, konon orang bodaoh itu lebih sombong karena ketidaktahuannya. Karena kebodohan merupakan sumber malapetaka awal manusia. Orang bodoh itu pasti miskin, dan orang miskin belum tentu bodoh.
Perbanyak membaca, perbanyak membaca, cari tahu yang tidak tahu, dan cara-cara lain agar kita meningkat pengetahuannya. Karena dengan pengetahuan adalah kesempatan, kesempatan awal untuk memulai menjadi manusia kompetitor, yang siap memenangkan persaingan. Meskipun persaingan bukan tujuan, tapi di dunia ini akan selalu bersaing, dan dengan pengetahuan kita akan selalu siap bersaing.

Perbedaan Konsep akal Sunda dan konsep akal Jawa
Judul ini bukan untuk menjelekkan salah satu dari keduanya, tetapi ini merupakan awal dari suatu langkah untuk mencari konsep yang mandiri (independen) dan tidak hanya menjadi bangsa pengekor. Konsep akal dalam tradisi jawa telah mengalami penegatifan konsep akal (konsep akal sudah dinegatifkan artinya. Hal ini bisa diungkapkan dalam kata 'ngakali' adalah suatu ungkapan atau kata yang menunjukan cara-cara yang negatif. Ngakali adalah suatu perbuatan atau cara untuk hal-hal yang berbau negatif, seperti mencelakan orang dan lain sebagainya. Jadi konsep akal dalam tradisi jawa telah mengalami penegatifan makna. Hal ini berbeda dengan konsep sunda yang memang  menyuruh kita menggunakan akal.
Tidak hanya akal, kata 'pinter' pun mempunyai pengertian yang berbeda. Dalam konsep jawa yang disebut orang pinter adalah dukun, atau paranormal, atau orang dianggap mempunyai pengetahuan tanpa belajar. Hal ini berbeda dengan konsep sunda tentang orang pinter. Yang disebut pinter dalam tradisi sunda adalah orang yang pinter secara akademik, untuk dukun tetap disebut dukun.
Dari keterangan diatas sebenarnya cukup mewakili, bahwa manusia harusnya menggunakan penggunaan akal yang maksimal. Karena itu sudah saatnya kita memulai membangun lagi tradisi sunda yang orsinil yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan penggunaan akal yang maksimal.
Dan sudah saatnya kita melepaskan budaya menjadi bangsa pengekor, dan meninggalkan cara-cara bangsa terjajah, yang menjunjung tinggi kemalasan dan sangat jarang menggunakan akalnya.


(lanjut.......)

Sabtu, 28 Agustus 2010

GENERASI BARU MUSLIM

Bangsa ini adalah bangsa yang pernah terjajah selama ratusan tahun. Padahal menurut Ibn Khaldun jika menyimpulkan kasus dari Bani Israil, maka ada korelasi kebangkitan suatu bangsa terjajah sebanding dengan lamanya dijajah. Jadi bangsa ini akan bangkit sekitar 350 tahun setelah merdeka. Jika beranjak dari tahun sekarang ( ke 65 tahun)  maka bangsa ini akan bangkit sekitar 285 tahun lagi, suatu penantian yang sangat melelahkan. Itupun dengan syarat munculnya generasi baru yang terbebas dari budaya budak, yaitu  munculnya generasi basthotan fil jasd wal ilmi ( generasi yang kuat fisik dan ilmunya)..
Hidup adalah persaingan, semangat saja tidak pernah mengalahkan dalam persaingan, bahkan orang kelewat semangat justru menjadi orang yang kontraproduktif dalam suatu organisasi. Ada persyaratan minimal yang harus dimiliki orang dalam memenangkan persaingan dalam hidup. Pertama orang seringkali menunjukan kekuatan fisik. Kekuatan fisik adalah standar dari memenangkan persaingan dalam hidup. Tetapi hanya mengandalkan fisik saja, orang gampang untuk di kendalikan, maka ada kekuatan ilmu. Jika kekuatan fisik sama kekuatan ilmunya sama, maka yang ketiga adalah strategi, dan jika sama-sama ahli strategi maka yang keempat adalah kesabaran, maksud sabar disini bukan arti tradisi kita tidak melakukan apa-apa, tetapi sabar disin berarti militan atau ulet.
Kekuatan fisik adalah modal awal dalam memenangkan persaingan kemudian ilmu, mungkin itu ungkapan bebas dari generasi basthtan fil jasad wal ilmi. Jadi pada hakekatnya sistem pendidikan yang ideal adalah membangun orang-orang yang kuat secara fisik dan ilmu. Orang yang kuat tanpa ilmu gampang dipermainkan, orang berilmu tinggi  tanpa kekuatan fisik maka akan loyo, menjadi generasi berilmu tapi penakut.
Jika kita membaca cerita-cerita sunda tempo dulu, sungguh hal demikian telah diterapkan dalam oleh perguruan-perguruan sunda waktu dulu. Pada awalnya untuk hidup 'survive' maka latihan fisk merupakan syarat mutlak awal, tetapi jelas harus melalui tahapan-tahapan dengan konsep  yang manusiawi. Seperti manusia baru berjalan, harus melangkah selangkah demi selangkah, bukan langsung jalan atau bahkan lari. setelah itu kemudian diajari ilmu-ilmu yang ideal, konsep-konsep yang ideal. Setelah hal itu berlangsung dalam waktu tertentu, maka barulah turun gunung. Istilah turun gunung adalah suatu konsep ideal dalam mengaktualisasikan ilmunya dalam masyarakat sekitar.
Untuk membangun generasi baru muslim setidaknya harus dibangun suatu pemikiran  yang  berperadaban, jadi generasi muslim ke depan harus dipahamkan tentang wacana yang luas yaitu wacana peradaban, bukan wacana yang sempit,yang hanya mengajarkan cabang yang sempit, fiqih saja, hadits saja atau hanya hukum saja. Karena di dunia itu kita hidup bersaing bukan hanya dengan sesama muslim tetapi dengan non muslim. Jadi wacana yang harus di raih adalah persaingan dalam wacana yang sama , yaitu ilmu pengetahuan yang global atau kita sebut wacana peradaban.
Karena itu belajar dari Al Qur'an, Sunnah dan sejarah peradaban manusia, maka untuk meraih kemenangan dalam persaingan setidaknya perlu tahapan-tahapan yang lebih serius untuk menggapainya. Karena hampir semua tahu, bahwa bangsa-bangsa muslim adalah bangsa yang ketinggalan dalam berbagai bidang kehidupan. Jangankan memimpin zaman mengikuti zaman saja tergopoh-gopoh.
Tidak ada kata terlambat bagi orang yang mau memulai,  dan bagi mereka yang mau belajar. Dan mungkin suatu kelemahan dari bangsa ini disamping gampang menyerah, tidak idealis (hanya mikir perut saja), juga sangat malas untuk belajar. Sehingga hidupnya jumud, statis dan anti kritik. Kita telah begitu lama terbuai dijajah selama ratusan tahun, sehingga kemauan untuk berubah sangatlah susah, mereka begitu menikmati kesusahan dalam hidup
Memang sangat susah membangun pemikiran dalam konsep masyarakat yang biasa susah dan sangat menikmati kesusahan hidupnya sebagai jalan hidup yang ia jalani. Memaksa masyarakat angkatan lama untuk berubah sangatlah susah, dan mungkin kita membiarkan mereka pada pandangannya yang demikian., Tetapi yang harus diselamatkan adalah generasi ke depan, yang mereka akan mengalami zaman yang lebih dari zaman sekarang. Kalau dibiarkan mereka mempunyai pandangan susah seperti pendahulunya maka mereka akan terpinggirkan dengan sendirinya. Kalau terpinggirkan mereka akan menjadi bangsa yang susah lagi, padahal tanggung jawab generasi  sebelumnya adalah membuat generasi berikutnya dididik sesuai zamannya.
Sebagai tanggungjawab generasi sekarang, maka sangat diperlukan upaya-upaya untuk meraih peradaban masa depan yang cemerlang. Dan untuk meraihnya kita harus menggunakan cara-cara peradaban Islam tempo dulu, ang telah teruji. Jika kita menggunakan metode barat, maka kita akan selamanya mengikuti peradaban barat, yang berarti pula menjadi pengekor, kalau sudah pengekor maka sudah sangat  susah untuk leading atau menjadi leader, kecuali mundur. Dan jika mundur terus maka masuk jurang adalah suatu kesempatan.
Untuk membangun peradaban Islam ke depan setidaknya ada tahapan-tahapan yang diajarkan dalam sejarah peradaban Islam tempo dulu, diantaranya:
 
1. Membuka wacana yang lebih luas
Dalam sejarah peradaban Islam awal, ada kecenderungan umat Islam membuka wacana ke arah yang lebih luas, meskipun tetap dalam pandangan keagamaan yang kokoh.
Pada awalnya pemahaman umat Islam awal hanya masalah keagamaan, tetapi kemudian menjalar ke hampir semua wacana kehidupan, sehingga tidak ada wacana sekecil apapun yang tiudak dibahas oleh ilmuwan-ilmuwan muslim. Hal ini bisa disaksikan dari sisa-sisa karya penulis-penulkis muslim klasik yang hingga kini masih ada.

2. Ada transisi dari Budaya lisan ke budaya tulisan
Pada awalnya generasi muslim awal, bergerak pada tradisi lisan. Tetapi Nabi telah memulai menyuruh menulis firman-firman Allah, melalui sekretaris-sekretarisnya.  Dan tardisi ini kemudian diteruskan oleh generasi berikutnya, dari hanya tulisan yang berhubungan dengan Al Qur'an ,kemudian tulisan yang berhubungan dengan hadits-hadits Nabi, kemudiian yang berhubungan dengan sejarah, dan berlkanjut pada dasar-dasar pengambilan hukum, metode-metode, dan berlanjut kepada ilmu kimia, ilmu fisika dan lain sebagainya.
Masyarakat kita masih mengembangkan tradisi lisan padahal tulisan sudah dikenal. Mereka begitu menikmati cerama-ceramah yang itu-itu saja, seolah mendengarkan ceramah telah mewakili sebagai kebaktiannya kepada Allah. Dan tradisi ceramah ini tetap bertahan dan mendapat tempat di masyarakat yang malas membaca, Jadi ada korelasi orang malas dengan tradisi lisan,sehingga tidak maju-maju, bahkan cenderung menjadi bangsa yang mundur secara peradaban. Karena budaya malas membaca telah begitu merasuk pada bangsa ini. Jumud, taklid, dan malas merupakan budaa bangsa yang tetap dipertahankan. Padahal hal itu merupakan sumber malapetaka kehidupan. Karena akan menjuerumuskan bangsa itu hanya menjadi bangsa pinggiran, menonton kemegahan, dan menikmati kesengsaraan.
Masyarakat Sunda harusnya menjadi masyarakat dinamis, seperti yang diinginkan oleh nenek moyangnya dulu. Hidup statis, jumud, tidak berubah adalah malapetaka. Dan untuk merubah itu semua kita harus banak membaca. Mendengar ceramah hanyalah proses awal untuk mencari wacana yang banyak. dan pendalamannya hana ada dalam buku-buku.
Dengan demikian masarakat sunda harus mrmbiasakan membaca buku-buku sebagai upaya pendalaman dan mencapai hidup 'rancage'. Setelah banyak membaca maka harus memulai menulis apa-apa yang diketahui sebagai awal dalam menuju pencapaian peradaban yang cemerlang ke depan.

Ada hal yang salah dalam pandangan masyarakat sunda dan masyarakat indonesia secara keseluruhan yang selalu diidentifikasikan segala sesuatu dengan uang. Apa-apa uang, apa-apa dihubungkan dengan isi perut. Padahal  konon hasil manusia tidak akan jauh dari pandangannya dalam memandang hidup. Jika hanya berpandangan masalah perut maka orang itu akan tetap susah dalam masalah ini.  Makanya manusia harus memandang dunia ini lebih luas, lebih idealis. masalah kebanggaan diri, masalah prestasi harus dikembangkan sebagai wacana baru. Dan jika sudah berprestasi maka masalah perut tidak usah  dipikir lagi karena dengan sendirinya akan terpenuhi.
Maka sebagai suatu kesimpulan bahwa untuk meraih suatu perdaban yang cemerlang, kita harus membangun suatu wacana baru yang lebih luas. Disamping itu kita harus memulai menyenangi membaca, dan terus membaca. Buah dari banyak membaca adalah luasna pemikiran, luasnya wacana, sehingga memecahkan problem hidup akan dengan mudahnya diatasi, karena dalam bacaan banyak cara menangani problem dengan profesional.  Dan setelah wacana yang luas, maka kita harus membiasakan diri untuk menulis apa-apa yang diketahui. Hal ini bukan masalah so tahu (sombong), tetapi merupakan upaya-upaya pembelajaran pada diri dan generasi mendatang. Kalau tidak dibiasakan dari sekarang oleh kita, kapan generasi sesudah kita memulai. Jangan biarkan generasi mendatang berada dalam keadaan 'selalu berangkat dari nol' atau selalu berangkat dari awal.
Jadi sebagai upaya pembelajaran pada diri kita dan juga generasi mendatang.......
 

(lanjut.)

Senin, 23 Agustus 2010

MENGENAL TRADISI TRADISI PEMBODOHAN DALAM KEBIASAAN IBADAH YANG TETAP DIPERTAHANKAAN KAUM TRADISI

Tulisan ini akan mengungkap berbagai praktek pembodohan dalam ritualitas tradisi yang selama ini mengalami pembenaran. Tulisan ini mungkin dikhususkan pada masarakat sunda, yang konon secara sejarah dan kata yang mengidamkan sebagai masarakat yang murni, suci atau puritan. Karena arti sunda itu berarti suci, murni, dan puritan.
Kata Sunda dipergunakan oleh maharaja Purnawarman untuk menamai ibukota yang baru, Sundapura., yang berarti kota suci, kota murni, atau kota puritan. Suatu sejarah yang mengagumkan, nama yang sungguh idealis. Karena itu tulisan ini dikhususkan untuk masarakat sunda yang cinta ilmu, yang cinta kebenaran dan mempunyai idealisme memurnikan agamanya, sesuai dengan nama sunda itu sendiri.
Dan corak keislaman masyarakat sunda, yang lebih sintesis (memadukan) bukan sinkretis (mencampuaradukan) mungkin akan dengan mudah memahami kekeliruan dalam budaya. Dan jika memang dibaca oleh masyarakat lainnya ini merupakan tulisan untuk masarakat sunda, suatu suku  yang memang sudah ditunggu peranannya dalam mengembangkan islam yang modern.
Banyak tradisi ibadah yang mungkin telah dibenarkan dalam tradisi, kita tetapi karena kebiasaan berulang-ulang, maka kita tidak menyadari bahwa tradisi-tradisi tersebut membawa kepada tradisi pembodohan masyarakat Islam.

1. Tradisi tarawih yang hanya mengandalkan jumlah, super cepat dan suratnya itu-itu saja.
Tradisi tarawih di desa-desa kaum tradisi, dengan jumlah tertentu dan tiap-tiap tarawih tiap hari surat yang dibacanya itu-itu saja, (mungkin secara agama sah), tetapi dibalik kebiasaan itu ada unsur pembodohan. membiarkan masyarakat  pada kebiasaan yang salah, dan wacana yang sempit (hanya itu-itu saja).
Tarawih hal seperti yang dilakukan oleh kaum tradisi mungkin tidak ada contohnya dan tidak dicontohkan oleh nabi. Tarawih semau gue, mungkin itu ungkapan yang cocok untuk jenis tarawih ini. Dan justru jenis tarawih inilah yang mengalami pembenaran dari kaum agama tradisi dan masyarakat banyak. Jadi kloplah kaum agama tradisi dan masyarakat tradisi yang memang statis mendapatkan polanya. Pembodohan dan  kemalasan masyarakat mengalami mutualisme yang menjadi tradisi selama puluhan tahun bahkan ratusan tahun.
Kita harus mulai bertanya pada diri kita benarkan tradisi ini, apakah kita tidak berpikir dan berpikir, atau memangg budaya kita seperti itu. Tidak ada kekhusuan dalam shalat seperti itu, mungkin juga tidak ada contoh dari Rasulullah, dan mungkin kita juga telah mempertahankan budaya kebodohan, suatu budaya tanpa ilmu. Kita hanya meraih target 23 rakaat sedang nilai-nilai dari shalat tidak pernah diindahkan.  suatu pengembangan masyarakat yang instan, yang tidak pernah mengenal makna dari ungkapan-ungkapan spiritual ibadah. 
Demikian surat yang dibaca, hanya itu-itu saja, itu merupakan budaya kita yang sering membodohi yang tidak tahu, dan yang tidak tahu selalu mempertahankan kemalasannya dalam mencari ilmu. Kita tidak pernah memberikan wacana yang variatif. Kalau diibaratkan makan, maka kita hanya makan dengan ikan asin dan sambal, hanya itu-itu saja. Padahal banyak ikan laut lainnya, banyak daging-dagingan, itu kalau diibaratkan pada makanan.
Masyarakat sunda harus mengevaluasi diri, untuk apa mempertahankan kebodohan, dan para Tokoh agama harus bertanya juga, untuk apa mempertahankan pembodohan. Masyarakat kita harus dipintarkan agar tidak mudah dibodohi, agar tidak mudah  dijajah, agar tidak mudah terjebak pada berbagai kesusahan. Masarakat sunda harus dicerdaskan, biarkan dia mengerti kebenaran yang sebenar-benarnya, jangan terus dibodohi.........mungkin harus menjadi peringatan kepada kaum yang senang menjadikan bangsanya sendiri menjadi bangsa yang bodoh,..... karena kebodohan merupakan sumber kemiskinan...., jangan biarkan bangsa kita berada dalam kemiskinan... kasihan.

2. Tahlilan
Tahlilan adalah suatu tradisi pasca kematian seseorang dengan bacaan-bacaan dari agama (tahlil). Tahlilan adalah suatu tradisi dari masyarakat jawa pasca kematian seseorang. Tahlil ini merupakan suatu bentuk sinkretis (campuraduk budaya) jawa, suatu tradisi yang tidak mau mengalah kepada agama. Suatu bentuk campur aduk masalah agama dan tradisi, intinya tradisi tetapi luarnya, cangkangnya berbau agama, karena menggunakan bacaan-bacaan tahlil dari agama, padahal hakekatnya adalah tradisi.
Mungkin kebiasaan ini  diterima oleh masyarakat jawa, tetapi bagi masyarakat sunda, hal ini tidak mempunyai  akar tradisi. Ada suatu hal yang perlu diingat, dalam konsep Sunda tempo dulu, seperti yang dikemukakan oleh kropak 630 sanghiyang siksa kandang karesian, kosep agama sunda adalah ....sing para dewa kabeh pada bakti ka batara seda niskala pahi manggihkeun si tuhu lawan  pretyaksa (maka para dewa semua berbakti kepada batara seda niskala. semua menemukan yang hak dan yang wujud)...jadi para dewa semua berbakti pada yang kuasa.

Jadi konsep ketuhanan sunda adalah monoteisme, sehingga para dewa harus tunduk kepada yang maha esa, dan yang maha kuasa. Kosep manusia sunda waktu dulu meskipun dokrin-dokrin hindu yang politheisme menguasai pepolitikan, tetapi tidak pernah menghapuskan sistem monotheisme masyarakat sunda, bahkan tetap dominan, para dewa harus mengabdi pada yang maha kuasa....
Nah ketika Islam masuk ke masyarakat sunda, karena ada kecocokan dalam hal monotheisme, dan nama sunda itu sendiri yang berarti suci, murni atau puritan. Maka bentuk sinkren apapun yang berhubungan dengan agama tidak pernah mempunyai tempat. Masyarakat sunda cenderung sinkretis dalama masalah agama dan tradisi, dan mungkin termasuk masyarakat yang puritan yang selalu berpijak pada konsep keagamaan yang murni, karena itu budaya tahlil harusnya tidak mempunyai dasar pijakan dalam budaya sunda, apalagi dalam agama.
Dalam konsep agama budaya tahlil yang dilakukan oleh kaum tradisi jawa dikategorikan sebagai bid'ah, mengada-ngada dalam urusan agama, suatu tradisi yang tidak berdasar, tradisi yang tidak pernah dicontohkan rasul. Dan ditinjau dari sejarahpun itu merupakan tradisi pembodohan dibalik konsep agama. Hal ini mungkin cocok bagi masyarakat jawa yang cenderung sinkretis, tetapi bagi masyrakat sunda budaya disamping tidak mempunyai dasar tradisi  juga agama, sehingga ke depan budaya ini harus dihapuskan dalam tradisi sunda...(konsep membodohi dibalik tradisi agama)
Ketika mondok di pesantren, memang dasar tahlil ini sangat susah untuk mencari dasarnya, kecuali kata ulama  ini kata ulama itu, yang mendukung, tanpa dibahas latar belakang dasar hukum dan sebagainya. Karena itu dalil-dalilnya selalu dicari agar ada pembenaran, dan pembenaran-pembenaran itu hampir semuanya tidak berdasar.
Jadi mungkin generasi muslim sunda modern harus mulai mengkaji berdasar ilmu. Jangan percaya begitu saja pada kaum agama yang mendukung budaya tahlilan seperti tradisi tersebut, Karena ada konsep pembodohan dari tardisi ini, dan agama hanya dibuat kedok, yang aslinya adalah tradisi yang tetap tidak mau mengalah. jadi generasi muslim sunda ke depan harus mulai meninggalkan kebiasaan-kebiasaan agama yang tidak berdasar, dan tidak berilmu....................


(lanjut.................)

Minggu, 22 Agustus 2010

KAPAN BANGKITNYA BANGSA YANG PERNAH TERJAJAH?

Suatu bangsa yang pernah terjajah akan mengalami kemajuan sebanding dengan lamanya ia terjajah. Mungkin itu kesimpulan dari ilmuwan besar muslim, Ibn Khaldun, ketika menganalisa tentang Bani Israil, yang menjadi budak selama 450 tahun, dan mulai bangkit di era Thalut, Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman, 450 tahun setelah pembebasan Bani Israil oleh Nabi Musa.
Ilmuwan besar muslim melayu / indonesia yang sangat konsent terhadap teori Ibn Khaldun ini adalah Buya Hamka, seorang ulama besar dan ketua MUI pertama Indonesia. Dalam karya tafsirnya yang terkenal " Al Azhar", Buya Hamka menganalisis secara terperinci tentang upaya-upaya awal kebangkitan yang tidak banyak dukungan dari kaum mayoritas, hingga hidup bangsa bani israil terkatung-katung selama 450 tahun hingga datangnya Thalut dan Dawud, orang yang benar-benar baru, dari kaum biasa yang memiliki "basthattan fi jasad wail ilmi" yang memiliki kekuatan fisik dan ilmu.
Bani Israil adalah sebutan dari keturunan nabi Yakub as. Nabi yakub sendiri sering disebut dengan nama Israil, yang berarti orang yang berjalan dimalam hari, karena mau dibunuh oleh kakaknya, sehingga ia harus berjalan diwaktu malam hari dan bersembuni di siang hari. Bani Israil mengungsi ke tanah Mesir di era Nabi Yusuf menjadi bendahara kerajaan di Mesir. Nabi Yusuf adalah putra bungsu dari Nabi Yakub, yang oleh saudara-saudaranya dsingkirkan.
Seiring dengan waktu, populasi Bani Israil di mesir dengan pesaat berkembang, sehingga dianggap sebagai ancaman bagi bangsa Mesir, yang akhirnya bangsa Israil dijadikan menjadi budak. Hal ini berlangsung 450 tahun hingga datangnya Nabi Musa sebagai penyelamat dan pembawa kemerdekaan Bani Israil.
Bani Israil terkatung katung selama 450 tahun, karena menolak pembaharuan dalam pemikiran hingga datangnya suatu generasi yang orsinil, yaitu di era Thalut dan Dawud. Thalut adalah tokoh dari kalangan biasa yang memiliki basthathan fi lasad wal ilmi', yang akhirnya bisa mengalahkan jalut (goliat)
Belajar dari sejarah Bani Israil, dengan bangsa indonesia ada kemiripan yang sangat jelas. Bangsa yang terjajah selama ratusan tahun (konon 350 tahun). Jadi jika menganalisa teori Ibn Khaldun maka bangsa ini akan bangkit 350 tahun setelah merdeka. Mengingat bangsa ini adalah bangsa yang statis, maka bukan hal yang tidak mungkin bahwa teori ini benar adanya. (350 tahun baru bangkit).
Ada satu cara untuk membangkitkan semangat kebangkitan ini, yaitu dengan cara revolusioner yang dicontohkan nabi Muhammad SAW.  Nabi Muhammad hanya perlu 13 tahun untuk membangun peradaban yang sangat modern.........Tapi mengingat bangsa ini merupakaan bangsa statis, hal itu mungkin akan mengalami hal yang sama dengan bani israil.
Banyak contoh dari hal tersebut diatas, misalnya, konon bagi kaum tradisi bahwa penerimaan sekolah yang menggunakan model seperti ssekarang  itu hampir 80 tahun. Ketika Ahmad dahlan mendirikan sekolah agama yang mengajarkan ilmu pengetahuan umum, ia dikritik habis-habisan oleh para ulama tradsi, ketika ada wacana arah kiblat salah yang dikumandangkan oleh Ahmad dahlan, juga dikecam habis-habisan, sekolah pakai bangku juga dikecam habis-habisan. Jadi konon para ulama tradisi baru menadari kekeliruannya setelah hampir 75 tahun, ketika organisasinya kekurangan para  intelektual. Dan tentang arah kiblat yang salah, ulama tradisi dan kaum awam perlu hampir 100 tahun untuk menadari kekeliruannya. dan mungkin budaya tahlilan akan disadari kekeliruannya 50 tahun yang akan datang, dan sebagainya.
Masyarakat Sunda harusnya belajar dari sejarah, apakah kita akan membiarkan pandangan-pandangan yang salah menutupi diri, menutupi keagungaan agama beratus-ratus tahun. Apakah kebodohan , ketidaktahuan kita terhadap agaama  akan tetap selamanya menutupi keagungan agama kita. Apakah kita akan membiarkan suatu ungkapan 'kehebatan (keagungan) Islam tertutup oleh kebodohan umatnya'.
Kita memang harus mengembangkan berbagai pertanyaan untuk diri kita, pertanyaan terhadap kebiasaan-kebiasaan kita, pertanyaan terhadap tradisi-tradis kita, pertanyaan terhadap pengetahuan kita, pertanyaan pada komitmen kita, pertanyaan pada idealisme kita. Mungkin kita harus mengungkap pertanyyaan-pertanyaan tersebut. Dan jika pertanyaan ini disistematisasikan dan dijawab dengan kejujuran hati, dan pengetahuan yyang luas maka kita akan mendapat suatu masyarakat yang berperadaban, dan masa depan yang cemerlang akan di depan mata.
Jika tidak bisa disebarkan pada masyarakat luas minimal untuk diri kita, atau keluarga kita, atau minimal kita buat sejarah buat kita sendiri, siapa tahun akan menginspirasikan generasi muda masa depan yang idealis.

(lanjut...........)

Kamis, 19 Agustus 2010

TAHAPAN TAHAPAN MEMBANGUN PERADABAN

"Perubahan" (bahasa arabnya "Taghyir")  adalah kata yang harus tetap kita pegang dalam hidup di dunia ini. Islam mengajarkan kepada kita bahwa hari ini harus lebih baik daripada kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari sekarang. Suatu perkataan dinamis (bergerak) menuju ke arah yang lebih baik, yang berarti pula adalah bahwa kita itu harus berubah tiap hari (dinamis).
Dunia ini memang sangat dinamis, dan memang manusia harus menyadari  bahwa perubahan itu memang perlu, karena kita memang hidup di dunia yang bergerak. Tetapi bangsa kita termasuk bangsa yang statis, yang mempunyai respond terhadap perubahan sangatlah rendah. Coba kita bayangkan betapa nenek moyang kita adalah  nenek moyang yang statis, yang menikmati penjajahan selama ratusan tahun. Menikmati penderitaan begitu nyenyaknya. Tanpa usaha dan upaya untuk melepaskannya. Kaum mayoritas menikmati penderitaan dan penderitaan  selama beberapa keturunan. Dan jika ada orang yang mengingatkan, ada orang yang mencoba membangkitkan potensi-potensi diri selalu dicibir, didukung adalah hal yang mustahil, padahal dijangka panjang sangat menjanjikan. Mereka selalu berdalih tidak sesuai dengan budaya bangsa, budaya bangsa budak yang dijajah ratusan tahun, yaitu jumud, taklid, tidak berilmu, pasrah terhadap keadaan, menunggu takdir yang lewat siapa tahu lagi hooki.
Konon bangsa ini menyadari bahwa arah kiblat itu keliru sudah hampir seratus tahun disadari, padahal 100 tahun yang lalu sudah ada orang yang mengingatkannya. Suatu perjalanan yang sia-sia selama seratus tahun, dan anehnya ini didukung oleh mayoritas umat. Kebodohan dipegang dengan erat selama  ratusan tahun.
Mengikuti generasi lama adalah kesia-siaan dalam hidup, mengubah bahwa pandangan yang salahpun perlu energi yang sangat banyak, karena kita akan melawan mayoritas umat dan juga mayoritas ulama tradisi., yang sangat menikmati perannya sebagai tokoh pembodohan, yang tidak disadarinya. Generasi lama harus kita biarkan saja menikmati pembodohannya, tetapi bagaimana generasi mendatang bisa terlepas dari pembodohan yang akut tersebut.
Perubahan, perbaikan, pembangunan suatu kata-kata dinamis yang harus kita dengung-dengungkan, karena kata-kata tersebut seolah membawa semangat kepada diri kita dalam upayanya mencapai kehidupan yang lebih baik.
Untuk mencapai perubahan-perubahan tersebut, setidaknya kita harus ada perbandingan. Suatu bentuk perbandingan peran-peran dalam kehidupan. Berarti kita harus ada suatu media yang dapat menampung perbandingan-prrbandingan tersebut. Buku adalah tempat dimana perbandingan-perbandingan itu ditulis.




(lanjut......

Rabu, 18 Agustus 2010

PERADABAN SUNDA MASA DEPAN

Adalah hal yang sangat menarik apabila mengkaji peradaban sunda dalam kaitannya dengan agama yang dianut mayoritas umatnya, yaitu Islam. Masyarakat Sunda adalah masyarakat terakhir di pulau Jawa yang menganut agama Islam. Tetapi yang lebih menarik adalah penerimaan Islam yang relatif agak rasional, tidak kebanyakan masyarakat jawa yang cenderung sinkretis (campur aduk).
Penerimaan Islam yang agak rasional dimungkinkan tataran sunda akan menjadi yang pertama  dalam membangun peradaban Islam yang modern. Yang terbebas dari budaya taklid, bid'ah dan berorientasi kebelakang serta tahayulisme.
Ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan mengapa masyarakat Sunda akan menjadi yang terdepan dalam menata peradaban Islam yang lebih modern di Indonesia. Karena alasan sebagai berikut:
  • Yang pertama adalah corak Islam Sunda yang cenderung sintesis (memperpadukan) bukan sinkretis ( mencampuradaukan) seperti masyarakat jawa kebanyakan. Maka mengapa Islam corak persis atau Muhammadiyah lebih dominan di daerah ini. Hal ini mengindikasikan salah satunya.
  • Disamping itu dari segi sejarah dan tata bahasa juga mencerminkan hal seperti itu. Nama Sunda misalnya berarti Suci, bersih, puritan. Dulu nama sunda ini diproklamirkan oleh Maharaja Purnawarman, raja Tarumanagara  untuk menamai ibukota kerajaan barunya, Sundapura. Purnawarman seolah ingin memberikan pegangan kepada generasi berukutnya tentang nilai-nilai kemurnian dan kesucian nilai-nilai agama, dan hanya dengan kmeurnian dan kesucian itu nilai nilai Sunda akan membahana. Kemurnian dan kesucian merupakan ciri dan nilai yang mau dibangun oleh para pendiri Sunda. Maka ketika Islam telah menjadi pegangan hidupnya, maka  masyarakat Sunda akan cenderung lebih ke sifat awalnya, mensucikan agamannya dan kembali kepada kemurnian agamanya.
Masyarakat Islam yang sejati adalah masyarakat Islam yang mencerahkan, masyarakata Islam yang mencintai dan menghormati kemajuan. Jika tidak memimpin zamanpunberarti tidak ketinggalan zaman. Meskipun sekarang masih dalam tahap mengikuti zaman, tetapi upaya-upaya menuju kemajuan dan kemodernan harus tetap diupayakan.
Demikian tulisan ini adalah awal dari pemikiran besar, menggali potensi untuk membangun peradaban Sunda ke depan, yang islami. Dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki, alangkah terbukanya masa depan yang cerah, yang akan menjadi cita-cita bersama.

Selasa, 10 Agustus 2010

MENGENAL KERAJAAN SUNDA HINGGA ABAD KE-16

    Kerajaan Sunda adalah suatu kerajaan yang berkuasa ditatar sunda sekarang. Naskah wangsakerta mengungkapkan bahwa kerajaan Sunda merupakan kelajutan dari kerajaan Tarumanagara, yang didirikan tahun 561 caka sunda (669 M) oleh Tarusbawa.
     Raja terakhir Tarumanagara, Sri Maharaja Linggawarman yang berkuasa dari tahun 666 M s/d 669 M ( 3 tahun),  tidak mempunyai anak laki-laki. Ia memiliki 2 orang putri. Putrinya yang tertua Dewi Manasih menikah dengan Tarsubawa, sedang putri yang lainnya, Sobakancana, menikah dengan Depuntahyang Srijanayasa, pendiri kerjaan Sriwijaya.
      Setelah Linggawarman meninggal, kekuasaan Tarumanagara jatuh ke tangan menantunya, Tarusbawa, dari Sunda sambawa. Karena Tarumanagara sedang dalam kemunduran, maka  Tarusbawa kemudian memindahkan ibukotanya ke Sundapura, sehingga kemudian kerajaan Tarumanagara berikutnya lebih dikenal dengan kerajaan Sunda.

Luas Wilayah
Menurut naskah wangsakerta kerajaan Sunda merupakan pengganti dari kerajaan Tarumanagara, sehingga seluruh bekas Taramanagara merupakan wilayah kerajaan Sunda. Sejak zaman Sanjaya (mp. 723-732 M) hingga Sribaduga Maharaja meliputi: seluruh Jawa barat sekarang, DKI, Banten, Jawa tengah bagian barat ( daerah Banyumas, Brebes, Purwekerto, Cilacap), dan lampung. Jadi wilayah Sunda dari ujung kulon  dari barat hingga sungai serayu dan sungai cipamali (kali brebes)  di timur.
Tentang perbatasan di wilayah timur, diceritakan dalam tulisan Bujangga Manik atau Prabu Jaya Pakuan, seorang pendeta hindu dari Sunda yang melakukan perjalanan  ke Jawa dan Bali  untuk mengunjungi tempat-tempat  suci agama hindu, pada awal abad 16 masehi. Tulisan Bujangga Manik sekarang masih ada dan tersimpan di Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627 M.

Daerah Kekuasaan
Kemaharajaan Sunda merupakan negara gabungan (dalam istilah sekarang negara federal) dari kerajaan-kerajaan daerah yang independen (bersifat otonom). Kerajaan daerah mempunyai struktur tersendiri yang otonom, dan gelar raja hampir sama dengan penguasa pusat. Tidak ada perbedaan yang mencolok antara daerah dengan pusat dalam gelar raja (sama-sama bergelar Prabu), tetapi pusat kadang ditambahkan dengan gelaran sri baduga maharaja.
Diantara kerajaan-kerajaan daearh kekukasaan kemaharajaan Sunda, antara lain:
  • Cirebon Larang
  • Cirebon Girang
  • Sindang Barang
  • Sukapura (Galunggung)
  • Kidanglamatan
  • Galuh
  • Astuna Tajeknasing
  • Sumedang  Larang
  • Ujung Muhara
  • Ajong kiul
  • Kamuning Gading
  • Pancakaki
  • Tanjung Singguru
  • Nusakalapa
  • Banten Girang Ujung kulon
  • Panjalu.
  • Talaga
Ibukota
Ibukota atau dalam istilah sundanya 'dayeuh' , orang portugis menebutnya Dayo. Para peneliti sejarah Sunda menetapkan bahwa ibukota kerajaan Sunda ada 4 kawasan, yaitu Sundapura (parahyangan Sunda), Galuh, Kawali dan Pakuan Pajajaran. Disamping itu ada juga ang mengatakan bahwa Saunggalah pernah menjadi pusat kekuasaan, terutama di era Prabu Darmasiksa dan anaknya Prabu Ragasuci.

Sundapura (Parahyangan Sunda),
Sundapura atau parahyangan sunda adalah ibukota awal dari kerajaan Sunda di era pendirinya, Prau Tarusbawa dan Sanjaya.

Galuh
Galuh (sekarang ada diwilayah Camis) berasal  dari bahasa sangsekerta yang berarti batu permata. Pada awalnya galuh merupakan ibukota kerajaan Kendan di era Tarumanagara, yang didirikan oleh Wretikandayun. Tetapi kemudian terkenal sebagai ibukota kerajaan yang merdeka ketika Tarumanagara berada dalam kemundurannya, dan dialihkan ke Sundapura oleh Tarusbawa. Sanjaya dari Sunda berhasil mempersatuakn Galuh kepada Sunda, sehingga Kerajaan Galuh dan Sunda menjadi satu Sunda Galuh atau Sunda saja.
Galuh menjadi ibukota Sunda ketika masa pemerintahan Prabu Sanghiyang Ageung (mp. 1019-1030 M). Masa pemerintahan di Galuh berakhir kira-kira tahun 1333 M, ketika Raja Adiguna Linggawisesa atau Sang Dumahing Kending (mp. 1333-1340 M) mulai bertahta di Kawali (sekarang masih dia daerah Ciamis), sedangkan kakaknya Prabu Citraganda atau Sang Dumahing Tanjung bertahta di Pakuan Pajajaran.

Kawali 
Dari tahun 1333 M sampai tahun 1482 M, pusat pemerintahan Sunda berkedudukan di Kawali. Karena itu periode itu disebut zaman kawali dalam peradaban Sunda danmengenal 5 raja. Lain dengan Galuh, nama Kawali terabadikan dalam 2 prasasti  batu peninggalan  Prabu Wastukencana ang tersimpan di Astana Gede Kawali. Dalam prasasti itu ditegaskan " Mangadeg di Kuta Kawali" (bertahta di kota Kawali) dan keratonnya di sebut Surawisesa, yang dijelaskan  sebagai "Dalem sipawindu hurip" (keraton yang  memberikan ketenangan hidup).
Diantara raja-raja yang beribukota di Kawali adalah: Prabu Linggadewata (mp. 1311-1333 M), Prabu Ajigunawisesa (1333-1340 M) dan Parbu wastukancana.

Saunggalah
Saunggalah (di wilayah Kuningan sekarang), pernah menjadi ibukota kerajaan Sunda  ketika masa awal  pemerintahan Prabu Guru Darmasiksa, selama 12 tahun, dan ia kemudian memindahkan kekuasaannya ke Pakuan. Pusat pemerintahan di Saunggalah kemudian diteruskan oleh putranya Prabu Ragasuci, yang kemudian memerintah di tanah sunda (1297-1303 M)

Pakuan Pajajaran
Ibukota terakhir kerajaan Sunda adalah Pakuan atau lengkapnya Pakuan Pajajaran. Pakuan menjadi pusat kerajaan  masa pemerintahan Sribaduga maharaja hingga kejatuhannya dimasa cicitnya.
Pakuan terkenal memiliki pertahanan yang sangat kuat, baik secara alami maupun kokohnya  benteng pertahanan.  Kokohnya benteng pertahanan ini pada awalnya merupakan jasa daripada Prabu hariang Banga pada tahun 739 M, ang waktu itu berada dalam pengaruh Sang Manarah (Ciung Wanara) ang berkuasa di keraton Galuh. Kemudian benteng ini diperkuat di era Maharaja Sribaduga Maharaja Jayadewata.
Dalam laporan Tome Peres (1513 M) disebutkan bahwa letak ibukota kerajaan Sunda , yang ia katakan sebagai dayo (dayeuh)  terletak didaerah pegunungan 2 hari perjalanan dari  pelabuhan Kalapa (jakarta sekarang) dimuara sungai Ciliwung.


Pelabuhan
Kerajaan sunda memiliki beberapa daera-daerah pelabuhan  yang dikuasai oleh Sahbandar, haiu Bantam (banten), Puntang (Pontang).............

    (lanjut...........)

    Kamis, 05 Agustus 2010

    MENGENAL KERAJAAN YANG PERNAH BERKUASA DI TANAH SUNDA

    Buku-buku pelajaran  yang dipelajari  di sekolah-sekolah  sangat jarang menceritakan tentang sejarah peradaban sunda, termasuk di tataran sunda sendiri, padahal bukti-bukti sejarah cukup memadai. Meskipun tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah, sejarah tetap sejarah, dan sejarah adalah realitas yang memang telah terlewati. Sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah adalah sejarah rekayasa dan sejarah dominasi., atau kalau menurut salah seorang sejarawan, dikatakan sejarah kekuasaan Jadi bagaimana kesejarahan dibuat supaya dapat  mempertahankan kekuasaan, atau mendominasi yang lainnya, sehingga disini akan terlihat suku bangsa yang superior dan inferior.
    Sunda klasik adalah sejarah yang mengagumkan, karena dalam ratusan tahun bisa bertahan dalam kestabilan sistem yang dibuatnya. Karena itu dalam tulisan ini mencoba untuk mengenal peradaban sunda, yang  tidak berdasar buku-buku sekolah yang banyak direkayasa, tetapi berdasar pada sumber yang lebih tua, dan buku atau kitab-kitabnya hingga sekarang masih ada. Setidaknya ada beberapa kisah atau naskah yang ditulisan ratusan tahun, yang ada hingga kini, yang banyak membicarakan dominasi peradaban sunda klasik, yaitu: Naskah Carita parahiyangan yang ditulis pada abad ke 16 M, Naskah Bujangga Manik yang ditulis sekitar abad ke-15 M, dan Naskah Wangsakerta yang ditulis pada abad ke18 M.
    Dari naskah tersebut, terutama dari naskah wangsakerta, dibicarakan bahwa kerajaan-kerajaan yang pernah berkuasa di tanah Sunda adalah:

    1. Kerajaan Salakanagara
    Keberadaan tentang kerajaan Salakanagara ini diungkapkan dalam naskah wangsakerta, dalam buku Pustaka Rajya Rajya I Bumi Nusantara. Dikatakan bahwa kerajaan Salakanagara merupakan kerajaan tertua di Nusantara, yang berkuasa  dari tahun 130 Masehi sampai dengan tahun 358 Masehi.
    Kerajaan Salakanagara ini berada di teluk lada, Pandeglang, Banten sekarang. Ibukota kerajaan Salakanagara bernama Rajatapura (kota perak), Menurut naskah wangsakerta, Rajatapura, sebagai kota paling tua di pulau jawa, yang hingga tahun 362 masehi menjadi pusat pemerintahan raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I hingga Dewawarman 8).
    Tokoh awal yang berkuasa  disini adalah Sang Aki Tirem, sedang yang dianggap raja pertama dari kerajaan Salakanagara adalah menantunya yang bernama Dewawarman, dan bergelar Prabu Darmaloka Dewawarman haji rakja gpura sagara, yang memerintah hingga tahun 168 masehi.
    Ada dugaan kota Argyre yang ditemukan oleh Claudius Ptolomeus tahun 150 M, yaitu kota perak atau salakanagara. Salakanagara yang berada di teluk lada Pandeglang sekarang. Ada kemiripan nama kota Pandeglang sekarang dengan sejarahnya masa lampau, yang disebut kota perak. Pandeglang sendiri berasal dari kata pande (orang yang pandai membuat peralatan dari logam emas, perak, besi dan lain-lain), dan geulang (perhiasan yang melingkar di tangan, biasanya terbuat dari emas atau perak).
    Dan ada cacatan dari  Cina dari dinasti Han,  bahwa raja-raja Tiao -Pien (Tiao= dewa, Pien= warman) dari yehtiao atau jawa  mengirim utusan / duta ke cina pada tahun 132 M, Raja-raja Tiao-pien itu maksudnya adalah raja-raja dewawarman.

    2. Kerajaan Tarumanagara
    Kerajaan Tarumanagara keberadaannya selain diungkapkan dalam naskah wangsakerta, tetapi juga meninggalkan jejak banyak  prasasti, sehingga hingga kini kerajaan Tarumanagara dianggap merupakan kerajaan tertua di Jawa. Keberadaan kerjaan Tarumanagara diperkirakan berkuasa di tanah sunda dari tahun 358 hingga 669 M.
    Setidaknya ada 7 prasasti peninggalan dari kerajaan Tarumanagara, yaitu: prasasti tugu, yang ditemukan  di desa Tugu Jakarta; Prasasti Ciaruteun, di ciampea Bogor;  Prasasti Ciawi atau terkenal juga dengan nama prasasti Ciampea; Prasasti kebon kopi di Ciampea Bogor; Prasasti Cidanghiyang atau dikenal juga dengan nama prasasti Munjul, yang ditemukan di sungai Cidanghiyang; Prasasti Muara Cianteun atau disebut juga dengan prasasti pasir muara.
    Disamping itu keberadaan Tarumanagara  masih didukung oleh kabar dari negeri Cina, yaitu: Berita dari Fa-hsien pada tahun 414 M, seorang pendeta budha China dalam bukunya yang berjudul Fa Kao Chi; sekitar tahun 528 dan 538 M  dari dinasti Sui dan dari dinasti Tang sekitar tahun 666 dan 669 M ada utusan dari Tolomo, yang dimaksud adalah Taruma.

    3. Kerajaan Galuh
    Kerajaan Galuh banyak diceritakan dalam naskah wangsakerta, bahkan sejarah tentang kekuasaan galuh diceritakan dengan lebih lengkap dalam naskah Carita Parahiyangan yang ditulis akhir abad ke-16 M. Dalam perkembangannya sejarah galuh selalu dikaitkan dengan kerajaan Sunda, bahkan dikatakan sebagai kerajaan Kembar. Karena kekuasaan Sunda dan Galuh menjadi terpusat dalam satu kekuasaan, meskipun masing-masing tetap mempertahankan independensinya.

    4.Kerajaan Sunda
    Kerajaan Sunda juga banka dibicarakan dalam naskah Wangsakerta dan juga Carita Parahiangan. Disamping itu ada juga naskah  yang ditulis oleh Bujangga Manik yang ditulis pada abad ke 15 M, yang naskahnya ada hingga sekarang. Disamping itu banyak prasasti yang ditulis pada masa kerajaan Sunda tersebut. Diantaranya prasasti Jayabhupati yang ditemukan di Sukabumi, dan prasasti Batutulis yang ditemukan di Bogor, disamping itu ada prasasti yang ditemukan di Kawali Ciamis.
    Tidak hanya itu, kerajaan Sunda pernah juga mengadakan perjanjian dengan Portugis, hal tersebut diungkap secara gamblang dalam tulisan Tome Pires. Meskipun sejarah begitu lengkap, sejarah sunda tetap tidak mendapat tempat pembahasan dalam sejarah nasional indonesia yang diajarkan di sekolah-sekolah. Dan termasuk di tatar sunda sendiri.

    (.....lanjut)
    (Sumber: dari berbagai sumber di internet)

    Rabu, 04 Agustus 2010

    PENGANTAR

    Segala puji bagi Allah, tuhan semesta alam, tiada sekutu baginya, dan hanyalah kepadanya kita mengabdi. Alhamdulillah "Sunda siabah blog's" hari ini mulai aktif. Blog ini bertujuan untuk ikut serta dalam membangun peradaban sunda ke depan.

    Untuk membangun peradaban sunda ke depan yang kokoh, setidaknya kita harus menengok ke belakang, melihat dan menganalisis sejarah peradaban masa lampau yang pernah nenek moyang alami. Hal ini dimaksudkan untuk mencari fundamen peradaban ke depan, dan juga untuk mencari titik awal  untuk beranjak dalam membangun peradaban sunda ke depan.

    Ada ungkapan dari Prabu Darmasika, yang berbunyi:" Hana nguni hana mangke tan hana nguni tan hana mangke, aya ma baheula aya tu ayeuna hanteu ma baheula hanteu tu ayeuna, hana tunggak hana watang tan hana tunggak tan hana watang, hana ma tunggulna tantu aya catangnya". (dari Amanat Galunggung)
    Perkataan tersebut diatas, intinya berarti:"....tiada masa kini tanpa masa dahulu, masa kini adalah peninggalan masa lalu ....(www.akibalangantrang.com).

    Tulisan ini merupakan upaya penulis untuk ikut serta dalam membangun wacana untuk meraih peradaban sunda masa depan. Dengan belajar dari peradaban sunda masa lampau, maka akan dibangun fundamen peradaban masa depan sunda yang cemerlang. Peradaban Sunda yang dibangun dengan fundamen peradaban Islam, sehingga peradaban sunda ke depan adalah leader peradaban Islam di wilayah tataran melayu dan nusantara.
    Segala cita-cita dan usaha, kita usahakan semaksimal mungkin, tetapi hanya pembacalah yang dapat menilai segala hal tersebut. Demikian blog ini dibuat, terimakasih.............