Kerajaan Sumedang Larang adalah salah satu dari kerajaan Sunda yang berdiri pada abad ke 12 M. Pada awalnya kerajaan ini merupakan kerajaan Hindu tetapi kemudian menjadi kerajaan Islam pada abad ke-15 M.
Kerajaan ini memegang peranan penting, sebagai penerus kerajaan Sunda (yang waktu itu lebih dikenal dengan nama kerajaan Pajajaran), karena setelah direbutnya ibukota Pakuan Pajajaran, Sumedang larang dianggap sebagai penerus kerajaan sunda tersebut. Sejak itu Sumedang larang disamping dianggap sebagai penerus Pajajaran, yang memiliki otoritas yang luas untuk menentukan nasibnya sendiri..
Asal Usul
Kerajaan Sumedang larang didirikan oleh Prabu Aji Putih atas perintah Prabu Suryadewatya sebelum keraton Galuh di pindahkan ke Pakuan (Bogor sekarang). Seiring dengan perubahan zaman dan kepemimpinan, nama Sumedang Larang mengalami beberapa kali perubahan. Pada awal berdirinya sumedang larang bernama Kerajaan Tembong Agung, yang dipinpi oleh Prabu Aji Putih dengan ibukota di Leuwi Hideung (sekarang berada di kecamatan Darmaraja). Tembong Agung berarti Kelihatan besar / luhur (tembong berarti kelihatan, sedang agung berarti besar dan luhur).
Pada zaman Prabu tajimalela namanya kemudian diganti menjadi Himbar Buana, yang berarti menerangi alam. Prabu Tajimalela pernah berkata Insun medal insun madangan.” (artinya: Saya dilahirkan saya menerangi) dari perkataan Tajimalela inilah kemudian nama Sumedang Larang diambil. Dengan demikian kata Sumedang berasal dari kata insun madangan yang disingkat Sumedang, yang berarti saya menerangi, dan ada juga yang menulis berasal dari kata insun medal yang mengalami perubahan pengucapan. Sedang kata Larang berarti sesuatu yang tidak ada tandingannya.
Transisi kerajaan Sumedang larang dari kerajaan Hindu (sunda Wiwitan) ke dalam Islam, dimulai sejak masa pemerintahan Ratu pucuk Umun. Ratu Pucuk umun yang merupakan ketrurunan dari rajaraja kuno dari Sumedang menikah dengan Pangeran Santri. Dan pada masanyalah Sumedang larang mengalami islamisasi yang menyeluruh. Hal ini dilanjutkan oleh anaknya, Prabu geusan Ulun, yang kemudian menjadi pewaris mahkota raja Pajajaran, sehingga ia kemudian dianggap sebagai penerus penguasa Pajajaran.
RATU PUCUK UMUN (1530-1578 M),
Ratu Pucuk umun atau ratu Inten Dewata merupakan Raja (ratu) Sumedang Larang yang pertama kali masuk Islam. Ia naik tahta Sumedang Larang menggantikan ibunya, Nyi Mas Ratu Patuakan. Ia merupakan seorang keturunan rajaraja sumedang kuno, yang kemudian masuk Islam, dan berkuasa bersama suaminya, Pangeran Santri memerintah Sumedang Larang. Pada masanya ibukota kerajaan Sumedang Larang dipindahkan dari Ciguling ke Kuatamaya.
Pada pertengahan abad ke-16 M, mulailah corak agama Islam mewarnai perkembangan Sumedang Larang. Ia sendiri kemudian masuk Islam dan menikah dengan Pangeran Kusumahdinata (1505-1579 M), yang terkenal dengan nama Pangeran santri, atau Ki Gedeng Sumedang. Pangeran santri yang memerintah Sumedang bersama istrinya, sambil menyebarkan islam ke seluruh wilayah kerajaan.
Pangeran Santri adalah putra dari pangeran Palakaran (Pangeran Pamalekaran / dipati tetarung), putra arya dammar (sultan Palembang). Ibunya Ratu Martasari (Nyi Mas ranggawuluung), anak Syekh Maulana Abdurrahman (Sunan Panjuman) serta cicit dari Syekh Datuk Kahfi, seorang ulama keturunan Arab Hdramaut, yang berasal dari Mekah dan menyebarkan Islam di berbagai penjuru kerajaan Sunda.
Pangeran Kusumah dinata terkenal dengan nama Pangeran santri karena asalnya dari pesantren dan pewrilakunya yang sangat alim. Dengan pernikahannya tersebut, berakhirlah masa kerajaan Hindu di Sumedang Larang. Dan sejak itu menyebarlah Islam di seluruh penjuru Sumedang larang.
Dari hasil pernikahan antara Pucuk Umun dan Pangeran santri melahirkan 6 orang putra,yaitu
- Pangeran Angkawijaya, yang kemudian dikenal dengan nama Prabu Geusan ulun, yang menggatikan menjadi raja Sumedang Larang. Ia merupakan raja Sumedang Larang terbesar dan terakhir kerajaan Sumedang Larang.
- Kiai rangga Haji, yang mengalahkan Aria Kuda Panjalu dari Narimbang, suapaya memeluk Islam.
- Kiai Demang Watang di Walakung
- Santowaan Wirakusumah yang keturunannya berada di pagaden dan Pamanukan Subang.
- Santowaan Cikeruh
- Santowaan Awi Luar.
Ratu pucuk Umun dimakamkan di Gunung Ciung Pasarean gede kota Sumedang.
PRABU GEUSAN ULUN (mp. 1579-1608 M).
Pangeran Geusan Ulun menjadi raja Sumedang Larang menggatikan ayah dan ibunya, Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun pada tahun 1579 M. Ia menetapkan Kutamaya sebagai ibukotanya.
Pada masanya kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan sedang dalam masa kehancurannya, yang diserang oleh Banten dibawah pimpinan Sultan Maulana Yusuf. Dan pada tahun 1579 M (8 Mei 1579 M), ibukota Pajajaran, Pakuan, runtuh.
Sebelum peristiwa jatuhnya Pakuan terjadi, Prabu Ragamulya Surya Kencana, Raja Pajajaran terakhir mengutus 4 orang kepercayaannya, yang dikenal dengan Kandaga Lante, yang terdiri dari: Sanghiyang Hawu (Jaya perkosa), Batara Adipati Wiradijaya (Nangganan), Sanghiyang Kondanghapa dan Batara Pencar Buang (Terong peot) dan berhasil menyelamatkan atribut pakaian kebesaran maharaja Sunda, yang terdri dari: mahkota emas simbol kekuasaan raja Pakuan, kalung bersusun 2 dan 3, serta perhiasan lainnya, seperti benten, siger, tampekan dan kilat bahu. Atribut-atribut kebeesaaran tersebut kemudian diserahkan kepada raden Angkawijaya yang kemudian naik tahta Sumedang larang dengan gelar Prabu Geusan Ulun (mp. 1579-1601 M).
Meskipun tempat penobatan raja, Palangka Sriman di Pakuan diboyong ke Banten oleh Maulana Yusuf, tetapi ia tidak bisa memboyong mahkota kebesaran Sunda. Sehingga Sumedang Larang lah yang tetap dianggap sebagai penerus kemaharajan Sunda terakhir.
Prabu Geusan Ulun adalah raja terbesar dan terakhir. Penerusnya, rangga Gempol I yang masih berdarah Cirebon kemudian bergabung dengan mataram, sehingga Sumedang Larang berubah statusnya dari kerajaan menjadi kabupatian.
Wilayah Kekuasaan
Wilayah kekuasaan Sumedang Larang meliputi Kuningan, Garut, Bandung, Tasik dan Suykabumi (wilayah Priangan). Kecuali Galuh (Ciamis). Pada masanya kerajaan Sumedang mengalami kemajuan yang pesat dibidang sosial, budaya , agama, militer dan pemerintahan.
Tetapi ketika dianggap sebagai penerus kekuasaan dari Pajajaran, luas wilayahnya semakin luas. Di barat berbatasan dengan sungai Cisadane, di timur berbatasan dengan sungai Cipamali (brebes, purwekerto, cilacap, Banyumas), kecuali Cirebon dan jayakarta, batas utara laut Jawa dan selatannya samudra hindia.
Konflik Dengan Cirebon
Dalam upayanya memperdalam agama Islam, Prabu Geusan Ulun pernah ke Demak, yang diikuti oleh 4 perwira utamanya yang disebut kandaga lante. Setelah dari Demak, ia mampir di Cirebon Disini ia bertemu dengan penguasa Cirebon, Panembahan Ratu.
Prabu Geusan Ulun terkenal mempunyai perilaku yang santun, disamping sangat tampan, sehingga disenangi penduduk Cirebon, termasuk prameswari Panembahan Ratu, yang bernama Ratu Harisbaya. Sang ratu sangat tertarik dan jatuh cinta pada Geusan Ulun, sehingga ketika rombongan Prabu Geusan Ulun pulang ke Sumedang, ia dengan tanpa sepengetahuannya ikut rombongan. Karena mengancam akan bunuh diri, akhirnya ia di bawa pulang ke Sumedang.
Karena kejadian ini Panembahan Ratu marah besar dan mengirim pasukan untuk merebut kembali ratu Harisbaya, sehingga terjadi perang antara Cirebon dan Sumedang.
Dengan penengah sultan Agung dari Mataram yang meminta agar panembahan ratu menceraikan ratu Harisbaya, yang aslinya berasal dari Pajang-Demak yang dinikahkan oleh sultan Agung dengan Panembahan Ratu. Panembahan Ratu bersedia dengan syarat menyerahkan wilayah barat sungai Cilutung (sekarang Majalengka) untuk menjadi wilayah Cirebon.
Karena peperangan itu pula ibukota Sumedang larang dipindahkan ke Gunung Rengganis, yang sekarang disebut dengan Dayeuh Luhur.
Prameswari dan Putra Putri Prabu Geusan Ulun
Prabu Geusan Ulun memiliki 3 orang istri, yang pertama Nyi Mas Cukang Gedeng Waru, putri Sunan Pada. Yang kedua adalah Ratu Harisbaya, yang berasal dari Pajang Demak, dan yang ketiga adalah Nyi Mas Pasarean. Dari ketiga istrinya tersebut, ia memiliki 15 orang anak, yaitu:
- Pangeran rangga Gede, yang merupakan cikal bakal bupati Sumedang.
- Raden Aria Wiraraja
- Kiai Kadu rangga Gede
- Kiai rangga Patrakalasa di Cunduk kayu
- Raden Aria Rangga Pati di Haur koneng
- Raden Ngabehi Watang
- Nyi Mas Demang Cipaku
- Raden Ngabehi Martayudha di Ciawi
- Raden rangga Wiratama di Cibeureum
- Raden rangga Nitinagara di Pagaden dan Pamanukan
- Nyi Mas Rangga pamade
- Nyi Mas Dipati Ukur di Bandung
- Raden Suriadiwangsa, putra ratu Harisbaya dari panembahan Ratu
- Pangeran Tumenggung Tegal Kalong
- Raden kiai Demang Cipaku di dayeuh Luhur.
Akhir Kerajaan Sumedang Larang
Prabu Geusan Ulun merupakan raja terakhir Sumedang larang, karena penguasa selanjutnya memilih menjadi bagian dari Mataram dan pangkat raja turun menjadi adipati (bupati) pada masa pemerintahan rangga Gempol I pada tahun 1620 M.
(Sumber: dari berbagai sumber di internet)