Naskah Carita parahiyangan seolah merajut benang yang terputus antara sejarah sunda sekarang ini (kontemporer) dengan sejarah masa lalunya. Meskipun singkat tetapi cukup memberikan informasi, sehingga dapat dibuat benang merah antara sunda masa lampau / klasik dan sunda kini. Bagi peminat kajian sejarah mungkin karya yang sangat bernilai ini dianggap sebagai awal dari pencarian sejarah sunda yang lengkap, yang hingga kini juga belum digarap secara serius dan cenderung setengah hati.
Siabah adalah seorang peminat pengkaji sejarah, meskipun bukan seorang ahli sejarah. Siabah hanya ikut dalam meramaikan kajian sejarah, meskipun kebanyakan diambil dari sumber sekunder dan sumber ketiga seperti yang didapat dari internet.Karena yang diajak banyak yang tidak mau, maka siabah hanya bergerak sendirian dalam upaya memahami sejarah sunda dari sumber yang sangat sedikit. Siabah tidak mau ikut-ikutan dengan orang yang skeptis terhadap sejarah sunda, karena minimnya peninggalan dari leluhurnya sepeti yang ditemukan di jawa tengah atau jawa timur. Sehingga mereka kurang percaya diri sendiri bahkan cenderung tidak mau mengkaji sejarahnya.....
Siabah meletakan diri pada orang yang tidak tahu tapi ingin tahu terhadap sejarah nenek moyangnya. Meskipun sendirian siabah mencoba membaca da mengkaji berbagai tulisan dari para pakar, baik yang pro dan kontra. Dan setelah membaca tiap hari kemudian meringkas dan mengumpulkan. Meskipun kurang puas karena sangat minimnya sumber sejarah yang dapat dibaca. Hal ini mengindikasikan bahwa sejarah Sunda masih sepi peminat, padahal sesungguhnya mengkaji sejarah sunda itu sangat menarik.
Logikanya sebenarnya sangat sederhana, jika sudah ada yang menginformasikan tentang adanya sejarah sunda seperti yang ditulis dalam Naskah Carita Parahiyangan, berarti pasti ada bukti minimal bangunan-bangunan yang dibuat dizamannya. Sebagai contoh, para sejarawan sering mengeluhkan tentang minimnya peninggalan candi di tanah sunda, karena kebanyakan mereka tidak pernaah mencari atau jika mencaripun setengah hati. Logikanya sebenarnya sangat sederhana, kebanyakan sumber-sumber peradaban adalah daerah aliran snngai atau pegunungan yang subur. Jika dialira sungai sangat rentan berhubuungan dengan banjir, maka daerah pegunungan yang subur sangat rentan terhadap gunung meletus, longsor atau gempa bumi.
Dalam sumber sejarah primer seperti prasasti atau naskah-naskah yang ditulis oleh para intelektual di zamannya, pusat kerajaan yang ada di tanah sunda, jika di sungai adalah aliran sungai ci tarum, aliran sungai cimanuk, aliran sungai citanduy dan lain-lain. Sungai sangat rentan banjir, terutama banjiir bandang yang dapat meluluhlantakan peradaban hanya sekejap. Hal ini terbukti dengan ditemukan candi-candi di Karawang (komplek candi cibuaya dan batu jaya yang ditemukan sekitar tahu 1990-an), itupun ditemukan tidak sengaja oleh para petani penggarap sawah. Padahal harusnya ahli sejarah juga harus tahu tentang sejarah banjir, atau sejarah daerah-daerah yang dialiri oleh sungai citarum dari masa ke masa. Itu baru berbicara tentang hasil peradaban di sekitar sungai. Demikian juga jika pusat peradaban di daerah pegunungan yang rentan terhadap longsor dan gunung meletus, yang kemungkinan ditinggalkan karena gunung meletus atau longsor, karena secara ekonomi dan politik yang tidak enguntungkan sehingga ditinggalkan, seperti Candiborobudur di Jawa tengan, yang ditemukan tidak sengaja di daerah pegunungan yang sudah tertutup oleh tanah dan pasir.
Jadi ternyata belajar sejarah klasik itu sangat menantang, kita harus mengetahui sejarah banjir, sejarah aliran air sungai, sejarah gunung meletus, sejaarah gempa bumi yang meluluhlantakan pusat-pusat peradaban.
Kembali lagi ke sumber pokok permasalahan ke Carita Parahiyangan, yang telah memberikan informasi yang sangat membantu dalam mengungkap benang merah sejarah peradaban sunda. karena itu dalam tulisan ke depan siabah akan mencoba meringkas berbagai tulisan para pakar sejarah dalam judul novel sejarah Galuh, yang didasarkan pada naskah primer carita Parahiyangan, yang kemudian juga di tujang oleh sumber-sumber lainya, seperti Naskah Bujangga Mank, atau Naskah wangsakerta yang memeperkuat naskah Carita Parahiyangan. Mudah-mudahan jika cerita ini di dapat, maka akan muncul orang-orang idealis ke depan dengan misalnya membuat film kolosaal atau yang menseriusi dalam mengungkap peninggalan-peinggalan kerajaan sunda yang mash belum ditemukan. Jadi suatu tantangan bagi generasi mendatag untuk mengungkap sejarah dan juga membuat sejarah. Bukan kebanyakan orang sekarang ini hanya mengikuti kemauan sejarah dan terombang ambing oleh sejarah atau menjadi buih-buih sejarah yang diombang-ambingkan ke sana dan ke sini, tanpa mempunyai fondasi sejarah yang kuat.
by Adeng Lukmantara
Kembali lagi ke sumber pokok permasalahan ke Carita Parahiyangan, yang telah memberikan informasi yang sangat membantu dalam mengungkap benang merah sejarah peradaban sunda. karena itu dalam tulisan ke depan siabah akan mencoba meringkas berbagai tulisan para pakar sejarah dalam judul novel sejarah Galuh, yang didasarkan pada naskah primer carita Parahiyangan, yang kemudian juga di tujang oleh sumber-sumber lainya, seperti Naskah Bujangga Mank, atau Naskah wangsakerta yang memeperkuat naskah Carita Parahiyangan. Mudah-mudahan jika cerita ini di dapat, maka akan muncul orang-orang idealis ke depan dengan misalnya membuat film kolosaal atau yang menseriusi dalam mengungkap peninggalan-peinggalan kerajaan sunda yang mash belum ditemukan. Jadi suatu tantangan bagi generasi mendatag untuk mengungkap sejarah dan juga membuat sejarah. Bukan kebanyakan orang sekarang ini hanya mengikuti kemauan sejarah dan terombang ambing oleh sejarah atau menjadi buih-buih sejarah yang diombang-ambingkan ke sana dan ke sini, tanpa mempunyai fondasi sejarah yang kuat.
by Adeng Lukmantara