Senin, 11 Mei 2015

CIUNG WANARA, CERITA IDEAL UNTUK FILM KOLOSAL



Pengantar

Saya seorang pencinta Film Film Kolosal, terutama yang berkaitan dengan sejarah. Saya senang terhadap Film The Troy, Al Fatih, The Kingdom Of The Heaven, Asoka, Robin Hood dan lainnya, yang ada kaitannya dengan sejarah. Saya sebenarnya termasuk orang yang sangat sedih terhadap perfilman di negeri ini yang terjebak pada 2 tema saja, yaitu Percintaan dan Horor, meskipun sekarang sudah mulai ada tema tema lainnya, tetapi secara mainstream masih terjebak pada 2 tema tersebut. Seolah tidak ada tema lain, misal yang berbau kolosal terutama yang berkaitan dengan sejarah. Jika pun ada kebanyakan masih berbau tahayul.

Sebenarnya ada 2 kemungkinan, mengapa tema-tema kolosal terutama yang menyangkut sejarah tidak pernah diangkat ke dalam wacana atau tema perfilman di Indonesia. Kemungkinan yang pertama adalah masalah dana yang besar, disamping kemungkinan juga tidak laku di pasaran, dan yang kedua adalah memang sumber dari tema kolosal ini yang terbatas, karena sangat jarang para sutradara atau penulis kisah yang menguasai atau yang konsen terhadap sejarah.

Dengan demikian, meskipun tidak punya latar belakang ahli sejarah, tidak punya latar belakang perfilman, tetapi tidak salahnya, penulis menyajikan cerita berlatar belakang sejarah, dan kemungkinan bisa dijadikan sumber ide untuk membuat film kolosal, siapa tahu sekarang itu masyarakat justru menyenangi film film berbau kolosal, karena insan dan peminat perfilman indonesia, rupanya sedang ada peningkatan.

Karena itu Latar belakang Ciung Wanara, sangat cocok dibuat film kolosal seperti dalam film The Kingdom of The Heaven, karena ada 3 unsur pokokyang menarik dari cerita Ciung Wanara itu, yaitu: Perang beberapa kali (perang besar yang melibatkan pasukan besar sebanyak 3 kali), skandal percintaan & intrik intrik kekuasaan, serta menuntut hak. Karena itu jika dikemas dengan bagus maka hasilnya juga akan cukup menjanjikan.

Naskah ini bukan seperti “Mapatahan Ngojay ka meuri”, suatu peribahasa yang artinya bukan untuk mengajari bebek berenang. Bukan berarti mengajari orang yang sudah tahu. Tetapi sambil belajar tidak salahnya belajar menulis, siapa tahu ada orang yang mempunyai idealisme yang sama, dan mencari ide yang sama. Jadi kloplah, cerita ini bisa dikembangkan.


Sinopsis

Diawali dengan serangan besar besaran dan mendadak yang dilakukan oleh Rakeyan jambri / Sonjaya terhadap pamannya, Prabu Purbasora, sebagai balas dendam terhadap yang dilakukan sang paman, prabu Purbasora mengkudeta terhadap ayahnya, Prabu Sena, 7 tahun sebelumnya. Serangan itu dilakukan pada malam hari, dari 3 pasukan besar, yang masing masing dari kerajaan Sunda, kerajaan Medang, dan loyalis Prabu Sena yang ada di sekitar galuh, Rubuyut Sawal.

Kudeta berhasil, seluruh anggota keluarga Prabu Purbasora meninggal, kecuali patihnya, Bimaraksa, ia dan sedikit pasukannya mundur hingga suatu tempat dinamakan geger Sunteun.

Keberhasilan kudeta bukan berarti dengan mudah menjadi raja di negeri Galuh.  Rakeyan Jambri dipaksa untuk kompromi tentang siapa yang berkuasa di tanah Galuh. Dari hasil kompromi tersebut, disepakti bahwa yang memerintah Galuh adalah Prabu Permanadikusumah. Seorang yang taat beragama dan menyenangi hidup bertapa. Permana pada awalnya sudah menolak, tetapi karena hasil dari suatu kesepakatan. akirnya ia juga menyepakatinya.

Untuk menjaga kesetian Galuh, maka Rakeyan Jambri mengawinkan Permana dengan Dewi Pangrenyep putri dari patih sunda, patih Anggada. Jamri juga mengangkat anaknya, Pangeran temperan Barmawijaya menjadi patih diistana Galuh.

Karena usia yang masih belia, dan berasal dari daerah yang sama, terjadilah skandall percintaan Temperan barmawijaya dengan dewi pangrenyep. Dan hal ini juga mulai tercium oleh Sang Raja. Dan dengan intrik-intrik supaya raja bertapa, maka sang raja pun kemudian merencanakan untuk bertapa sementara, dan kekuasaan sementara di berikan pada sang Patih.  Dengan memamfaatkan kekuasaanya, kemudian sang temperan merencanakan untuk membunuh sang raja yang sudah menjadi resi tersebut. Setelah diundang ke istana untuk diminta penjelasan tentang mimpi 2 ratu Galuh, dan raja mengerti bahwa resi tersebut adalah rajanya, maka sang temperan memerintahkan pengawal untuk membunuh sang resi diperjalanan  kembali ke pertapaannya. dan Sang raja juga memerintahkan pengawal yang kedua untuk membunuh pasukan yang mebunuh sang resi. Jadi ada kesan bahwa sang Raja yang menyelamatkan sang resi.

Setelah mengetahui sang raja meninggal, maka Temperan Barmawijaya kemudian diangkat menjadi raja Galuh, dan kedua istri raja sebelumnya kemudian ia kawin. Tetapi sang raja tetap resah terhadap kehamilan dari Ratu Naganingrum. Karena ia tidak pernah menggaulinya, berarti anak yang dikandung oleh naganingrum merupakan anak Raja Permanadikusumah.

Karena itu Raja Temperan dan istrinya Pangrenyep merencanakan untuk menyingkirkan sang bayi yang akan dilahirkan oleh Naganingrum. dan akhirnya Sang bayi dibuang ke tepi sungai cutanduy, dan bayi Naganingrum diganti dengan bayi anjing. Karena itu Naganingrum juga kemudian diusirnya keluar dari istana.

Bayi yangdibuang kemudian diambil oleh kakeknya, Aki Balangantrang, untuk dibesarkan dan dididik menjadi seorang jawara. Maka terkenal lah sang jawara yang bernama Ciung wanara, yang memberi harapan banyak orang, yang membasmi ketidak adilan, dan kejahatan.

Ciung Wanara besar kemudian diberitahu oleh kakeknya bahwa ia adalah seorang pangeran putra raja sebelumnya, karena itu ia hharus menuntut haknya. Karena itu ia memamfaatkan pesta sabung ayam untuk menyerang ibukota galuh. Dengan pasukan besar yang berasal dari loyalis kakeknya yang ada di Galuh, pasukan yang ada di geger sunteun, dan juga pasukan dari kerajaan tritunggal di kuningan- saunggalah. Maka ia menyerang ibukota Galuh di siang bolong, dan akhirnya sang raja dan istrinya bisa ditangkap dan dipenjara. Tetapi sang raja dan istrinya Pangrenyep dibebaskan oleh pasukan yang dipimpin anaknya, Hariang Banga. 

Dalam pengejaran ke Medang Bumi Mataram, akhirnya sang raja dan dewi Pangrenyep terbunuh, dan Hariang Banga bisa meloloskan diri menuju kerajaan sunda.

Dengan terbunuhnya Sang raja, kemudian Ciung Wanara diangkat menjadi raja. Kematian Sang temperan barmawijaya terdengar hingga Medang Bumi mataram. rakeyan Jambri atau Sonjaya sangat marah mendengar anaknya meninggal. Maka  ia kemudian mengirim pasukan dari Medang Bumi Mataaram untuk menyerang Galuh. Ia juga meminta bantuan pasukan sunda yang dipimpin oleh Hariang banga menyerang Galuh. Maka terjadilaah perang besar antara pasukan Ciung Wanara di galuh dengan pasukan Medang Bumi Mataram yang dibantu pasukan Sunda.

Dan perang berkecamuk hingga berhari hari, hingga pasukan Ciung wanara mulai terdesak. Tetapi kemudian perang ini dapat dihentikan oleh tokoh gaaluh senior yang masih hidup, yaitu Mahguru Demunawan. Diusia yang 93 tahun tersebut, sang ahaguru turun gunung, dan mulai melakukan perundingan di istana galuh. Dimana ketiganya harus menghentikan peperangan, dengan pembagian wilayah sebagai berikut: Hariang banga memerintah di tanah Suunda, Ciung Wanara di tanah Galuh, dan Sonjaya / Rakeyan Jambri agar kembali ke Medang Bumi Maataram.

 Dan untuk mengikatnya, maka Ciung wanara dan Hariang Banga kemudian dinikahkan dengan cucu sang resi Demunawan. 

Demiakian akhir dari cerita Ciung Wanara, yang berkuasa di tanah Galuh selama 43 tahun. Dan kemudian di Galuh ia diganti oleh menantunya, Sang Guruminda. karena ia hanya mempunyai 7 anak wanita. Dan Sang Guruminda ini kemudian terkenal dalam cerita rakyat yang bernama cerita Lutung Kasarung (yang akan dibahas kemudian)............




NASKAH


BAB I GALUH TAHUN 723 M

Desas desus tentang pemberontakan yang dilakukan oleh Rakeyan Jambri telah tersebar di seantero negeri Galuh. Sehingga pasukan Galuh dipersiapkan untuk menyambut peperangan tersebut.

Rakeyan Jambri atau terkenal juga dengan nama Sonjaya adalah putra dari Prabu Sena atau Prabu Bratasenawa dari istrinya yang bernama Sanaha.  Prabu Sena atau Prabu Bratasenawa adalah raja Galuh ke-3 (yang berkuasa dari tahun 709 sampai tahun 716 M), yang menggantikan ayahnya, Prabu Mandiminyak (yang berkuasa dari tahun 702 hingga 709 M). Sedang Sanaha adalah anak dari Prabu Mandiminyak dari istrinya Parwati, putri dari Ratu Shima dari kalingga atau yang dikenal juga kerajaan Medang Bhumi Mataram. Dengan demikian, Prabu Senna dan Sanaha adalah perkawinan sedarah, beda ibu. Prabu Sena dikudeta oleh kakak seibunya, Prabu Purbasora pada tahun 716 M. Dan Prabu sena melarikan Diri ke kerajaan asal istrinya di Medang Bumi mataram, dan ia kemudian menjadi raja disana. Dan anak dari Prabu Senna, Rakeyan jambri kemudian pergi ke galuh untuk menuntut haknya sebagai raja Galuh terhadap Prabu Purbasora.

Raja Galuh waktu itu, Prabu Purbasora, sebenarnya tidak menginginkan perang saudara terjadi. Apalagi Rakeyan Jambri adalah keponakannya sendiri, putra dari adik seibunya, Prabu Sena. Tetapi apalah daya, Rakeyan Jambri telah begitu antusias untuk membalas dendam apa yang dilakukan oleh Prabu Purbasora terhadap ayahnya, Prabu Sena, mengkudeta dari tahta Galuh.

Prabu Purbasora merupakan anak pertama dari Danghyang Guru Sempak Waja (pendiri kabuyutan Galunggung) dan istrinya, Pwah Rababu. Sempak waja adalah anak pertama dari Wretikandayun, pendiri kerajaan Galuh. Sempak Waja tidak bisa jadi raja karena giginya ompong. Anak kedua Wretikandayun Jantaka juga tidak bisa jadi raja karena ia punya penyakit kemir (burut). Sehingga pengganti wretikandayun adalah putra bungsunya, yaitu Prabu Mandiminyak. Prabu Mandiminyak juga pada awalnya mendapat penolakan sebagai raja, karena skandal percintaannya dengan pwah rababu, istri dari kakaknya, sempak waja. Dari skandal percintaannya ini kemudian mendapat anak yang bernama Sena, yang artinya sang salah. Dan Senna inilah kemudian yang diangkat menjadi raja oleh ayahnya, Prabu Mandiminyak, menggantikan posisinya. Hal inilah yang mendapat reaksi dari Prabu Purbasora, karena ia merasa paling berhak atas tahta Galuh, disamping itu asal usul Raja Prabu Senna yang kurang baik telah menambah hasrat nya untuk merebut tahta Galuh dari Senna. Sehingga ia melakukan pemberontakan. Dan pada tahun 716 M, Prabu Purbasora  dapat menguasai Galuh, dan iapun diangkat menjadi raja Galuh yang ke-4. Prabu Senna terusir ke kerajaan istrinya, di kalingga/ Medang Bumi Mataram. Dan 7 tahun kemudian, anak Prabu Sena, Rakeyan Jambri atau Sonjaya yang sudah dewasa kemudian diutus untuk menuntut balas atas terusir ayahnya di Galuh.  Prabbu Senna sebagai raja kalingga diabadikan dalam Prasasti Canggal (732 M)

Prabu Purbasora sebenarnya tidak menyangka bahwa pemberontakan yang akan dilakukan oleh Rakeyan Jambri begitu rapihnya. Sehingga persiapan untuk penghadangannya juga tidak begitu serius.

Pada hari sebelum pemberontakan yang dilakukan rakeyan Jambri, Prabu Purbasora sebenarnya telah memanggil Sang Patih Bimaraksa untuk membahas tentang pemberontakan yang dilakukan oleh keponakannya, Rakeyan Jambri. Sang Raja dan Patih Bimaraksa tidak menyangka bahwa Rakeyan Jambri menyerang Galuh dengan tiba tiba di malam hari. Karena kebiasaan perang waktu itu, biasanya dilakukan berhadapan di siang hari, untuk memamerkan kekuatan masing masing.

Rakeyan Jambri semakin percaya diri, setelah ia diangkat menjadi raja Sunda yang ke-2 pada tahun 723 M, menggantikan kakek dari Istrinya. Setelah diangkat menjadi raja ia bergelar Prabu Harisdarma (dan setelah menguasai galuh iadikenal dengan nama Sonjaya). Prabu Sena merupakan teman baik raja Sunda, Prabu Tarusbawa. Sehingga kemudian anaknya, Rakeyan jambri dijodohkan dengan cucu dari raja Sunda tersebut, yang bernama Tejakaancana, yang merupakan pewaris tahta sunda, karena ayahnya yang meninggal ketika usia muda. Dengan status baru sebagai raja Sunda, Rakeyan jambri semakin diatas angin. Balas dendam terhadap Prabu Purbasora dari Galuh seolah mendapat jalannya sendiri. Ia kemudian merencanakan dengan matang proses penyerangan ke tanah galuh.

Di tempat lain, Rakeyan Jambri pada tahun 723 M, dikukuhkan menjadi raja sunda, menggantikan kakek istrinya, Prabu Tarusbawa, yang meninggal dunia. Setelah menjadi raja sunda kepercayaan dirinya semakin tinggi, sehingga pada tahun itu juga ia merencanakan untuk menyerang Galuh.

Ia memamfaatkan kebesaran tentara kerajaan sunda untuk menyerang ibukota Galuh.  Ia juga meminta bantuan pasukan dari Medang Bumi Mataram yang waktu itu diperintah oleh ayahnya, prabu Sena, atas nama ibunya Sanaha. Disamping itu ia juga mendapat bantuan dari sahabat dan loyalis ayahnya, Prabu Sena, di galuh, yaitu pasukan dari gunung sawal yang dipimpin oleh Rubuyut Sawal.

Jambri telah memperhitungkan pasukannya sedemikian rapi. Dari timur Rakeyan Jambri akan menyerang Galuh dari pasukan kerajaan Medang bumi mataram. Sedang dari wilayah barat dan utara,akan menyerang Galuh dari Pasukan Sunda yang dipimpin oleh patih Sunda kala itu, sekaligus paman dari istrinya, Patih Anggada. Dan Jambri juga memamfaatkan pasukan di sekitar Galuh, yang akan menjadi duri dalam daging pasukan galuh, yang dipimpin  oleh loyalis dan sahabat dari Prabu Sena (ayahnya) yang ada di galuh, penguasa gunung syawal yaitu Rubuyut Sawal.

Penyerangan terhadap Galuh dilakukan di malam hari, dengan serangan secara tiba tiba / serentak, dari 3 arah secara bersamaan. Sehingga pasukan Galuh seolah kaget dan kurang mengantispasi serangan tersebut. Benteng Galuh yang dijaga ketat dengan mudahnya dapat ditaklukan, sehingga dengan leluasa pasukan Jambri kemudian menyerang istana. Sehigga istana jebol dan dapat dikuasai hanya dalam satu malam.  Meskipun sang raja masih gagah berani melakukan perlawanan, tetapi kemudian  ia sendiri gugur di medan perang tersebut.

Sedang Sang patih, Bimaraksa, dengan gagah beraninya melakukan perlawanan. Tetapi pasukannya mulai terdesak, karena pasukan lawan yang begitu banyak. Dan Karena mendengar sang Raja sudah gugur, maka Sang Patih mulai berpikir, bahwa perlawanannya juga akan sia-sia jika tetap melawannya. Ia sebisa mungkin menyelamatkan keluarga istana yang masih selamat, dan mengamankannya ke tempat yang lebih aman. Ia sendiri perlahan-lahan mundur, karena pasukan Rakeyan Jambri begitu besarnya.

Patih Bimaraksa dan sebagaian pasukan kecil yang tersisa kemudian menyingkir ke daerah yang  dinamakan Geger Sunten. Karena istana sudah dikuasai dan raja meninggal, maka pasukan Jambri membiarkan pasukan Bimaraksa pergi tanpa pengejaran yang berarti.

Patih Bimaraksa dan pasukannya yang tersisa kemudian membangun padepokan di Geugeur Sunteun. Ia sendiri kemudian mengubah namanya dengan nama Aki Balangantrang, untuk menghilangkan jejak dari kejaran pasukan Rakeyan Jambri.

Padepokan geger sunteun ini, dikemudian hari akan merepotkan kekuasaan Rakeyan Jambri dan anaknya di galuh, Prabu Temperan Barmawijaya.

Bimaraksa adalah senapati Galuh dan menjadi patih pada masa raja Prabu Purbasora, Ia juga merupakan menantu dari Prabu Purbasora. Bimaraksa  merupakan cucu dari Wretikandayun, pendiri kerajaan Galuh. Ia merupakan anak dari Jantaka, anak nomor dua Wretikandayun. Ayahnya, Jantaka,  tidak bisa menjadi raja karena mempunyai penyakit kemir (burut), sehingga ia memilih menjadi resi di Denuh, dan terkenal dengan gelar Rahiyang Kidul. Bimaraksa adalah sebagian kecil dari pasukan Prabu Purbasora yang bisa meloloskan diri dari serangan mendadak itu.

Setelah berhasil menguasai tahta Galuh, Rakeyan Jambri , tidak serta merta bisa menguasai Galuh secara keseluruhan.  Ia belum bisa menyentuh kekuasaan kakeknya di Galunggung, ayah dari Prabu Purbasora, yaitu Mahaguru Sempak Waja. Kabuyutan Galunggung adalah wilayah suci otonom di kerajaan Galuh, yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap raja raja di Galuh dan sekitarnya (Kuningan, sunda, dan Saunggalah).  Sebagai daerah kekuasaan Agama, yang independen, kekuasaannya justru melampuai kekuasaan Galuh itu sendiri. Sehingga Rakeyan Jambri sangat sulit untuk menguasaianya, bahkan ia pernah dikalahkan oleh penguasa tritunggal andalan Sempak waja, di kuningan. Karena itu Rakeyan jambri kemudian melakukan kompromi dalam menentukan kekuasaan Galuh berikutnya. Karena ia sendiri kurang berminat menjadi penguasa di Galuh. Apalagi ia telah menjadi raja di kerajaan sunda.

Sempak Waja adalah mahaguru yang sangat dihormati. Ia adalah penguasa Kabuyutan Galunggung. Disamping, sebagai anak raja pertama Galuh, ia juga sebenarnya adalah pewaris tahta pertama dari Galuh. Tetapi  karena giginya ompong sehingga, kerajaan jatuh ke adik bungsunya, Prabu Mandiminyak. Yang nota bene adalah kakek dari Rakeyan jambri sendiri.
Dengan demikian posisi Sempak Waja begitu dihormati sekali, baik di tanah Galuh juga di tanah sunda, termasuk Medang Bumi Mataram. Prabu Sena, juga sangat menghormati beliau. Karena itu, Jambri seolah setengah hati dalam menghadapi Sempak Waja ini. Sehingga ia dikemudian hari melakukan kompromi dalam menentukan penguasa Galuh berikutnya. Pada awalnya Rakeyan Jambri meminta adi Prabu Purbasora yang menjadi raja Galuh. Tetapi hal ini ditolak oleh Sempak Waja.  

Dalam rangka kompromi tersebut, akhirnya Jambri menerima usulan cucu dari Purbasora yang akan menjadi raja di Galuh, yaitu Prabu Permanadikusumah,yang merupakan cucu dari Prabu Purbasora, yang masih hidup. Prabu Permanadikusumah juga dianggap merupakan refresentasi dari keluarga besar Wretikandayun, dimana turunan Sempak Waja dan Jantaka bersatu, karena istri Permanadikusumah, merupakan anak dari Ki Bimaraksa.

Permanadikusumah merupakan cucu dari Prabu Purnbasora. Istrinya, Naganingrum merupakan anak dari Bimaraksa (aki Balangantrang). Karena itu penunjukan Permanadikusumah dianggap sebagai hal yang tepat. Karena keduanya mewakili keluarga inti dari kerajaan Galuh. Dimana Purbasora merupakan anak dari Sempak Waja, sedang Bimaraksa adalah anak dari Jantaka. 


BAB II PRABU PERMANADIKUSUMAH

Penunjukan Permanadikusumah sebagai raja pada tahun 723 M adalah bentuk kompromi dari Rakeyan jambri dalam rangka menyejukan suasana Galuh, yang secara de fakto syah di kuasai oleh Jambri, tetapi masyarakatnya masih menunjukan sikap yang sinis terhadapnya. Disamping Jambri sendiri telah menjadi penguasa di negeri Sunda di Sundasambawa, menggantikan kakek mertuanya, jadi Jambri kurang berminat untuk menjadi raja di Galuh.

Permanadikusumah sejak kecil dikenal sebagai orang yang taat beragama. Ia sangat senang sekali bertapa, seolah kecenderungan menjadi seorang resi lebih dominan dariapada menjadi seorang Raja. Pada awlanya ia sendiri menolak menjadi raja. Tetapi karena restu dan dorongan dari buyut dan kakeknya, sehingga ia ma menerima sebagai raja Galuh.

Permanadikusumah diangkat sebagai raja galuh pada taun 723 M, oleh Rakeyan Jambri. Sebagai bentuk keseriusan dari Jambri terhadapnya, maka Jambri juga mengawinkan Permanadikusumah dengan salah seorang putri dari Patih Anggada dari kerajaan Sunda yang bernama Dewi Pangrenyep. Ia sendiri pada awalnya sudah punya istri, yang bernama Naganingrum, anak dari Patih Galuh, Bimaraksa.

Jambri adalah orang yang tahu bentuk dari kesetiaan, yang beranggapan bahwa tidak mungkin musuh atau keluarganya yang telah disingkirkan atau dibunuh akan dengan rela menerima apa yang telah diberikan kepadanya. Karena itu Jambri kemudian mengangkat anaknya, pangeran Temperan barmawijaya sebagai patihnya. Pengangkatan Temperan Barmawijaya menjadi patih beralasan bahwa Galuh harus diatur oleh orang yang mewakili dari 3 orang keturunan Wretikandayun. Jika sosok Permanadikusumah dianggap sebagai perwakilan dari turunan Sempak Waja dan Jantaka, maka Temperan Barmawijaya dianggap mewakili dari turunan Prabu Mandiminyak.

Temperan Barmawijaya atau terkenal juga dengan nama Rakeyan Panaraban adalah Putra dari Rakeyan Jambri dari istrinya Putri Tejakencana, cucu dari raja sunda pertama. Dalam cerita rakyat, Temperan Barmawijaya ini dinamakan Arya Kebonan. Rakeyan Jambri juga  menikah dengan putri dari Dewasinga Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, yang beranam putri Sudiwara, dan ia mempunyai anak yang diberi nama Rakai Panangkaran. Dari anaknya inilah kemudian menurunkan dinasti sonjaya, baik di kerajaan sunda maupun di Medang Bumi Mataram. Dari kerajaan Sunda, yang menjadi raja adalah keturunan dari Rakai Panaraban atau Prabu Tempeeran Barmawijaya, sedang dari Medang Bumi mataram adalah keturunan dari Rakai Panangkaran.

Temperan yang masih belia ini, kemudian menjadi duri dalam daging dalam kekuasaan Permanadikusumah ini. Disamping Permanadikusumah  sangat sulit untuk melakukan kebijakan-kebijakan yang mandiri, karena selalu diawasi oleh patihnya, juga tercium bau perselingkuhan antara Dewi Pangrenyep dan Sang Patih.

Prabu Temperan Barmawijaya sejak kecil sudah berteman dengan Dewi Pangrenyep Karena itu ketika sama sama tinggal di Galuh, seolah kenangan masa kecilnya tumbuh seiring dengan berlalunya waktu. Karena itu kemudian terjadi skandal percintaan antara Pengrenyep dengan temperan Barmawiajaya. Seolah skandal Cinta di istana Galuh terulang lagi,



Skandal Perselingkuhan dan Upaya penyingkiran Raja dari Istana

Permanadikusuma mempunyai 2 orang istri, yang pertama bernama Naganingrum, anak dari Bimaraksa. Dan yang kedua adalah Dewi Pangrenyep, putri dari patih Anggada, patih dari kerajaan Sunda.

Perkawinan Permanadikusumah dengan Pangrenyep adalah perkawinan politik. Dimana hal ini bertujuan untu kesetiaan raja Galuh  terhadap Jambri di kerajaan Sunda. Disamping itu untuk mata mata jika terjadi upaya upaya perlawanan terhadap Jambri, sedari awal bisa dideteksi. Hal ini juga sama dengan pengangkatan Temperan menjadi patihnya.

Perkawinan sang raja dengan Pangrenyep membawa masalah besar. Karena tidak didasarkan cinta lebih didasarkan kepentingan politik, membuat mereka tidak terlalu dekat secara emosional. Berbeda sikap Pangrenyep terhadap Temperan, karena berasal dari daerah yang sama, juga dibesarkan bersama, seolah kenangan masa lalu terkenang lagi, sehingga lambat laun terjadilah skandal perselingkuhan antara Pangrenyep dengan patihnya, Temperan Barmawijaya.

Perselingkuhan ini sebenarnya mulai tercium oleh sang raja, dan seolah sudah menjadi buah bibir dikalangan istana dan rakyat. Tetapi hal ini masih bisa ditutupi karena mereka bersaudara, saling sepupuan, dan juga dibesarkan bersama. Jadi kedekatan mereka seolah kedekatan saudara. Meskipun bau perselingkuhan sudah mulai dirasakan oleh sang raja.

Karena skandal ini mulai tercium oleh sang raja, dan sang raja karena dibesarkan  dalam moralitas agama yang tinggi, seolah ia ingin melepaskan tanggung jawabnya terhadap kekuasaan. Karena itu sang raja mulai merencanakan untuk bertapa, menghindari sementara dari kepenatan kekuasaan duniawi.

Dewi Pangrenyep adalah orang berperan dalam penyingkiran sang Raja. Satatusnya sebagai istri raja dimamfaatkan sedemikian rupa oleh Temperan untuk menyingkirkannya. Kegemaran Sang Raja untuk bertapa dibuat seolah atas kemauannya sendiri untuk menghindari kekuasaan.

Hal ini sangat dimamfaatkan oleh Temperan dan juga Dewi Pangrenyep, seolah mereka mendapat jalan  yang begitu besar. Ide untuk bertapa seolah mereka dukung dengan seksama. Bahwa sang raja memang harus bertapa untuk menghilangkan kepenatan dalam berkuasa, apalagi sang raja sangat menyenangi bertapa. Dengan berbagai cara dan upaya, bahwa ide bertapa itu merupakan suatu keharusan dari sang raja.

Dan Temperan yang dibantu oleh Pangrenyep berkata, bahwa sang raja jangan risau terhadap kerajaan, karena kerajaan akan tetap aman sejahtera dibawah kendali sang patih. Jadi jika sang raja sudah bertapa maka kekuasaan akan dikembalikan lagi kepada sang raja. Perkataan yang seolah berasal dari lubuk hati yang dalam, padahal ia sudah merencanakan, ketika sang Raja bertapa maka ia akan menghabisinya agar tidak kembali lagi.

Keinginan untuk bertapa kemudian diungkapkan dalam sidang istana, dimana sebelum itu sang raja mengungkapkan juga kepada orang kepercayaannya,seorang mentri yaitu Batara lengser. Sebenarnya Batara Lengser mengetahui maksud dan tujuan dari sang patih Temperan barmawijaya untuk mendukung sang raja bertapa itu, sebagai upaya untuk menyingkirkan sang Raja. Tapi Sang raja berkata bahwa kita tidak boleh berprasangka buruk terhadap orang. Tentu meskipun sang Batara Lengser berpendapat dan menasehati sang Raja, tetap saja Sang Raja tetap terhadap pendiriannya untuk bertapa. Hal tersebut diungkapkan juga oleh Naganingrum, istrinya, yang mulai curiga dan cemas terhadap upaya upaya penyingkiran sang raja. Naganingrum berkata: “ Paduka bagaimana nasib saya, jika paduka bertapa, bukan saya tidak percaya pada sang patih dan juga istri paduka, Dewi Pangrenyep. Tetapi saya hanya khawatir, bahwa ini merupakan rencana dari mereka berdua untuk menyingkirkan paduka.”

Kekhawatiran dari sang istri pertama, Naganingrum  dan juga batara lengser seolah ia nafikan. Dan ia berkata: “ Jangan khawatir adinda, saya hanya bertapa untuk sementara saja, dan hal ini memang harus saya lakukan, untuk meminta petunjuk dari sang maha kuasa. Karena saya juga sudah lama tidak pernah bertapa, beribadah pada sang maha kuasa. Dan kekuasaan saya serahkan dulu kepada sang Patih, temperan barmawijaya untuk mengurusi pemerintahan.

Setelah mengumpulkan pejabat istana, termasuk patih, mentri mentri dan kedua istrinya, bahwa ia akan berangkat untuk bertapa. Dan ia menyerahkan sementara tanggung jawab sebagai raja kepada Sang Patih. Dengan diiringi oleh cucuran air mata dari para mentrinya, kecuali patih temperan, Pangrenyep dan pendukungnya, yang pura pura ikut bersedih juga. Padahal dalam hati mereka sangat bahagia. Upaya penyingkiran sang raja, seolah mendapat jalan yang terbuka lebar.


Para Ratu Yang Bermimpi

Setelah Sang raja pergi bertapa, skandal perselingkuhan antara Sang Patih yang sekarang sudah menjadi raja sementara itu, dengan Dewi Pangrenyep begitu menjadi jadi, bahkan seolah mulai dipertontonkan ke khalayak ramai. Sehingga di kalangan istana dan juga masyarakat mulai menggunjingkannya.  Bahwa sang patih yang menjadi raja tidak bermoral dan lain sebagainya, sehingga sang temperan mulai gampang tersinggung. Dan siapapun yang menggunjingkannya akan diberi hukuman yang berat.

Tidak lama (beberapa bulan) setelah kepergian sang raja, Temperan Barmawijaya mendapat khabar dari Ratu Naganingrum dan juga Ratu Dewi Pangrenyep, bahwa suatu malam mereka berdua bermimpi kejatuhan bulan (bulan jatuh diatas mereka). Temperan yang kini sudah menjadi raja sementara tersebut mulai ketakutan, karena mimpi itu kaitannya bahwa keduanya akan mempunyai anak atau akan hamil / sedang hamil. 

Untuk meyakinkan mimpi mereka berdua tersebut, Sang Temperan kemudian menyuruh Sang mentri Uwa Batara Lengser, untuk mencari dan mengundang seorang pertapa untuk mempertanyakan hal tersebut. Dan Sang Uwa Batara Lengser menyarankan untuk mengundang Pertapa baru yang bernama Ajar Sukaresi, yang tiada lain Prabu Permana Dikusumah yang sedang menyamar.

Uwa Batara lengser yang mengetahui bahwa Pertapa Ajar Sukaresi adalah Sang Raja Permana dikusumah. Dan sang raja sendiri berkata kepada Uwa lengser, bahwa keberadaan dirinya jangan diberitahu kepada orang lain, ermasuk istri-istrinya juga. Rambut sang pertapa sudah begitu panjang, kumis dan janggutnya juga sudah menutupi sebagian wajahnya. Sehingga kecuali Uwa Batara lengser yang tahu, yang lainnya tidak mengenalnya.

Setelah sang resi datang, maka sang raja mulai mempertanyakan tentang mimpi yang aneh dari kedua ratu tersebut. Maka sang resi berkata "Kedua ratu mengharapkan seorang anak, Yang Mulia." Meskipun terkejut dengan jawabannya, Prabu Barma Wijaya masih bisa mengendalikan diri. Ia ingin mengetahui seberapa jauh pengetahuan sang  pertapa tersebut. Sang temperan kemudian  mengajukan pertanyaan lain. "Apakah mereka akan anak perempuan atau anak laki-laki?" Sang Resi berkata "Keduanya anak laki-laki, Yang Mulia."

Sang raja sementara itu mulai resah, dari apa yang diungkapkan oleh Sang resi tersebut. Ia mulai khawatir jika ramalan itu terjadi. Ia tidak terlalu khawatir terhadap kehamilan Dewi Pangrenyep, karena yakin bahwa anak yang dikandungnya merupakan anaknya, sedang yang dikandung oleh Naganingrum itu bayi siapa? Itu pertanyaan yang tidak habis pikir baginya, karena ia sendiri belum pernah menggaulinya. Dan Sang Temperan mulai yakin bahwa anak yang dikandung oleh Naganingrum adalah anak dari Permanadikusumah.

Sang Raja sementara juga mulai khawatir terhadap ramalan Sang resi terutama tentang perkataan dari Sang Resi  tersebut. Ia mulai ketakutan akan beredarnya khabar tentang kehamilan dua ratu tersebut. Apalagi ia mendapat bisikan dari salah seorang kepercayaannya, bahwa sang resi itu adalah Prabu Permanadikusumah.
Maka sang raja menyuruh orang kepercayaannya, untuk mengantarkan sang resi ke pertapaannya, dengan pesan nanti diperjalanan untuk dihabisi / dibunuh. Dan untuk menghapus jejak bahwa sang resi bukan dibunuh, maka ia mengirim pasukan kecil untuk membunuh, pasukan yang  mebunuh sang resi tersebut. Dan hal ini diketahui oleh Aki Balangantrang.

Dalam cerita rakyat Resi Ajar sukaresi atau terkenal juga dengan nama Bagawat sajala Jala. Ia melakukan pertapaan di gunung Padang, berdasarkan Naskah Carita parahiyangan  wilayah pertapaannya itu di Pamana Sunda (perbatasan Sunda) di Galuh barat di hutan tepi sungai Citarum.  LOkasi tersebut sekarang diperkirakan di situs Negara Padang , Gunung Padang di desa Rawabogo kecamatan Ciwidey, kabupaten Bandung.Dalam Carita parahiyangan diceritakan bahwa ada pendeta dibunuh tanpa dosa yang namanya Bagawat sajala jala, dan roh pendeta tersebut nitis pada Sang Manarah. 
Untuk membunuh sang resi tersebut banyak keris dan tombak yang tidak mempan terhadap sang resi. Tetapi karena bertubi tubi akhirnya sang resi juga cedera dan terbunuh. Setelah itu kemudian sang resi dibuang ke hutan, dan  konon berubah menjadi seeokor naga besar, yang disebut dengan Nagawiru. Dimana dicerita selanjutnya, Sang Naga ini menjadi tempat peng-erem-an ayam kepunyaan Ciung Wanara, dan setelah besar sang ayam dilombakan pada pesta sabung ayam di kerajaan Galuh, dan tidak ada yang mengalahkan.



Kedua Ratu Hamil

Untuk meyakinkan ramalan sang resi, maka Sang Temperan memanggil tabib atau dukun bayi untuk memeriksa tentang ramalan sang resi tersebut. Dan sang dukun menyatakan bahwa memang mereka berdua sedang hamil.

Dan terdengar khabar, bahwa sang resi yang meramal itu telah meninggal dirampok, dan diceritakan oleh Uwa Batara Lengser bahwa sang resi itu adalah Raja Prabu Permanadikusumah. Karena itu semakin kuatlah posisi temperan di kerajaan Galuh.  Karena sang raja sudah meninggal maka secara otomatis kekuasaan jatuh ke tangan Temperan.

Maka setelah mengetahui Sang raja meninggal, maka kalangan istana kemudian mengangkat Sang Temperan Barmawijaya menjadi raja Galuh, menggantikan Permanadikusumah. Karena Sang Raja meninggal, Raja baru tersebut kemudian mengawini kedua istri sang raja sebelumnya.  Dengan demikian sudah resmilah kedua istri raja tersebut menjadi istri sahnya.

Tetapi ia tetap khawatir tentang kehamilan dari Naganingrum, karena ia sebelumnya tidak pernah menggaulinya. Dan ia selalu terngiang ngiang akan mimpinya dia, bahwa sang bayi yang di kandung oleh Naganingrum berkata: “Barma Wijaya, Engkau telah melupakan banyak janjimu. Semakin banyak Anda melakukan hal-hal kejam, kekuasaan Anda akan semakin pendek.."

Dan rupanya kehamilan dari Naganingrum ini, telah menjadi isue penting dalam negeri Galuh. Seolah harapan baru dari masyarakat lahir kembali seiring dengan bayi yang dikandung oleh Naganingrum. Hal ini juga menimbulkan rasa resah sang raja temperan Barmawijaya. Karena itu ia mulai merencanakan upaya-upaya untuk menyingkirkan bayi yang dikandung Naganingrum jika lahir. Ia mulai berdiskusi dengan istri kesayaangaannya, Pangrenyep, dan juga mentri-mentri kepercayaannya upaya-upaya penyingkiran bayi Naganingrum jika lahir.

Di lain pihak Ratu Naganingrum juga mulai resah akan keadaan anaknya jika lahir. Kekhawatiran itu muncul bukan begitu saja muncul. Isue isue tentang penyingkiran atau pembunuhan sang bayi yang akan lahir mulai santernya.  Sang Raja melihat bahwa bayi yang dikandung Naganingrum merupakan ancaman terbesarnya.  Kekhawatiran tersebut mulai diutarakan Naganingrum ke orang kepercayaannya, sang mentri Uwa Batara Lengser. Sang Uwa di utus untuk menemui ayahnya, Sang Bimaraksa atau yang waktu itu terkenal dengan nama Aki Balangantrang, supaya dicari jalan pemecahannya untuk menyelamatkan sang bayi dari Bapak tirinya jika lahir.

Agar skenario penyingkiran tidak didahului sang raja dan juga Dewi pangrenyep, maka ada kesepakatan antara Aki balangantrang, dan Uwa batara lengser, dan juga Naganingrum, bahwa jika bayi dari Naganingrum lahir, maka bayinya akan diganti dengan bayi anjing, dan bayi yang lahir akan diletakan di sisi sungai Citanduy, dan akan diambil oleh Aki Balangantrang dan istrinya  di tepi sungai tersebut. Dan hal ini menjadi tanggung jawab Uwa batara Lengser, agar seolah olah memang bayi itu akan dibuang dan sang bayi akan diganti dengan bayi anjing. Dan aki Balangantrang mengingatkan kepada uwa Batara Lengser, agar tugas tugas tersebut harus dijalankan oleh orang kepercayaan Uwa batara Lengser, sehingga orang atau sang raja akan berpendapat bahwa kejadian itu benar benar terjadi dan tanpa rekayasa.

Uwa Batara lengser melalui orang kepercayaannya, menceritakan rencana penyingkiran bayi tersebut ke Dewi pangrenyep, dan sang ratu sangat setuju terhadap rencana tersebut. Dewi Pangrenyep tidak menyangka, bahwa semua itu adalah rekayasa Aki balangantrang dan juga Ua Batara Lengser.

Uwa Batara Lengser sangat percaya pada ungkapan Aki balangantrang bahwa “Segala sesuatu kejadian bukan tanpa sebab, karena itu sebelum orang lain merencanakan, maka kita harus mendahuluinya.”  Dan rencana Aki Balangantrang tersebut terlaksana dengan rapihnya.Untuk meyakinkan ramalan sang resi, maka Sang Temperan memanggil tabib atau dukun bayi untuk memeriksa tentang ramalan sang resi tersebut. Dan sang dukun menyatakan bahwa memang mereka berdua sedang hamil.

Dan terdengar khabar, bahwa sang resi yang meramal itu telah meninggal dirampok, dan diceritakan oleh Uwa Batara Lengser bahwa sang resi itu adalah Raja Prabu Permanadikusumah. Karena itu semakin kuatlah posisi temperan di kerajaan Galuh.  Karena sang raja sudah meninggal maka secara otomatis kekuasaan jatuh ke tangan Temperan.

Maka setelah mengetahui Sang raja meninggal, maka kalangan istana kemudian mengangkat Sang Temperan Barmawijaya menjadi raja Galuh, menggantikan Permanadikusumah. Karena Sang Raja meninggal, Raja baru tersebut kemudian mengawini kedua istri sang raja sebelumnya.  Dengan demikian sudah resmilah kedua istri raja tersebut menjadi istri sahnya.


Tetapi ia tetap khawatir tentang kehamilan dari Naganingrum, karena ia sebelumnya tidak pernah menggaulinya. Dan ia selalu terngiang ngiang akan mimpinya dia, bahwa sang bayi yang di kandung oleh Naganingrum berkata: “Barma Wijaya, Engkau telah melupakan banyak janjimu. Semakin banyak Anda melakukan hal-hal kejam, kekuasaan Anda akan semakin pendek.."

Dan rupanya kehamilan dari Naganingrum ini, telah menjadi isue penting dalam negeri Galuh. Seolah harapan baru dari masyarakat lahir kembali seiring dengan bayi yang dikandung oleh Naganingrum. Hal ini juga menimbulkan rasa resah sang raja temperan Barmawijaya. Karena itu ia mulai merencanakan upaya-upaya untuk menyingkirkan bayi yang dikandung Naganingrum jika lahir. Ia mulai berdiskusi dengan istri kesayaangaannya, Pangrenyep, dan juga mentri-mentri kepercayaannya upaya-upaya penyingkiran bayi Naganingrum jika lahir.

Di lain pihak Ratu Naganingrum juga mulai resah akan keadaan anaknya jika lahir. Kekhawatiran itu muncul bukan begitu saja muncul. Isue isue tentang penyingkiran atau pembunuhan sang bayi yang akan lahir mulai santernya.  Sang Raja melihat bahwa bayi yang dikandung Naganingrum merupakan ancaman terbesarnya.  Kekhawatiran tersebut mulai diutarakan Naganingrum ke orang kepercayaannya, sang mentri Uwa Batara Lengser. Sang Uwa di utus untuk menemui ayahnya, Sang Bimaraksa atau yang waktu itu terkenal dengan nama Aki Balangantrang, supaya dicari jalan pemecahannya untuk menyelamatkan sang bayi dari Bapak tirinya jika lahir.

Agar skenario penyingkiran tidak didahului sang raja dan juga Dewi pangrenyep, maka ada kesepakatan antara Aki balangantrang, dan Uwa batara lengser, dan juga Naganingrum, bahwa jika bayi dari Naganingrum lahir, maka bayinya akan diganti dengan bayi anjing, dan bayi yang lahir akan diletakan di sisi sungai Citanduy, dan akan diambil oleh Aki Balangantrang dan istrinya  di tepi sungai tersebut. Dan hal ini menjadi tanggung jawab Uwa batara Lengser, agar seolah olah memang bayi itu akan dibuang dan sang bayi akan diganti dengan bayi anjing. Dan aki Balangantrang mengingatkan kepada uwa Batara Lengser, agar tugas tugas tersebut harus dijalankan oleh orang kepercayaan Uwa batara Lengser, sehingga orang atau sang raja akan berpendapat bahwa kejadian itu benar benar terjadi dan tanpa rekayasa.

Uwa Batara lengser melalui orang kepercayaannya, menceritakan rencana penyingkiran bayi tersebut ke Dewi pangrenyep, dan sang ratu sangat setuju terhadap rencana tersebut. Dewi Pangrenyep tidak menyangka, bahwa semua itu adalah rekayasa Aki balangantrang dan juga Ua Batara Lengser.


Uwa Batara Lengser sangat percaya pada ungkapan Aki balangantrang bahwa “Segala sesuatu kejadian bukan tanpa sebab, karena itu sebelum orang lain merencanakan, maka kita harus mendahuluinya.”  Dan rencana Aki Balangantrang tersebut terlaksana dengan rapihnya.




BAB III CIUNG WANARA, HARAPAN BARU

Akan lahirnya bayi yang dikandung oleh Ratu Naganingrum mulai tersebar di seantero negeri.  Masyarakat seolah selalu menunggunya kelahiran yang dianggapnya akan menjadi sang penyelamat tersebut. Dan tibalah di hari kelahirannya. Dan skenario seperti diungkapkan diatas dilakukan dengan begitu rapihnya. Bayi yang baru lahir kemudian dikemas dan dibawa ke tepi sungai citanduy untuk dibuang, dan untuk mengelabui bahwa sang putri melahirkan, maka digantilah dengan anak anjing.

Aki Balangantrang dan diiringi oleh sedikit pasukannya menunggu di tepi sungai Citanduy. Dan untuk menghindari kecurigaan, ia bersembunyi di semak-semak. Dan tidak lama kemudian, datanglah pasukan dari Galuh dengan membawa seorang bayi yang masih mungil, dan mereka meletakannya di tepi sungai Citanduy. Dengan kode kode tertentu dari pasukan Galuh, akhirnya sang bayi diambil oleh Aki Balangantrang, untuk dipelihara dan dibesarkan di geger Sunteun

Isue tentang Ratu Naganingrum yang melahirkan seekor bayi anjing sedemikian cepatnya. Karena malu maka sang raja kemudian menyingkirkan Ratu Naganingrum ini ke luar istana dan dibuang ke hutan.

Disisi lain, Dewi Pangrenyep seolah sangat bahagia, rencana penyingkiran anak Naganingrum, sesuai dengan skenarionya. Dan tidak lama kemudian karena sudah hamil tua, ia juga melahirkan anak tidak lama setelah lahirnya anak dari Naganingrum.

Bayi yang dilahirkan oleh Ratu Pangrenyep itu adalah seorang laki-laki, yang dinamakan Kamarasa atau terkenal juga dengan nama Hariang Banga. Hariang Banga ini dikemudian hari akan menjadi raja Sunda yang ke-4.


Di bawah Asuhan Aki Balangantrang

Sang bayi yang diselamatkan dan diambil oleh Aki Ballangantrang dan istrinya, kemudian dipelihara dengan penuh kasih sayang. Apalagi secara garis turunan statusnya masih cucunya.

Nama bayi itu dinamakan  Suratoma atau kemudian terkenal dengan nama Sang Manarah Dan menjelang remaja  ia kemudian mengambil nama sandi Ciung Wanara, karena binatang peliharaan kesayangannya burung (manuk) Ciung dan Wanara atau monyet, yang selalu menemaninya.

Aki Balangantrang adalah seorang ahli kanuragan dan ahli strategi perang. Ia mendidik Sang Manarah dengan disiplin yang sangat ketat, sehingga menjelang remaja ia sudah terkenal menjadi seorang jawara.

Sang Manarah hingga menjelang remaja tidak pernah tahu tentang statusnya sebagai seorang pangeran atau anak raja. Aki Balangantrang tetap merahasiakan hingga suatu waktu yang dipandang perlu dan sudah dianggap dewasa dan mapan dalam berpikir baru ia memberitahukannya.

Sang manarah dan kakeknya sering ke ibukota, dan menyamar sebagai masyarakat biasa, meskipun secara fisik sudah kelihatan bahwa ia seorang pangeran. Tetapi masyarakat juga belum memperhatikan. Penyamaran dilakukan  karena demi keselamatan sang pangeran, dari prajurit istana Galuh. Sehingga Sang Manarah sangat menguasai tentang keadaan sekitar ibukota Galuh, sebelum mengatahui posisinya sebagai pangeran dari Galuh.


Aki Balangantrang Mulai Menceritakan Status sang Pangeran

Pada suatu hari, aki balangatrang mengajak berkumpul dengan Sang manarah, yang ditemani oleh istrinya, dan juga anak buahnya. Aki Balangantrang mulai menceritakan tentang posisi dirinya, Sang Manarah, dan hubungan kekeluargaannya. Aki Balangantang juga menceritakan riwayat tentang kehidupan Sang Manarah dari bayi hingga menjelang dewasa, dan idealismenya untuk merebut lagi kekuasaan Galuh dari tangan ayah tirinya, Prabu Temperan Barmawijaya.

Anaku Suratoma kamu itu adalah anak dari Prabu Adimulya Permanadikusumah, raja dari kerajaan Galuh, dan cicit dari Prabu Purbasora, Raja Galuh sebelumnya. Kamu adalah seorang pangeran, pewaris tahta kerajaan Galuh. Ayahnmu disingkirkan dan kemudian di bunuh oleh raja sekarang, yang tiada lain adalah ayah tirimu. Kakek buyutmu, Prabu purbasora sebelumnya juga di rebut kekuasaannya, dan terbunuh dalam peristiwa kudeta pada tahun 732 M, oleh ayahnya raja sekarang, Prabu Sonjaya Rakeyan Jambri. Aki disini tidak memposisikan bahwa kamu harus balas dendam, karena balas dendam adalah ciri ciri orang yang rendah. Tetapi berbicara hak, bahwa kamu adalah sang pangeran yang berhak atas tahta Galuh.”

Dan setelah itu aki Balangantarng menyuruh Sang Manarah untuk pergi ke ibukota (dayeuh) untuk meyelidiki tentang kemungkinan-kemungkinan untuk meyerangnya. Dan Aki Balangantrang selalu menyarankan untuk selalu memakai nama Ciung Wanara dalam pengembaraanya. Dan aki Balangantrang mempersilakahkan Ciung Wanara untuk memperkenalkan diri sebagai seorang pangeran Galuh yang berhak atas tahta Galuh.


Ciung Wanara Di Mata masyarakat

Nama Ciung Wanara telah begitu lengket dengan telinga di masyarakat Galuh saking terkenalnya. Ia dikenal sebagai seorang jawara tiada tanding yang baru turun dari gunung. Ia sangat menyenangi membantu orang kesusahan, dan sangat benci terhadap ketidakadilan. Sehingga dalam perjalanan pengembaraannya, ia dengan ringan tangannya membantu masyarakat yang membutuhkannya. Dan selalu ikut serta dalam menyingkirkan orang orang yang dianggap jahat.

Berita pemuda yang bernama Ciung Wanara yang sering Membantu masyarakat lemah dan membasmi kejahatan atau segala sesuatu yang dianggap menindas terhadap rakyat, mulai tersebar di seantero tanah Galuh. Meskipun mereka belum mengetahui statusnya sebagai pangeran kerajaan Galuh.

Harapan yang telah hilang, karena berbagai penindasan dan tindak kejahatan, seolah muncul lagi di kalangan masyarakat galuh, sehingga kedatangan Ciung Wanara selalu disambut bak seorang pahlawan sang pemberi harapan. Masyarakat yang sudah mulai muak dengan ketidakadilan dan penindasan mulai mendapat harapan baru, dari keberadaan Ciung Wanara ini.

Keberadaan Ciung Wanara mulai terdengar oleh kalangan istana. Di istana sangat beragam dalam menanggapi tentang khabar Ciung wanara ini. Ada yang menganggap bahwa kedatangan Ciung Wanara seolah mendapat harapan baru, mereka kadang sudah muak dengan kemunafikan yang dilakukann selama ini. Mereka mendambakan idelaisme Galuh, sebagai suatu kerajaan yang berlandaskaan agama, dan dibangun dari kerajaan agama.

Tetapi dari kebanyakan mereka mulai mengkhawatirkan tentang keberadaan posisinya di tanah Galuh terutama dari kalanga loyalis Prabu Temperan dan anaknya Hariang Banga. Mereka mengusulkan kepada Sang Raja untuk menghabisi keberadaan Ciung Wanara tersebut. Menurut mereka sebelum berkembang menjadi besar, alangkah baiknya jika langsung saja dihabisi keberadaannya. Bahkan kalau perlu diserang tempat berasalnya, di geger sunteun



BAB IV. PEMBERONTAKAN 

Pada tahun 732 M Rakeyan Jambri diangkat menjadi Raja di Medang Bumi Mataram, menggantikan ayahnya, Prabu Senna yang meninggal. Karena letaknya sangat jauh, maka kekuasaan kerajaan Sunda, ia berikan kepada anaknya, Prabu Temperan Barmawijaya. Karena itu Temperan Barmawijaya posisinya semakin kuat, sebagai raja Galuh dan juga Raja Sunda.

Rakeyan Jambri menjadi raja di Kalingga Utara (Medang Bumi Mataram / mataram kuno), pada tahun 732 M,  setelah mendapat tahta dari ayahnya, Senna. Jadi sekarang Jambri telah menjadi penguasa 3 kerajaan, yaitu kerajaan Sunda, kerajaan Galuh dan Kerajaan Medang Bumi Mataram. Tetapi kemudian ia memerintah di Medang Bumi Mataram, dan sunda Galuh ia berikan pada anaknya, dari Putri Tejakencana, Prabu Temperan Barmawijaya. Atau terkenal juga dengan nama Rakeyan Panaraban. Rakeyan Jambri juga menikah dengan putri dari Dewasinga Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, yang beranam putri Sudiwara, dan ia mempunyai anak yang diberi nama Rakai Panangkaran. Dari anaknya inilah kemudian menurunkan dinasti sonjaya, baik di kerajaan sunda maupun di Medang Bumi Mataram. Dari kerajaan Sunda, yang menjadi raja adalah keturunan dari Rakai Panaraban atau Prabu Tempeeran Barmawijaya, sedang dari Medang Bumi mataram adalah keturunan dari Rakai Panangkaran.

Di tempat lain Pendukung Ciung Wanara dari hari ke hari tambah kian banyak. Hal ini sangat meresahkan kalangan istana Galuh, termasuk Sang Raja.  Ciung Wanara kedatangannya selalu dielu-elukan oleh masyarakat Galuh. Disamping di geger sunteun, Ciung Wanara mendapat dukungan dari kabuyutan Galunggung, asal moyangnya, Sempak Waja, yangwaktu itu telah tiada.  Dan mulai  mendapat simpati dari Saunggalah, kabuyutan dari ua kakek buyutnya, meskipun secara implisit ia tidak mendukung secara terang terangan. Dan ia mendapat dukungan penuh dari tritunggal penguasa Saunggalah dan Kuningan.

Atas saran dari Aki Balangantrang, Ciung Wanara minta ijin untuk menghadap raja ke istana, untuk menuntut haknya sebagai raja di tanah galuh. Jika tidak diberikan maka atas saran dari Aki Balangantrang, mereka akan melakukan pemberontakan untuk mendapatkan haknya.

Pada awalnya sang Raja, Prabu Temperan enggan mengijinkan Ciung wanara meghadap ke istana, tetapi kemudian ia megijinkan juga. Ciung Wanara mulai menceritakan kedatangannya ke istana, bahwa ia menuntut haknya atas keraajaan Galuh. Dari kakeknya, Prabu Purbasora, dan ayahnya, Prabu Permana dikusumah.

Sang Raja, Prabu Temperan, seolah-olah merindukan kedatangan dari Sang manarah, bahkan ia menawarkan tempat supaya hidup di istana. Tentang haknya sebagai raja galuh, Prabu Temperan, mengatakan bahwa hak raja ada di tangan anaknya, Hariang Banga, yang sudah dikukuhkan sebagai putra mahkota. Menurut sang raja, ia  bukan tidak mau menyerahkan kekuasaan kerajaan Galuh  ke Sang manarah, tetapi putra mahkota sudah ditetapkan.  Dan Sang raja menyarankan kepada sang manarah, untuk menjadi patih jika Hariang Banga menjadi raja.

Tentu hal ini ditolak mentah mentah oleh Sang Manarah, ia tetap menuntut haknya, supaya tahta Galuh diberikan kepadanya, karena yang berhak menjadi raja adalah dia. Karena itu, ia mengungkapkan, bahwa ia akan melakukan perlawanan terhadap raja, untuk menuntut haknya tersebut. 

Mendapat kelakuan dari Ciung Wanara, para mentri, yang kebanyakan loyalis dari sang raja, sangat marah. Mereka mau menghentikan ciung Wanara, tetapi oleh Sang Raja dicegah, dan dibiarkan pergi. Menurutnya tidak baik, di istana membunuh anak tirinya sendiri. Sang raja merencanakan bahwa sang manarah akan dibunuh dalam perjalanan. Tetapi hal ini telah diantisifasi oleh sang Manarah, sehingga ia dapat meloloskan diri.

Sesuai dengan janjinya, bahwa ia akan melakukan pemberontakan untuk meminta haknya. Maka ia kemudian kembali ke geger sunteun untuk mulai melakukan penyerangan terhadap istana Galuh.

Atas saran dari Aki Balangantrang, ia disarankan untuk mulai menyusun kekuatan dengan serius, dengan menguhubungi kaum loyalis dari kakeknya, Prabu Purbasora, dan jga loyalis bapaknya, Prabu Permana dikusumah. Terutama pasukan dari kerajaan galunggung, Saunggalah dan Denuh. Meskipun tidak didukung secara de fakto oleh pengusa Saungggalah , Prabu Resiguru Demunawan, karena keengganannya dalam politik, tetapi masyarakatnya termasuk pendukung utama dari Ciung Wanara.

Tidak terlalu sulit untuk mengumpulkan pasukan, karena masyarakat sudah jenuh terhadap penguaasa Galuh yang tiran. Setelah pasukan terkumpul, dan dikonsentrasikan di geger Sunteun, padepokan kakeknya, AkiBalangantrang. Sang manarah oleh kakeknya tersebut disarankan untuk mencari momen yang tepat untuk meyerang Galuh tersebut.

Menyebar Mata mata dan menentukan kapan penyerangan di mulai

Disamping menyelidiki sendiri dengan menyamar sebagai rakyat biasa, Ciung Wanara juga menyebar mata mata di sekitar istana Galuh.  Ia menyelidiki dan memperhatikan keadaan istana untuk mencari momen yang tepat untuk menyerang. Karena jika peperangan dilakukan secara terbuka, ada kemungkinan  bahwa pasukannya akan kalah, atau jikapun menang, maka korban akan sangat banyak.

Karena itu untuk menghindari banyak korban dan agar serangan efektif, maka momen momen tertentu mulai dikaji keuntungan dan kerugiannya. Setidaknya konsentrasi pasukan tentara Galuh terpecah. Karena setelah Ciung Wanara berencana akan memberontak, maka seluruh pasukan istana mulai disiagakan di seluruh penjuru negeri. Sehingga sangat sulit jika dilakukan penyerangan  pada kondisi pasukan musuh sedang dalam siaga.

Dan Ciung wanara mulai mendapat ide, bahwa ada pesta tahunan yang dilakukan di kerajaan Galuh, yaitu pesta sabung ayam. Pesta sabung ayam, merupakan pesta tahunan yang dilakukan oleh kalangan istana. Sabung ayam seolah menjadi wajib, dan seolah menguras konsentrasi pasukan galuh. Karena dalam pesta sabung ayam ini, seluruh masyarakat ikut serta dan juga pasukan seolah konsentrasinya pecah, karena kadang antar pasukan mempunyai pendapat yang berbeda, sehingga kadang menimbulkan perpecahan bahkan perkelahian, karena dukung mendukung diantara sesama prajurit


Pasukan Galuh

Desas desus tentang akan ada serangan dari Ciung Wanara, membuat Sang Raja, Prabu Temperan mulai menmpatkan pasukannya di berbagai sudut ibukota, dalam keadaan siaga penuh. Meskipun sedang ada pesta sabung ayam, tetapi pasukan kerajaan tetap ditempatkan dalam posisi siaga, terutama di tempat tempat yang strategis. Prabu Temperan tidak mau kecolongan sedikitpun dan juga membuat kesalahan yang akan mengakibatkan hal yang fatal. Karena itu dengan alasan pesta sabung ayam pun pasukan kerajaan disuruh tetap bersiaga.

Prabu temperan sebenarnya sudah membuat skenario, jika ada serangan ketika pesta sabung ayam ini. Hal ini terbukti, ketika usaha-usaha penyelamatan dari pasukannya ketika pesta sabung ayam diserang.


Penyerangan di tengah pesta Sabung Ayam.

Setelah mendapat hari baik dalam penyerangan terhadap istana Galuh, yaitu di musim pesta sabung ayam (pada tahun 739 M). Istana Galuh akan diserang dari berbagai mata arah angin, dari timur  pasukan berasal dari padepokan Geger Sunten  dibawah pimpinan Ki Balangantrang, dan loyalis Ciung Wanara lainnyya dari Galunggung dan Saunggalah akan menyerang dari arah utara dan barat.

Sedang Ciung Wanara  akan mengikuti pesta  Sabung ayam. Mereka berpura-pura menyamar sebagai peserta sabung ayam. Dan jika selesai maka mereka akan menyerang raja dan para bangsawan lainnya di palagan tersebut.

Ciung Wanara memamfaatkan ahli persenjataan, seorang pandai besi istana yang memihak nya, yang beranam Ki Anjali,  Sehingga persenjataan sudah dipersiapkan ketika proses penyerangan terjadi. Sebelumnya juga pasukan dari Ciung Wanara telah mengrim senjata dan disimpan ditempat-tempat yang mendukung pemberontakan Ciung Wanara. Sehingga praktis ketika masuk ke ibukota para pasukan Ciung wanara hanya membawa ayam masing masing 1 ekor. Sehingga terkesan mereka sebagai peserta dari tanding adu ayam tersebut.

Mereka sepakat, bahwa serangan akan dilakukan secara mendadak / tiba tiba, setelah diberi kode oleh Ciung Wanara setelah pesta sabung ayam selesai atau sedang dalam puncaknya. Dengan kode-kode yang sudah ditentukan, bahwa penyerangan akan dilakukan ketika pesta sabung ayam lagi mencapai puncaknya. Setelah pesta sabung ayam selesai, maka serangan mulai dilakukan, sehingga  menimbulkan kekacauan. Dan peperanganpun terjadi. Meskipun, tentara sudah disebar dan dalam keadaan siaga. Prabu Temperan kurang memperhitungkan serangan dari berbagai arah, dan serangan mendadak dari pasukan Ciung Wanara yang menyamar dan ikut serta dari pesta sabung ayan.

Perang terjadi sangat dasyat di sekitar palagan sabung ayam. Pasukan Galuh dipimpin oleh putra mahkota, Hariang Banga, pada awalnya dapat mempertahankan kerajaannya. Tetapi  mulai terdesak, dan sang raja, Prabu temperan dan istrinya dapat ditahan di dalam penjara jeruji besi oleh pasukan Ciung Wanara, 

Pasukan yang dipimpin oleh Aki Balangantrang juga mengalami kesuksesan besar. Istana mulai dapat ditaklukan. Sehingga secara de fakto istana dan juga sang raja dapat taklukan dan dapat ditahan. dan praktis sebelum malam istana galuh dapat ditaklukan, dan pasukan Hariang Banga mulai mundur. Dan dimalam hari  sang raja, Prabu temperan dapat dibebaskan oleh Hariang Banga.

Tetapi pasukan hariang banga  kemudian dikejar-kejar, dan sang raja dan dewi pangrenyep  yang dibebaskannya justru terbunuh dalam pengejaran tersebut. Dan Hariang Banga bisa meloloskan diri ke kerajaan Sunda.

Jadi secara praktis kerajaan Galuh dapat ditaklukan oleh pasukan Ciung Wanara  dalam tempo 2 hari. Dan setelah istana jatuh maka waktu itu juga Ciung wanara dinobatkan sebagai raja galuh. Sehingga Galuh hari itu juga mempunyai raja baru.



BAB VI  RAJA GALUH YANG BARU

Setelah istana jatuh dan mempunyai raja baru, sang manarah tidak serta merta aman  dari musuh. Justru mendapat lawan baru yang sangat besar. Rakeyan Jambri atau Prabu Sonjaya ayah dari Prabu Temperan. Peristiwa kematian Temperan, terdengar hingga bumi mataram. Mendengar putranya, Tamperan meninggal, Jambri / Sanjaya sangat marah.   

Jambri waktu itu sedang di Medang Bumi Mataram mulai mempersiapkan pasukan besar dari Medang untuk menyerang galuh. Jambri akan menyerang Galuh dengan 4 kekuatan besar. Pasukan satu bernama Tomarasakti dipimpin oleh Sanjaya; pasukan 2 bernama Samberjiwa dipimpin oleh Rakai Panangkaran (putra sanjaya), pasukan 3 bernama Bairawamamuk dipimpin oleh Panglima Jagat Bairawa, pasukan 4 bernama Batarakroda, dipimpin oleh Langlang Sebrang.   
  
Galuh seolah dalam ancaman besar. Disamping itu Hariang banga juga mempersiapkan pasukan dari kerajaan Sunda untuk menyerang Galuh. Dengan demikian Galuh akan diserang dalam 2 kerajaan besar, 
  
Sang Manarah telah mempperhitungkan kemungkinan tersebut dan mengerahkan seluruh pasukan galuh ke perbatasan. Dua keturunan Wretikandayun sudah saling berhadapan, masing masing mengerahkan angkatan perangnya. Akhirnya gotrayudha (perang saudara) yang sangat dasyat pecah kembali. 

Perang berlangsung beberapa hari tetapi belum menunjukan siapa yang kalah dan siapa yang mmenang. Perang saudara satu keturunan Wretikandayun  meletus, dan pasukan Manarah mulai terdesak.

Tetapi kemudian peperangan itu dapat dihentikan  atas prakarsa  rajaresi Demunawan, yang waktu itu berusia 93 tahun. Akhirnya resiguru Demunawan dengan pengiringnya barisan pendeta turun gunung dari saunggalah menuju Palagan (medan perang) galuh. Dengan wibawanya yang besar sebagai tokoh tertua galuh yang masih hidup. Resiguru demunawan berhasil menghentikan pertempuran sehingga terjadi gencatan senjata

Perundingan gencatan senjata  digelar di keraton Galuh pada tahun 739 M. Kesepakatanpun tercapai: Galuh harus diserahkan kepada Sang Manarah, dan Sunda kepada Rahiyang Banga (cucu Sanjaya), dan Sanjaya memimpin Medang Mataram.

Dengan demikian Sunda Galuh yang selama tahun 723-739 M, merupakan satu kekuasaan terpecah kembali. Untuk menjaga agar tak terjadi perseturuan, Manarah dan Banga kemudian dinikahkan  dengan kedua cicit Demunawan. Manarah menikah dengan Kencana wangi dan Banga menikah dengan Kancana sari. Kedua putri tersebut adalah cicit  resigru demunawan, putrinya Prabu Kretananggala (raja saunggalah) dan patih Tambawesi. Dengan perjodohan ini, maka berbaurlah darah sunda, galuh dan saunggalah.


PENUTUP

Dengan diadakan perjanjian damai yang diprakarsai oleh Resiguru Demunawan. Akhirnya perseturuan sedarah akhirnya dapat diakhiri, dengan keputusan sebagai berikut:


  •  Kerajaan sunda dirajai oleh Sang banga atau Kamarasa dengan gelar Prabu Kretabuana yasawiguna Ajimulya. Dengan batas negara dari sungai citarum ke barat.


  • Kerajaan Galuh dirajai oleh Suratoma dengan gelar Prabu Jayaperkosa mandaleswara Salakabuana


 Dan selanjutnya Sunda dan galuh bagaikan kerajaan kembar, yang kadang dalam saatu kekuasaan dan kadang terpisah, dan akhirnya terlebur menjadi kerajaan sunda.


Sang Manarah atau Prabu  Suratama atau Prabu Jaya Perkosa Mandaleswara Salakabuwana, Ia memerintah Galuh selama 44 tahun (dari tahun 739-783 M),  dengan wilayah antara Banyumas (Sungai Cipamali) di Timur hingga Sungai Citarum di sebelah barat.


(lanjut)


(By Adeng Lukmantara )

(Cerita ini mungkin bukan menunjukan cerita yang sepenuhnya benar, cerita ini hanya menyimpulkan dari berbagai kisah, dongeng rakyat, dan sumber dari beberapa naskah, dan analisa sendiri yang mungkin sangat cocok untuk cerita film kolosal yang sangat jarang di Indonesia, tentu dengan banyak koreksi)