Jumat, 10 Januari 2014

MEMBANGKITKAN LAGI KEMAUAN (NGABANGKITKEUN DEUI KAHAYANG)

   
Orang tua siabah dari dulu selalu menasehatinya, "Jang lamun hirup teh kudu loba kahayang (Nak kalau hidup itu harus banyak kemauan). Masalah berhasil atau tidak berhasil itu merupakan urusan lain, Mungkin karena kurang yakin terhadap kahayang (kemauan) sendiri atau karena kurang sabar atau kurang tekun dalam menggapai kemauan ini sehingga tidak berhasil. Yang penting dari semua itu berarti kita telah mencoba melakukan hal tersebut."
     Kemauan atau kahayang siabah itu sangat banyak, tetapi yang paling diidamkan oleh siabah bukan harta yang banyak ataupun kedudukan yang mumpuni. Tetapi siabah hanya ingin melakukan perubahan pola pikir kaumnya atau kalau lebih luasnya bangsa ini agar lebih baik. Siabah tidak merasa puas dengan keadaan ekonomi yang mungkin cukup untuk diri dan keluarganya, sedang masayarakat banyak dibiarkan menderita, karena memang sengaja disingkirkan atau istilah orang iinteleknya "dimarjinalkan" dengan dihilangkannya akses-akses menuju perbaikan, atau memang mau tidak mau termarjinal (terpinggirkan  dengan sendirinya) karena intelektual, pola pikir dan kemampuan ekonomi yang terbatas atau melarat.
     Tujuan negara dibangun sesungguhnya untuk membangun masyarakat adil dan makmur atau masyarakat yang sejahtera. Tetapi hal itu merupakan tulisan diatas kertas yang dibaca tiap minggu ketika upacara atau upacara besar, yang mungkin setiap orang sudah bosan untuk mendengarkannya. Realitasnya kekuasaan demi kekuasaan hanya mengikuti tradisi-tradisi kekuasaan pendahulunya tanpa perubahan pola pikir, bahwa sesungguhnya kita membangun negara itu untuk kemakmuran masyarakat.
     Jika melihat sejarah, karena negara ini dibangun di bekas jajahan yang sama (hindia Belanda), maka bersatunya masyarakat Indonesia ini sebenarnya lebih disebabkan oleh penderitaan yang sama, bukan oleh suatu cita-cita besar membangun bangsa besar atau membangun masyarakat yang makmur. Hanya sgelintir orang idealis yang mencita-citakan bangsa ini menjadi bangsa yang besar, masyarakatnya yang adil dan makmur, yang ia tuangkan dalam mukadimah dan Undang-undang. Itupun dalam sejarahnya yang membuat undang-undang tersebut banyak yang dipenjara oleh penguasa selanjutnya yang lebih pragmatis. Orang-orang idealis pencetus undang-undang dasar yang mulia banyak yang dipenjara dan disingkirkan, karena perbedaan politis. Itulah perjalanan sejarah, pada realitasnya yang benarpun kadang tidak banyak mendapat tempat.
      Siabah dalam hal ini tidak akan berbicara tentang sejarah, tetapi siabah hanya ingin mengajak kepada rekan-rekan terpelajar atau para penguasa negeri ini agar memulai membangun pola pikir baru dari sama menderita ke arah membangun bangsa yang lebih bermartabat ke depan. Meskipun kita membangga-banggakan negeri sendiri sebagai negeri bermartabat, negeri yang kaya. Kita harus banyak membandingkan dengan negara lain. Sebagai misalnya, mengapa gaji profesional kita di negeri yang kata orang sebagai negeri kaya justru lebih besar dari gaji pembantu negeri tetangga seberang.. Dari pendapatan saja kita masih kalah oleh para pembantu, jadi dimana cita-cita anak bangsa ini, diamana 'kaharayang:' yang sebenarnya dari anak bangsa ini. Dari hal tersebut diatas saja sudah membuktikan bahwa sesungguhnya bangsa ini disi oleh penguasa-penguasa yang tidak punya kahayang (kemauan) untuk membangun bangsanya semartabat dengan bangsa yang sudah makmur, minimal sama dengan negeri JIran, setidaknya dari segi penghasilan.

By Adeng Lukmantara
(foto. bersama ibu, lokasi di Cipanas Cileungsing Buahdua Sumedang)

JANGAN AJARKAN CERITA KERAJAAN SINGOSARI DI PELAJARAN SEKOLAH NASIONAL

    “Jangan ajarkan cerita kerajaan singosari dalam pelajaran nasional, biarkan cerita itu diajarjan di daerahnya saja,” Demikian siabah berkomentar tentang pelajaran sejarah yang banyak membahas tentang kerajaan tersebut. Siabah menambahkan:” mending tiap daerah mencoba menggali sejarahnya sendiri yang sangat kaya, yang banyak dilupakan oleh kaum intelektual daerahnya, sehingga jiwa mengekor menjadi bagian dari karakter hidupnya, karena tidak bangga terhadap sejarahnya sendiri.
     Dalam sejarah singosari sangat erat kaitannya dengan intrik kudeta, merebut istri orang, dan saling bunuh membunuh antara keturunan yang berbeda. Dalam cerita,  Ken Arok mengkudeta Tunggul Ametung, dan merebut istrinya,  Ken Dedes. Setelah Ken Arok meninggal, kekuasaannya jatuh ke putranya, tetapi kemudian dibunuh oleh putra dari turunan Tunggul Ametung. Dibunuh lagi oleh turunan Ken Arok dan dibunuh lagi oleh turunan Tunggul Ametung.
     Jika cerita Singosari itu diceritakan di daerahnya (jawa timur) maka hal itu tidak menjadi masalah karena itu merupakan bagian dari sejarahnya. Tapi apa hubungannya cerita tersebut jika diceritakan dalam buku sejarah secara nasional. Tidak ada korelasi yang jelas, dengan tujuan bangsa yang hendak dicapai. Karena jika diajarkan terus maka politik bumi hangus, politik balas dendam akan menjadi bagian sejarah indonesia ke depan, karena ada pembenaran sejarah.
     Para sejarawan daerah harusnya mulai kritis. Misalnya sejarawan aceh, mulailah membuat sejarah yang komprehensif tentang aceh, yang kaya akan hasil intelekttualnya dan juga pengaruhnya yang luas. Dalam sejarah aceh sangat berpengaruh terhadap masuknya islam di negeri nusantara termasuk indonesia sekarang ini, Bahkan jawa berada di bawah pengaruhnya. Para wali kebanyakan ada kaitannya dengan aceh ini. Contoh lain adalah kerajaan banjar, yang dulu menguasai kalimantan selatan, ka;imantan tengah dan sebagaian kalimantan timur dan barat.  Mereka mempunyai raja-raja yang heroik. Demikian juga kerajaan kutai, kerajaan pertama di indonesia. Juga kerajaan Sunda/ Pajajaran yang sumber sejarahnya juga sangat kuat.
       Cerita Singosari diceritakan karena ada kaitannya degan Majapahit yang dianggap sebagai awal dari cerita indonesia, untuk memberi kesan bahwa indonesia sekarang ini telah disatukan oleh majapahit. Hal ini juga sangat keliru. Indonesia adalah wilayah ex. Jajahan belanda yang dulu disebut dengan hindia belanda. Jadi tidak ada keterkaitan antara Majapahit dan Indonesia. Sejarah Majapahit sengaja direkayasa untuk membuat suatu pembenaran bahwa indonesia sudah dibangaun sejak dulu. Padahal negara indonesia sekarang ini adalah seluruhnya bekas jajahan belanda (hindia belanda)
      Pembenaran bukan berarti kebenaran. Pembenaran dilakukan biasanya dalam hubungannya dengan kekuasaan dan pengaruh. Bagaimana suatu bangsa itu supaya kokoh maka biasanya dibuat mitos-mitos yang jauh dari sejarah yang sebenarnya. Sejarah majapahit dan singosari memang ada, tetapi tidak sesignifikan kekuasaan Hindia Belanda,
     Kembali lagi ke dalam cerita singosari, jika diajarkan secara nasional, maka secara psikologi kita mengajarkan pada politik pembenaran dan politik bumi hangus atau politik balas dendam yang sangat kental dalam sejarah ke-indonesiaan,
     Harusnya ke depan kaum sejarawan lebih arif dalam membuat pelajaran sejarah. Jangan membuat kita dibuai oleh ajaran yang justru sebenarnya sangat kontradiktif dengan cita-cita bangsa Indnesia modern. Harusnya kita berpatokan pada “ikut mencerdaskan bangsa”, dengan suatu kajian sejarah yang sebenarnya dan sangat kaya, jangan terjerumus pada budaya mencari pembenaran.
    Banyak cerita sejarah yang mungkin bisa ditampilkan. Dan bukan hanya itu, yang tidak kalah pentingnya adalah menceritakan juga tentang hasil karya yang diaabangun oleh pelaku sejarah tersebut. Jika hubungannya dengan intelektual, hingga kini di indonesia tidak pernah mengalahkan karya-karya dari kerajaan aceh. Dan secara arsitektural mungkin perlu dikaji lagi daerah mana yang dominan. Tetapi dari peneuan-penemuan candi, kerjaan-kerajaan di jawa tengahlah yang sangat dominan dlam segi arsitektural. Dibidang kemiliteran banyak yang harus diungkapkan: kerajaan majapahit, kerajaan mataram, kerajaan sunda, kerajaan sriwijaya, kerajaan banten dan lainnya.

    Jadi kesimpulannya, kita harus arif dalam memandang sejarah, daripada menceritakan perebutan wanita, saling bunuh membunuh antara keturunan, maka seyogyannya kaum sejarawan mulai berpikir yang lebh cerdas dalam membuat cerita dalam pelajaran sejarah Indonesia yang beragam. Harus lebih mengarah kepada hasil karya, baik hasil karya tulisan, maupun karya-karya arsitektural, dan tetap mengkaji yang sebenarnya pengaruh kekuasaannya.