Oleh
Adeng Lukmantara
Peminat Studi Peradaban Sunda dan Islam
Asal Hariang Sumedang Jawa Barat
pengantar
Adeng Lukmantara
Peminat Studi Peradaban Sunda dan Islam
Asal Hariang Sumedang Jawa Barat
pengantar
Transformasi dari bahasa lisan ke bahasa tulisan menurut para ahli peradaban adalah awal satu bangsa menuju peradabannya yang modern. Tanpa suatu langkah transformasi ini maka selamanya bangsa itu akan terjebak pada zaman tradisional atau mungkin bisa disebut juga dengan istilah pra peradaban.
Konon untuk menjadi negara yang
maju yang mandiri harus adanya kesinambungan sejarah. Yaitu suatu komunikasi
antara tradisonalisme bangsa itu sendiri dengan kemodernan. Dan komunikasi ini
hanya terjalin oleh buku, baik buku buku satra atau sejarah peradaban bangsa
itu sendri. Jadi buku merupakan alat komunikasi era tradisonalisme dengan
kemodernan.
Dan untuk meraih peradaban yang
lebih maju, tentu tidak boleh berangkat dari nol ke nol, tetapi harus memulai
dari upaya generasi sebelumnya. Sehingga nantinya tahap demi tahap peradaban
dapat dimula dari titik teratas yang dilalui oleh generasi sebelumnya.
Dan untuk memulai hal tersebut
diatas, tulisan atau buku merupakan jembatan penghubung peradaban. Karena itu
tulisan ini yang merupakan ringkasan
dari tokoh tokoh seblumnya dan karya karyanya yang mereka tulis, mudah mudahan
merupakan salah satu dari jembatan jembatan peradaban menuju kemodernan. Karena sangat sayang, yang mereka tulis geberasi
kita menyianyiakannya. Dan nasib merekapun mungkin sama dengan nasib kita ke
depan. Yaitu tidak ada penghargaan dari generasi ke generasi. Sehingga
selamanya bangsa ini akan terjebak pada rintisan dari nol ke nol. Seolah sulit
untuk menginjak pada tingkatan berikutnya yang lebih tinggi.
Dibawah ini adalah ringkasan
rwayat hidup dan karyanya dari sastrawan dan penulis sejarah sunda klasik, era
kolonial, hingga era Kemerdekaan (Abad 20 M).
BAB
I ABAD 17 M
1.. Pangeran Wangsa Kerta
Pangeran
wangsa kerta dari cirebon merupakan orang indonesia pertama
yang menyususn sejarah Nusantara yang lengkap. Karena terlalu
lengkap dan juga ilmiyah sehingga sampai sekarang oeh masyarakat indonesia
karyanya masih diragukan.Karya Wangsakerta mulai diperkenalkan oleh 3 penulis
dan sejarawan sunda, yaitu Ayatrohaedi, Saleh Danasasmita dan Yoseph Iskandar
pada tahun 1980-an
Pangeran
Wangsakerta adalah anak ketiga Panembahan Girilaya (w. 1662 M) dari
Cirebon. Sedang Panembahan Girilaya merupakan cucu dari Sunan Gunung
jati dan menggantikan kakeknya sebagai raja Cirebon, karena ayahnya sendiri
telah meninggal. Pangeran Girilaya menikah dengan putri Mataram, dan mempunyai
3 orang anak, yaitu Pangeran Martawijaya, yang kemudian dikenal
dengan Sultan Sepuh 1, yang menurunkan para penguasa di Kasepuhan.
Anaknya yang kedua, yang bernama Pangeran Kartawijaya, yang kemudian menjadi
sultan Anom 1, dan kemudian menjadi leluhur para sultan Kanoman. Dan ketiga yaitu
Pangeran Wangsakerta, yang tidak mempunyai wilayah kekuasaan dan membantu
kakanya sultan Sepuh.
Pangeran
wangsakerta dikenal kutubuku, Jilid terakhir dari karya utamanya yang berjudul
Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara, kitab tentang kerajaan-kerajaan di
Nusantara”, jilid terakhir merupakan daftar pustaka yang menyebut tidak kurang
dari 1700 judul naskah.
BAB
II ABAD 18 M
1.. Pangeran Arya Cirebon (w. 1723 M)
Pangeran
arya Cirebon, Ia menulis naskah “Carita Purwaka Caruban Nagari yang
ditulis pada tahun 1720 .Carita Purwaka Caruban nagari ini mulai
diterbitkan tahun 1972.
Pangeran
arya Cirebon atau Pangeran Adiwijaya merupakan putra bungsu sultan
kasepuhan pertama. Dan merupakan kemenakan dari Pangeran wangsakerta. Dalam
percaturan sejarah tatar sunda , nama Pangeran Arya Cirebon cukup
dikenal karena sejak tahu 1706 ia ditunjuk oleh VOC menjadi
Opzichter para bupati di priangan.
Buku
karyanya dinilai memeiliki kadar kesejarahan yang cukup tinggi,
karena menyebut sumber penulisnya. Dan diakhir tulisannya ia menyebut, bahwa
tulisannya disusun berdasarkan naskah Pustaka Nagara Kretabhumi
karya Pangeran wangsakerta.
2.. Wangsamanggala
Ia
merupakan demang cirebon yang menulis buku Pustaka Pakungwati
Cirebon (1779 M), yang ia tulis bersama Tirta
Manggala Demang Cirebon Girang.
BAB III ANTARA ABAD 19 HINGGA PERTENGAHAN ABAD 20 M (ERA KOLONIAL)
1..
R.H. MUHAMMAD MUSA (1822- 1886 M), SEORANG ULAMA DAN SALAH SEORANG SASTRAWAN SUNDA TERBESAR DI
ERA KOLONIAL
Raden
haji Muhammad Musa adalah salah seorang sastrawan Sunda terbesar di era
kolonial (selain P.H.H. Mustapa). Ia seorang menak (bangsawan) Sunda yang Lahir
di Garut. Ayahnya adalah Patih kabu[peten Limbangan (kabupaten Garut sekarang).
Pendidiakannya diraih di pesantren, Sejak masih kecil ia telah dibawa oleh
ayahnya pergi ke Mekah untuk menunaikan
haji. Karena ia lahir di kalangan menak, maka perjalanan ke arah
kepamongprajaan terbuka lebar.
Pada
usia 30 tahun (1852) ia diangkat menjadi mantri gudang yang mengursui soal
garam. Pada masa itu garam merupakan kebutuhan pentng dalam kehidupan
masyarakat, sehingga dsistribusinya harus diatur oleh pemerintah. Karena
pengetahuan agamanya yang mumpuni, Tiga tahun kemudian (1655) ia diangkat
menjadi penghulu besar (Oofd –Penghulu) kabupaten Limbangan. Penghulu adalah
jabatan dalam bidang keagamaan yang
mengurusi hal hal yang berkitan dengan kegiatan kegamaan, seperti kelahiran,
kematian, dan da wah, Penghulu besar adalah penghulu tingkat kabupaten.
Dalam
perjalanan hidupnua, ia mempunyai ksempatan untu berkenalan dan kemudian
bersahabat dengan K F Holle seorang Belanda yang sejak tahun tahun 1856
bertempat tinggal di Cikajang, daerah kabupaten Limbangan bagina selatan. K F
Holle diangkat menjadi administrateur sebuah perkebunan teh swasta di Cikajang.
Enam tahun kemudian (1862) ia membuka perkebunan teh sendiri di lereng utara
gunung Cikuray, masih daerah kabupaten Lmbangan, yang diberinama perkebunan teh
Waspada.
K
F Holle adalah seorang yang menaruh perhatian besar terhadap kebudayaan Sunda.
Sehingga antara RH Muhammad Musa dan KF Holle terjalin hubungan yang intensif
dan sangat erat. K F Hole bahkan mengontrak rumah di dekat rumah RH Muhammad
Musa di kota Garut. Ia sering berdiskusi dengan RH Muhammad Musa baik dai
rumahnya amaupun sebalknya.
Persahabatannya
demikian kental. Mereka satu sama lan mengambil mamfaat dari pengetahuan masing
masing. KF Holle banyak belajar tenyang kebudayaan Sunda dari RH Muhammad, Dan
RH Muhammad juga belajar tentang kebudayyan dan bahasa dari KF Hole. Karena itu
cara berpikir RH Muhammad tercermin dari karya karyanya yang lebih rasional
dari pengarang pengarang sastra sunda di zamannya.
Pada
10 Agustus 1886, ia meninggal dunia di Bogor pada usia 64 rtahun., setelah
menderita sakit dan endapat perawatan beberapa waktu laamnya. A dirawawat di
Bogor atas saran dari K F Holle yang kemudian menetap di Bogor. Rh Musa menjaba
penghulu besar di kabupaten Lmbangan hingga akhir hayatnya.
Dalam
bidang sastra Muhammad Musa dipandang sebagai pelopor sastrawan sunda pada
paruh kedua abad ke-19 M. Karya karyanya dala bentuk wwacan (11 judul) dan
prosa (33 judul). Baik dalam bahasa sunda maupun sudah diterjemahkan ke dalam
bahasa melayu (indonesia), banyak diterbitkan pemerintah kolnial pada waktu
itu. Dan wawacan panji wulung merupakan salah satu karyany yang cukup populer
waktu itu.
Kedekatannya
dengan pemerinah hindia belanda, Muhammad Musa sepat memperoleh medali emas. Ia
juga banyak mengusahakan buku bacaan berbahasa sunda. Dan pada zaman kolonial
sedikitnya ia telah menerbitkan 14 judul buku.
Diantara
karya sastra RH Muhammad Musa, yaitu:
- Wawacan Raja Sudibya (1862)
- Wawacan Wulang Krama (1862)
- Wawacan Dongeng Dongeng (1862)
- Wawacan Wulang Tani (1862)
- Carita Abdurahman jeung Abdurrahim (1863)
- Wawacan Seca Nala (1863)
- Ali Muhtar (1864)
- Elmu Nyawah (1864)
- WawacanWulang Murid (1865)
- Wawacan Wulang Guru (1865)
- Dongeng Dongeng Nu Araneh (1866)
- Dongeng Dongeng Pieunteungeun (1867)
- Wawacan Panji Wulung (terbit tahun 1871)
- Wawacan lapah Sekar (1872)
- Santri Gagal (1881)
2.. HAJI HASAN MUSTOPA
(1852-1930 M), SEORANG ULAMA DAN TOKOH SASTRA SUNDA TERBESAR DI ERA KOLONIAL
Haji
Hasan Mustopa merupakan seorang ulama
besar di tanah sunda dan juga sastrawan
sunda / pujangga terbesar di era kolonial, yang banyak menulis dangding dan
wawacan. Sekitar tahun 1900-an, ia sempat menulis lebih dari 10.000 bait
danding (guguritan) yang kualitas literenya dianggap bermutu tinggi. Selain itu
iapun banyak menulis anekdot dan prosa. Ia pernah menjadi penghulu besar di
Aceh (1893-1895 ) dan Bandung
(1895-1918).
Hasan
Mustopa lahir di Cikajang Garut pada 5 Juni 1852. Ia merupakan keturunan menak
(bangsawan Sunda). Ayahnya bernama Sastramanggala (setelah haji namanya menjadi
Haji Usman), merupakan camat perkebunan. Pada usia 7 tahun, ia di bawa ayahnya
naik haji ke Mekah. Setelah kembali ia kemudian melanjutkan pendidikannya di
beberapa pesantren (KH Hasan Basri, Kiara Koneng Garut; KH Yahya (Garut); Kiai
Abdul Hasan (Tanjungsari Sumedang); Kiai Muhammad (Cibunut Garut); Muhammad
Ijra’i, dan lain lain. . Dan pada usia 17 tahun, ia pergi lagi ke mekah dan
bermukim disana selam 10 tahun. Dimekah ia berguru kepada antara lain: Syekh
Muhammad, Syekh Abdul Hamid Dagastani (Sarawani), Syekh Ali Rahbani, Syekh Umar
Syami, Syekh Mustafa Al Afifi, Sayid Abu Bakar al Sathahasbullah, Syekh Nawawi
Albantani, Abdullah al Zawawi, dan lain lain. Pada waktu itu, Hasan Mustafa
sendiri sudah mnegajar di Mekah.
Ketika
di Mekah ia berkenalan dengan Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, ahli sejarah
Belanda.
Pada
tahun 1885, di Garut terjadi pertikaian paham antara golongan tua dengan kaum
pembaharu, sehingga haji Muhammad Musa yang waktu itu menjadi penghulu besar di
kabupaten Limbangan (Garut sekarang) mengirim orang untuk menjemput pulang Haji
Hasan Mustapa ke daerahnya dari Mekah. Ia memenuhi panggilan itu dan berhasil
memadamkan pertikaian paham tersebut. Lalu ia mendirikan pesantren di Sindangbarang,
Garut.
Pada
tahun 1893, ada lowongan jabatan penghulu besar di Aceh. Atas saran Hurgronye
ia diusulkan untuk mengisi jabatan itu. Haji Hasan Mustapa bersedia memangku
jabatan tersebut, dengan syarat jilka ada lowongan di daerah priangan maka ia
harus dikembalikan ke daerahnya. Dan setelah menjabat sebagai penghulu besar di
Aceh selama dua setengah tahun, maka pada tahun 1895, ia dipindahkan dan
diangkat menjadi penghulu besar di Bandung hingga pensiun (1918).
Kebesaran
dari Haji Hasan Mustopa baru disebut
sebut pada tahun 1950-an oleh Ajip
Rosidi, yang selnjutnya memicu para peneliti untuk mendalaminya.
Hasan
Mustopa menggunakan danding untuk mengepresikan pemikiran, dan renungannya
tentang ajaran Islam, tasauf, kebudayaan sunda dan kehidupan sehari hari.
Danding adalah jenis puisi klasik yang dikenal dalam kesusastraan sunda klasik
sebagai tulisan berpola dan melodis Penggunaan istilah danding dipilih karena
pengucapannya yang terdengar melodis. Jadi tidak hanya tulisan yang puitis,
tetapi naskah danding biasanya ditembangkan (dinyanyikan).
Diantara
danding karya Haji Hasan Mustopa antara lain: Dandang Gula “Manis manis
Panuding sari”, yang mengungkap silsilahnya; Jung indung Turun Ngalayung,
terdapat gambaran trntng biografinya; Pangkur “ Pangkurangna nya Hidayat”, tentang
biografinya terutama pengalamannya yang berkenaan dengan haji dan pengalmannya
di Mekah; Puyuh ngungkung dina Kurung; Hariring nu Hudang Geuring; Dumuk Suluk
Tilas Tepus; Sinom Pamak Nonoman; Kinanti Kulu Kulu; Sinom Barangtaning rasa; Sinom Wawarian; Asmarandana nu Kami; Dangdanggula Sirna Rasa, dan lain lain.
Tahun
1965 Haji Hasan Mustaopa mendapat penghargaan dari gubernur Jawa barat, dan
pada tahun 1977 Presiden RI memberikan anugrah seni kepadanya sebagai sastrawan
daerah sunda.
Diantara
karya Haji Hasan Mustopa, yaitu:
- Kasful Sarair Fihakikati Aceh wa Fidir (Buku Rahasia Sebetulnya Aceh dan Fidi). Buku ini ditulis dalam bahasa Melayu ketika ia menjabat sebagai Penghulu besar di Aceh. Naskah buku ini masih tersimpan di perpustkaan Leiden.
- Injazu’l Wa’d fi ithfa-l-r-Ra’d (Membalas kontansekalian membekap guntur menyambar). Merupakan buku bantahan bahwa ia bukan pengikut madzhab Wihdatul Wujud. Ia menulis lebih dari 10.000 danding yang dianggap mutunya tinggi oleh para pengkritik sastra, yang umumnya membahas tentang suluk. Metafora yang sering digunakan dalam hubunganya antara tuhan dan manusia, seperti ungkapan pohon aren dan caruluk (bahan aren) menyebabkan sebagian ulama menuduhnya pengikut aliran Wihdatul wujud. Karena itu ia kemudian mebuat tulisan bantahan terhadap tuduhan ini. Buku ini ditulis dalam bahasa Arab, yang salah satu salinan naskahnya masih tersimpan di perpustkaan Universita Leiden.
- Bab Adat adat Urang Priangan jeung Sunda Lianna ti Eta (Bab adat adat Orang Priangan dan Suanda selain dari itu). Yang ditulis pada tahun 1913.
- Esai tentang suku sunda , diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesiadan belanda (1977)
- Leuk Jadi Patelaan Adatna Jalma Jalma di Pasundan (1916)
- Pakumpulan Atawa Susuratanana Antara Juragan Haji Hasan Mustapa sareng Kiai Kurdi (1925)
- Buku Pangapungan (Hadis Mikraj (1928))
- Syekh Nurjaman (1958)
3.. R. KANDURUAN KARTINAGARA
(1835- ), PENGARANG SEJARAH SUKAPURA
(DAERAH TASIKMALAYA SEKARANG)
Ia
berasal dari keluarga bangsawan (menak) sunda dari birokrat maupun dari
kegamaan, Lelhurnya Syekh Abdul Muhyi, merupakan ulama besar penyebar Islam di
daerah priangan timur.
Ayaahnya
bernama Rden Haji Abdulwajah dan ibunya Nyai Raden Kombara. Ia lahir di daerah
Sukapura (tasikmalaya sekarang). Pendidikannya tidak diketahui, kemungkinan
besar di raihnya dipesantren. Dan ajuga mendapat jalan bagi memasuki
kepamongprajaan, Ia pernah menjadi wedana Manonjaya, yang berada di wilayah
Sukapura. Sepanjang abad ke-19 Manonjaya
menjadi ibukota kabupaten Sukapura.
Setelah
berhaji ia mempunyai nama lain yaitu Haji Abdullah Saleh. Dan setelah naik haji
dan pensiun dari wedana, ia mengarang buku sejarah Sukapura. Sejak memasuki
abad ke -20 di kalangan masyarakat Sukapura, ia lebih dikenal dengan nama Eyang
Galonggong, Eyang berati kakek dan Galonggong berarti Galunggung, yang
merupakan sebutan untuk daerah Sukapura,
suatu sebutan untuk orang yang dpertua dan dihormati disamping tempat bertanya
dalam berbagai permsalahan kehidupan.. Karena di masa tuanya Raden Kanduruan
Kartinagara menjadi guru tarekat Qadariyah Naqsynbandiyah, yang kegiatannya di
laksanakan di Masjid Manonjaya,
4.. MEMED SASTRAHADIPRAWIRA
(1897-1932 M), ORANG SUNDA PERTAMA YANG MENYUSUN DAFTAR NASKAH SUNDA
Raden
Memed Sastrahadiprawira merupakan sastrawan sunda dan orang sunda pertama yang
menyusun daftar naskah Sunda yang ada di Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en
Wetenschapen (Masyarakat Batavia Pecinta Seni dan Ilmu Pengetahuan).
Ia
lahir di Manonjaya pada 18 Maret 1897, dan meninggal di Bandung pada 5 Juli
1932. Bakat kepengarangannya terlihat sejak sekolah HIS di Ciamis (lulus tahun
1913 M)., kemudian sakola menak (OSVIA) di Bandung (lulus tahun 1919). Setelah
itu ia diangkat menjadi kandidat ambtenar di Ciranjang, ianjur, kemudian
menjadi matri polisi di Bandung (1922), dan pada tahun 1925 menjadi camat di
Bojongloa, Bandung.
Meski
sebgi pamongpraja, minat dan perhatian terhadap bahasa dan sastra sunda sangat
besar. Ia aktif mengadakan ceramah bahasa sunda, menulis artikel bahasa sunda
dalam surat kabar dan majalah berbahasa sunda. Pada tahun 1922 ia juga menjabat
sebagai redaktur majalah obor. Pada tahun 1929 bekerjanya pindah le Bale
Pustaka di Jakarta menjadi pembantu ahli bahasa, dan tugasnya yang perama
adalah mempelajari kepustakaan Sunda yang berupa naskah naskah di Museum Pusat
Jakarta.
Diantara
karya sastranya:
- Wawacan Enden Sari Banon, yang ia tulis di tahun 1923
- Wawacan Sejarah Tanah Jawa. Ditulis tahun 1923,dn diterbitkan oleh toko buku M.I Prawirawinata di Bandung
- Mantri Jero, ditulis tahun 1926
- Lalakon Ekalaya. Yang merupakan sempalan dari Mahabarata, Ditulis tahun 1928
- Pangeran Kornel (1930)
5.. RA SUKMANDARA, PENULIS
PRAGMEN SEJARAH GALUH
RA
Sukmandara atau RA Natadireja adalah seorang jaksa di kabupaten Galuh Yang
mengarang prsgmen “Sejarah Galuh” pada tahun 1819 M,
6,, RA SURYALAGA, PENULIS SEJARAH
SUMEDANG
Seorang
bangsawan (menak) Sumedang yang pernah
menjadi bupati di bogor, Karawang, Kandanghaur dan Sukapura. Ia mengarang
“Sejarah Sumedang” antara tahun 1814-1946 M
7.. RADEN RANGGA SASTRANAGARA,
PENULIS SEJARAH BANDUNG
Raden
Rangga Sastranagara atau Raden Haji Muhammad Gajali, seorang menak atau
bangsawan Bandung yang pernah menjadi mantri pulisi dan kumetir besar kebun
kopi di Bandung, serta berkelana ke Talaga (majalengka), tanah arab. Maluku.
Ia menyusun “Sejarah Bandung” melengkapi
karya tulis R, Jayakusumah,
BAB II CENDIKIAWAN SUNDA ERA KEMERDEKAAN- SEKARANG
1.,ATJA
(1929-1991 M), KURATOR DAN AHLI NASKAH
SUNDA KUNO
Drs. Atja adalah salah seorang
kurator dan ahli naskah sejarah sunda Kuno. Ia lahir di Sumedang pada 12 Mei
1929 dan meninggal di Jakarta pada 21 April 1991.Gelar sarjana ia raih dari
fakultas sastra UI.
Atja pernah menjabat sebagai
Kepala Museum Negeri Jawa Barat dan Kepala Bidang Permuseuman dan Kepurbakalaan
Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Barat.
Ketika di era tahun 1970-an,
tentang khabar adanya naskah naskah Pangeran Wangsa Kerta dari Cirebon, yang
berisikan tentang sejarah sunda dan juga sejarah nusantara yang sangat berharga,
Atja, ketika masih menjabat kepala Museum dan Kabid permuseuman dan
kepurbaklaan, berupaya untuk mencar naskah naskah tersebut. Dan ia mendapatkan
sekitar 50 naskah yang ditulis dalam kertas daluang dengan menggunakan aksara
dan bahasa Jawa, serta mengandung lima seri karangan yang memaparkan sejarah
sunda, pulau jawa, dan nusantara sejak masa prasejarah hingga abad ke-17 M.
Penemuan ini merupakan penemuan
revolusioner dalam sumber sejarah sunda dan Nusantara. Karena terlalu lengkap
maka isinya dianggap kontroversial, karena kelengkapannya dan juga sangat
ilmiyah.
Diantara karya karya Atja, yaitu:
·
Carita Parahiyangan: Naskah Titilar Karuhun Urang
Sunda, Yayasan Kebudayaan Nusalarang, Bandung 1968
2.. SALEH DANASASMITA
(1933-1986 M), SEJARAWAN SUNDA, SALAH SEORANG FILOLOG YANG MAMPU MEMBACA NASKH
SUNDA KUNO
Saleh
danasasmita adalah seorang sejarawan, sastrawan, redaktur dan budayawan sunda.
Tetapi perhatiannya lebih besar terhadap sejarah sunda. Ia termasuk sejarawan sunda terkemuka, dan
salah satu dari sangat sedikit filolog yang mampu membaca naskah naskah sunda.
Ia
lahir di Sumedang pada 27 Juni 1933, dan meninggal di Bogor pada 8 Agustus 1986
pada usia 53 tahun. Ia sempat menjadi guru di bogor mulai dari SMP, kemudian
SMA dan SPG. Pernah menjadi anggota DPRD kodya Bogor (1964-1967), Pernah menjadi kepala seksi kebudayaan
Kandepdikbud Bogor (1975-1984), menjadi kepala seksi Tenaga Teknis Bidang
Muskala Kanwil Depdikbud Jawa Barat (1984-1986), Pada tahun 1957 bersama
sastrawan snda lainnya mendirkna majalah mangle, dan ia enjadi sallah seorang
redakturnya. Dari tahun 1961 hingg 1963 , Ia mempin Majalah Baranangsiang yang
terbit di Bogor.
Meskipun
secara formal adalah lulusan IKIP Bandung ekstension Bogor, tetapi kebanyakan
ilmunya ia pelajari secara otodidak, seperti pengetahuannya terhadap bahasa
sunda kuno, bahsa kawai juga mempelajari huruf huruf dalam prasasti dan naskah
sunda. Sehingga ia kemudian mahir dalam membaca dan meneliti naskah naskah
sunda kuno secara serius.
Penelitian
yang diterbitkan dalam bentuk buku yang telah terbit semuanya tentang sejarah
sunda yang bersumber pada naskah sunda, diantaranya:
- Sewaka Darma,
- Sanghiyang Siksakandang Karesian,
- Amanat Galunggung (ketua Tim ,1987),
- Babad Pakuan atau Babad Pajajaran (2 jilid, 1977),
- Sejarah jawa Barat (4 jilid, 1984),
- Sejarah Bogor (1983),
- Menelusuri Situs Prasasti Batutulis
- Mencari Gerbang Pakuan
- Pangeran Wangsakerta sebagai sejarawan abad XVII. Makalah disampaikan pada pertemuan ilmiyah tentang Kebudayaan Sunda, diselenggerakan oleh Bagian Proyek Penelitian dan Pengajian Kebudayaan Sunda, Lembang 10-12 maret 1986
3.. AYIP ROSIDI (1938- M), SEORANG KRITIKUS SASTRA SUNDA
Ayip
Rosidi dianggap sebagai seorang kritikus kuat dalam sastra sunda. Ayip
dipandang sebagai tokoh kritis, frontal dan pemberani dalam berpolemik. Banyak
esai kritik yang telah ditulisnya. Dur Panjak! (1967), merupakan kumpulan
tulisan esai kritiknya, yang ia kumpulkan dalam buku: Dur Panjak! (1967), Dengkleng
Dengdek (1985), Hurip Waras! (1988), Trang trang Kolentrang (1999).
Selain
itu ia juga berkiprah dalam dunia penerbitan. Dan karya spektakulernya dalam
dunia sastra sunda antara lain: penelitian tentang folklor dan pantun sunda,
penyusunan Ensiklopedi Sunda, pemrakarsa konsfrensi internatsional budaya Sunda
1. Dan sejak tahun 1989 secara rutin memberikan hadiah Rancage untuk sastrawan
berbahasa Sunda.
Diantara
karya karya Ayip Rosidi,
- Dur Panjak! (1967), merupakan kumpulan tulisan esai kritiknya
- Dengkleng Dengdek (1985)
- Hurip Waras! (1988)
- Trang trang Kolentrang (1999)
- Ensiklopedia Sunda, Alam manusia dan Budaya, Termasuk Budaya Cirebon dan Betawi
- Naskah Karya Haji Hasan Mustapa, merupakan hasil penelitian Ayip Rasidi dan kawan kawan tentang karya karya Haji HasanMustopa.
- Haji Hasan Mustapa jeung Karya karyana (pustaka Jaya)
- Aji Wiwitan Martabat tujuh karya Haji hasan MustapA
4. DUDUH DURAHMAN (1939- M), KRITIKUS SANTRA SUNDA
Salah
seorang kritikus sastra sunda. Karya kritiknya ia kumpulkan dalam: Catetan
Prosa Sunda (1984), dan Sastra Sunda Sausap saulas (1991). Ia juga banyak
menulis cerpen dan mengasuh rubrik
sastra di Majalah mangle. Disamping itu, ia dikenal juga sebagai aktor dan
kritikus film.
5.. EDI S EKADJATI (1945-2006
M), SALAH SEORANG SEJARAWAN SUNDA TERKEMUKA, PAKAR NASKAH SUNDA KUNO
Prof.
Dr. H. Edi Suhardi Ekadjati adalah seorang ahli sejarah yang dikenal sebagai
pakar naskah Sunda Kuno. Ia sejarawan
yang mencurahkan sepanjang kehidupan intelektualnya untuk mengkaji sejarah,
terutama sejarah sunda.Ia juga merupakan salah seorang pendiri Yayasan
Kebudayaan Rancage dan Caraka Sundalogi bersama sejumlah pakar lainnya.
Ia
lahir di Kuningan pada 25 Maret 1945, dan meninggal pada 1 Juni 2006 pada usia
61 tahun, Ia meraih sarjana dalam bidang sejarah dari Unpad (1964-1971), dan
gelar doktornya dalam program studi Filologi dari UI (1976-1979). Ia juga
mengikuti studi lanjutan tentang filologi untuk penelitian sejarah pada
fakultas ilmu budaya universitas Leiden (1974-1975), dan pernah menjadi guru
besar tamu PADA Research Institute for Lnguage and Cultures of Asia and Afrika,
di Tokyo University of Foreign Studies, Jepang.
Karena
dedikasinya dalam keilmuan, ia kemudian mendapat sejumlah penghargaan,
diantaranya: Satyalencana Karya Sastra 20 tahun (1998) dari residen Indonesaia;
Satya Karya Bakti 15 tahun (1996), Adhitya Tridarma Nugraha, sebagai dosen
teladan tingkat Nasional 1982. Dan ditempat kelahirannya (Kuningan), untuk
menghormati jasa jasanya didirikan perpusatkaan dengan nama Perpustakaa Prof.
Dr. Edi S Ekadjati.
Diantara
karya karyanya:
- Nu Maranggung Dina Sejarah Sunda
- Kebudayaan Sunda
- Ceritera Dipati Ukur: Karya Sastra sejarah sunda
- Wawacan Sejarah Galuh
- Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya
- Biografi Nasioanl daerah Jawa Barat
- Empat Sastrawan Sunda Lama
- Wawacan Carios Munada
- Naskah Sunda Lama kelompok Babad
- Sejarah Kota Bandung, 1945-1979
- Sejarah Kuningan: Dari Masa pra sejarah hingga terbentuknya kabupaten
- Kebudayaan Sunda, Suatu pendekatan Sejarah
- Direktori edisi naskah Nusantara / OBR
- Kebudayaan Sunda Zaman Pajajaran
- Sunda, Nusantara, dan Indonesia Suatu Tinjauan Sejarah. Merupkan judul pidato pengukuhan Edi S Ekajati sebagai guru besar
6.. AYATROHAEDI (1939-2006 )
Prof.
Dr. Ayatrohaedi adalah pakar linguistik (bahasa) dan arkeologi, salah seorang yang giat dalam menliti sastra dan sejarah sunda. Pernah menjadi guru besar fakultas ilmu pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia (FIB-UI). Ia juga merupakan salah seorang penggagas
perubahan nama Fakultas sastra UI (FSUI) menjadi FIB-UI. Ia oleh koleganya
dianggap ilmuwan yang aneh. Ia lebih suka dipanggil Mang ayat daripada sebutan
Prof (profesor/ guru besar). Dan karena kepakarannya, ia lebih sering di juluki
Ayatullah Rahaedi.
Ia
lahir di Jatiwangi Majalengka pada 5 Desember 1939 M, dan meninggal di Sukabumi
pada 18 Februari 2006, pada usia 66 tahun. Pendidikannya: sekolah rakyat di
Jatiwang (1952), SMP di Majalengka (1955), dan SMA di Jakarta (1959). Dan gela
sarjananya diraih di UI (1959-1964)
jurusan ilmu Purbakala dan sejarh Kuno Indonesia (sekarang jurusan Arkeologi
Fakultas sastra). Dalam memeperdalam tentang bahasa dan filologi, dalam
kariernya sebagai pengajar (dosen), pada tahun 1971-1973, ia memperdalam bidang
linguistik dan filologi di Universitas Leiden Belanda. Pada tahun 1975-1976
memperdalam diallektologi di Universitas Grenoble III Prancis.
Kariernya
dimulai setelah lulus sarjana, tahun 1964 ia bekerja di Lembaga Purbakala dan
peninggalan nasional di Mojokerto (1965-1966). Mengajar di Fakultas sastra
Unpad (1966-1972). Dan sejak tahun 1972 ia mengajar di Fakultas sastra UI. Di
UI ia menjabat ketua jurusan Arkeologi (1983-1987), pembantu dekan bidang
akademik(1999-2000). Diluar UI, ia menjadi pembantu rektor IKJ (Institut
Kesenian Jakarta) (1989-1994). Dan ia juga banyak terlibat dalam kegiatan di
bidang kebahasaan, kesustraan, sejarah, kebudayaan dan kepurbakalaan.
Ia mula menulis karya sastra (puisi, prosa) dalam bahasa sunda (1955) dan
dalam bahasa Indonesia (1956). Pada tahun 1978 meraih gelar doktor dari UI,
dengan disertasi berjudul:” Bahasa Sunda di Daerah Cirebon: Sebuah Kajian
Lokabahasa. Dan disertasinya ini dianggap yang pertama di Asia tenggara
mengenai dialektologi.
Sebagai
pakar bahasa, ia setidaknya telah menulis sekitar 300 artikel tentang
kebahasaan ynag dimuat di berbagai surat kabar dan majalah ibukot dan terbitan
daerah. Disamping kepakarannya dalam arkeologi dan linguistik, juga dalam
sastra (sunda dan indonesia) dan kebudayaan secara umum. Ia telah menghasilkan sekitar 100-an tulisan
mengenai sastra sunda, sastr indonesia, sejarah dan kebudayaan.
Diakhir
masa hidupnya, ia pernah berkata dari
puluhan juta orang Sunda menurutnya hanya tinggal 5 orang yang bisa aksara
sunda kuno atau sunda buhun, yaitu: Edi S Ekajati, Tien Wartini, Undang A Darsa
(dosen Unpad), Hasan Djafar (Dosen UI) dan dirinya. Hal ini diungkapkan mungkin
setelah pendahulunya Drs. Atja dan Saleh Danasasmita sudah meninggal.
Diantara
karya karya ayatrohaedi, yaitu:
- Hujan Munggaran (1960), kumpulan cerpen dalam bahasa sunda
- Warisan (1965), kumpulan cerpen di era pergolankan dengan Lekra /PKI
- Yang Tersisih (1965), merpakan kumpulan karya cerpennya di era pergolakan dengan Lekra/ PKI
- Kabogoh tere (1967), roman pendek dalam bahasa sunda
- Pamapag (1972), antologi puisi/ kumpulan sajak dalam bahasa sunda
- Panji sagala raja (1974), cerita anak dalam bahasa indonesia
- Puisi Negero (terjemahan puisi, 1976)
- Pabila dan Di Mana (1976) kumpulan puisi dalam bahasa indonesia, yang ditlis sejak tahun 1957.
- Senandung Ombak (terjemahan Roman Yukio Mishima, 1976)
- Kacamata Sang Singa (terjemahan karya Vildrac, 1980)
- Dialektologi, Sebuah Pengantar (1979)
- Tatabahasa Sunda (terjemahan D. K. Ardiwinata, 1985)
- Tatabahasa dan Ungkapan bahasa sunda (terjemahan karya J Kats dan R. Suriadiraja, 1986)
- Di Kebon Binatang (1990) dalam bahasa sunda
- Ogan Si anak Sakti (1992)
- Panggung Keraton (1993)
- Cerdas tangkas berbahasa (2 jilid, 1996)
- Sundakala, Cuplikan Sejarah Sunda Berdasarka Naskah Naskah “Panitia Wangsakerta” Crebon. Buku ini merupakan kumpulan tulisan Ayatrohaedi yang bertebaran di media masa dan jurnal ilmiyah, yang mebicarakan tentang Nakah Wangsakerta (2005)
- Lokal Genius: Kepribadian BudayBangsa (1986)
- Api Dalam Sekam, kumpulan makalah tentang bahasa indonesia)
- Kepala Kerbau (Kumpulan esai bahasa, sastra, sejarah dan Budaya)
- Gelitik Bahasa (kumpulan esai bahasa indonesia dalam kolom harian Kompas)
- Gerombolan (kumpulan cerpen)
- Kata, mata, mata, Kata (Kumpulan puisi)
- Kekasih Abadi (novel)
7.. UNDANG A DARSA
(1962- M)
Undang
Ahmad Darsa merupakan Pakar filologi dan naskah sunda kuno. Ia lahir di Taskmalaya, pada 19 Oktober 1962.
Setelah lulus dari Fakultas sastra Unpad jurusan bahasa dan sastra sunda, ia
langsung menjadi staf pengajar di almaternya. Gelar Magister Humaniora (M.Hum)
diraihnya pada tahun 1998 pada program pasasarjana Unpad dalam bidang kajian
utama Filologi. Dan gelar doktornya ia raih untuk kajian filologi di Unpad pada
tahun 2012 dengan disertasi berjudul:” Sewaka Darma dalm Nskah Tradisi Sunda Kuno
Abad ke 15-17”
Sejak
bulan juli tahun 2000 bersama Prof. Dr.
A. Teeuw, ia melakukan penggarapan naskah naskah kuno d Belanda, Pada tahun
2008, bersama Tim Unicode Aksara Sunda meluncurkan aksara sunda baku untuk
digunakan dalam kehidupan masyarakat sunda kini.
Beberpa
penelitianny kebanyakan mengenai naskah sunda kuno, antara lain:
- Transkripsi dan Terjemahan Naskah Sunda Kuno Sewaka Darma, Sanghiyang Siksa Kandang Karesian, Amanat Galunggung (1985)
- TRanskripsi dan Terjemahan Naskah Sunda Kuno Kawih Paningkes (1986)
- Penggarapan Naskah Naskah Pangeran Wangsakerta (1987)
- Pembuatan Mikrofilm dari Catatan Kebudayaan Suku Bangsa Sunda (1989)
- Bahasa Kuno dalam Carita parahiyangan: Suatu Kajian Struktur Bahasa Sunda Dialek Temporal (1990)
- Pendekatan filologisterhadap Wawacan Pulan Palin (1997)
(.............Lanjut)
By Adeng Lukmantara
Peminat Studi Peradaban Sunda dan Islam
Peminat Studi Peradaban Sunda dan Islam
Sumber:
Buku : Ekadjati, Edi. S, Dkk, Empat Sastrawan Sunda Lama
Artikel: Deni Hadiansah, Sastra Sunda: enam Belas Tokoh
Sastra Sunda Berpengaruh
Internet: Wikpedia, Naskah-sunda.blogspot.com,