Sabtu, 10 September 2016

MENGENAL SASTRAWAN DAN SEJARAWAN SUNDA

Oleh
Adeng Lukmantara
Peminat Studi Peradaban Sunda dan Islam
Asal Hariang Sumedang Jawa Barat


pengantar

Transformasi dari bahasa lisan ke bahasa tulisan menurut para ahli peradaban adalah awal satu bangsa menuju peradabannya yang modern. Tanpa suatu langkah transformasi ini maka selamanya bangsa itu akan terjebak pada zaman tradisional atau mungkin bisa  disebut juga dengan istilah pra peradaban.  
Konon untuk menjadi negara yang maju yang mandiri harus adanya kesinambungan sejarah. Yaitu suatu komunikasi antara tradisonalisme bangsa itu sendiri dengan kemodernan. Dan komunikasi ini hanya terjalin oleh buku, baik buku buku satra atau sejarah peradaban bangsa itu sendri. Jadi buku merupakan alat komunikasi era tradisonalisme dengan kemodernan.
Dan untuk meraih peradaban yang lebih maju, tentu tidak boleh berangkat dari nol ke nol, tetapi harus memulai dari upaya generasi sebelumnya. Sehingga nantinya tahap demi tahap peradaban dapat dimula dari titik teratas yang dilalui oleh generasi sebelumnya.
Dan untuk memulai hal tersebut diatas, tulisan atau buku merupakan jembatan penghubung peradaban. Karena itu tulisan ini yang merupakan  ringkasan dari tokoh tokoh seblumnya dan karya karyanya yang mereka tulis, mudah mudahan merupakan salah satu dari jembatan jembatan peradaban menuju kemodernan. Karena  sangat sayang, yang mereka tulis geberasi kita menyianyiakannya. Dan nasib merekapun mungkin sama dengan nasib kita ke depan. Yaitu tidak ada penghargaan dari generasi ke generasi. Sehingga selamanya bangsa ini akan terjebak pada rintisan dari nol ke nol. Seolah sulit untuk menginjak pada tingkatan  berikutnya yang lebih tinggi.
Dibawah ini adalah ringkasan rwayat hidup dan karyanya dari sastrawan dan penulis sejarah sunda klasik, era kolonial, hingga era Kemerdekaan (Abad 20 M).



BAB I ABAD 17 M

1.. Pangeran Wangsa Kerta
Pangeran wangsa kerta dari cirebon merupakan orang indonesia pertama yang  menyususn sejarah Nusantara yang lengkap. Karena terlalu lengkap dan juga ilmiyah sehingga sampai sekarang oeh masyarakat indonesia karyanya masih diragukan.Karya Wangsakerta mulai diperkenalkan oleh 3 penulis dan sejarawan sunda, yaitu Ayatrohaedi, Saleh Danasasmita dan Yoseph Iskandar pada tahun 1980-an
Pangeran Wangsakerta adalah anak ketiga Panembahan Girilaya (w. 1662 M) dari Cirebon.  Sedang Panembahan Girilaya merupakan cucu dari Sunan Gunung jati dan menggantikan kakeknya sebagai raja Cirebon, karena ayahnya sendiri telah meninggal. Pangeran Girilaya menikah dengan putri Mataram, dan mempunyai 3 orang anak, yaitu Pangeran Martawijaya, yang kemudian dikenal dengan  Sultan Sepuh 1, yang menurunkan para penguasa di Kasepuhan. Anaknya yang kedua, yang bernama Pangeran Kartawijaya, yang kemudian menjadi sultan Anom 1, dan kemudian menjadi leluhur para sultan Kanoman. Dan ketiga  yaitu Pangeran Wangsakerta, yang tidak mempunyai wilayah kekuasaan dan membantu kakanya sultan Sepuh.
Pangeran wangsakerta dikenal kutubuku, Jilid terakhir dari karya utamanya yang berjudul Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara, kitab tentang kerajaan-kerajaan di Nusantara”, jilid terakhir merupakan daftar pustaka yang menyebut tidak kurang dari 1700 judul naskah.


BAB II ABAD 18 M

1.. Pangeran Arya Cirebon (w. 1723 M)
Pangeran arya Cirebon, Ia menulis  naskah “Carita Purwaka Caruban Nagari yang ditulis pada tahun 1720 .Carita  Purwaka Caruban nagari ini mulai diterbitkan tahun 1972.
Pangeran arya Cirebon atau  Pangeran Adiwijaya merupakan putra bungsu sultan kasepuhan pertama. Dan merupakan kemenakan dari Pangeran wangsakerta. Dalam percaturan sejarah tatar sunda , nama Pangeran Arya Cirebon  cukup dikenal  karena sejak tahu 1706 ia ditunjuk oleh VOC menjadi Opzichter para bupati di priangan.
Buku karyanya  dinilai memeiliki kadar kesejarahan yang cukup tinggi, karena menyebut sumber penulisnya. Dan diakhir tulisannya ia menyebut, bahwa tulisannya disusun berdasarkan  naskah Pustaka Nagara Kretabhumi karya Pangeran wangsakerta.

 2.. Wangsamanggala

Ia merupakan demang cirebon  yang menulis buku Pustaka Pakungwati Cirebon  (1779 M), yang ia tulis bersama Tirta Manggala  Demang Cirebon Girang.


BAB III ANTARA ABAD 19 HINGGA PERTENGAHAN ABAD 20 M (ERA KOLONIAL)

1.. R.H. MUHAMMAD MUSA (1822- 1886 M), SEORANG ULAMA DAN SALAH SEORANG SASTRAWAN SUNDA TERBESAR DI ERA KOLONIAL
Raden haji Muhammad Musa adalah salah seorang sastrawan Sunda terbesar di era kolonial (selain P.H.H. Mustapa). Ia seorang menak (bangsawan) Sunda yang Lahir di Garut. Ayahnya adalah Patih kabu[peten Limbangan (kabupaten Garut sekarang). Pendidiakannya diraih di pesantren, Sejak masih kecil ia telah dibawa oleh ayahnya  pergi ke Mekah untuk menunaikan haji. Karena ia lahir di kalangan menak, maka perjalanan ke arah kepamongprajaan terbuka lebar.
Pada usia 30 tahun (1852) ia diangkat menjadi mantri gudang yang mengursui soal garam. Pada masa itu garam merupakan kebutuhan pentng dalam kehidupan masyarakat, sehingga dsistribusinya harus diatur oleh pemerintah. Karena pengetahuan agamanya yang mumpuni, Tiga tahun kemudian (1655) ia diangkat menjadi penghulu besar (Oofd –Penghulu) kabupaten Limbangan. Penghulu adalah jabatan  dalam bidang keagamaan yang mengurusi hal hal yang berkitan dengan kegiatan kegamaan, seperti kelahiran, kematian, dan da wah, Penghulu besar adalah penghulu tingkat kabupaten.
Dalam perjalanan hidupnua, ia mempunyai ksempatan untu berkenalan dan kemudian bersahabat dengan K F Holle seorang Belanda yang sejak tahun tahun 1856 bertempat tinggal di Cikajang, daerah kabupaten Limbangan bagina selatan. K F Holle diangkat menjadi administrateur sebuah perkebunan teh swasta di Cikajang. Enam tahun kemudian (1862) ia membuka perkebunan teh sendiri di lereng utara gunung Cikuray, masih daerah kabupaten Lmbangan, yang diberinama perkebunan teh Waspada.
K F Holle adalah seorang yang menaruh perhatian besar terhadap kebudayaan Sunda. Sehingga antara RH Muhammad Musa dan KF Holle terjalin hubungan yang intensif dan sangat erat. K F Hole bahkan mengontrak rumah di dekat rumah RH Muhammad Musa di kota Garut. Ia sering berdiskusi dengan RH Muhammad Musa baik dai rumahnya amaupun sebalknya.
Persahabatannya demikian kental. Mereka satu sama lan mengambil mamfaat dari pengetahuan masing masing. KF Holle banyak belajar tenyang kebudayaan Sunda dari RH Muhammad, Dan RH Muhammad juga belajar tentang kebudayyan dan bahasa dari KF Hole. Karena itu cara berpikir RH Muhammad tercermin dari karya karyanya yang lebih rasional dari pengarang pengarang sastra sunda di zamannya.
Pada 10 Agustus 1886, ia meninggal dunia di Bogor pada usia 64 rtahun., setelah menderita sakit dan endapat perawatan beberapa waktu laamnya. A dirawawat di Bogor atas saran dari K F Holle yang kemudian menetap di Bogor. Rh Musa menjaba penghulu besar di kabupaten Lmbangan hingga akhir hayatnya.
Dalam bidang sastra Muhammad Musa dipandang sebagai pelopor sastrawan sunda pada paruh kedua abad ke-19 M. Karya karyanya dala bentuk wwacan (11 judul) dan prosa (33 judul). Baik dalam bahasa sunda maupun sudah diterjemahkan ke dalam bahasa melayu (indonesia), banyak diterbitkan pemerintah kolnial pada waktu itu. Dan wawacan panji wulung merupakan salah satu karyany yang cukup populer waktu itu.
Kedekatannya dengan pemerinah hindia belanda, Muhammad Musa sepat memperoleh medali emas. Ia juga banyak mengusahakan buku bacaan berbahasa sunda. Dan pada zaman kolonial sedikitnya ia telah menerbitkan 14 judul buku.
Diantara karya sastra RH Muhammad Musa, yaitu:
  • Wawacan Raja Sudibya (1862)
  • Wawacan Wulang Krama (1862)
  • Wawacan Dongeng Dongeng (1862)
  • Wawacan Wulang Tani (1862)
  • Carita Abdurahman jeung Abdurrahim (1863)
  • Wawacan Seca Nala (1863)
  • Ali Muhtar (1864)
  • Elmu Nyawah (1864)
  • WawacanWulang Murid (1865)
  • Wawacan Wulang Guru (1865)
  •   Dongeng Dongeng Nu Araneh (1866)
  • Dongeng Dongeng Pieunteungeun (1867)
  • Wawacan Panji Wulung (terbit tahun 1871)
  • Wawacan lapah Sekar (1872)
  • Santri Gagal (1881)

2.. HAJI HASAN MUSTOPA (1852-1930 M), SEORANG ULAMA DAN TOKOH SASTRA SUNDA TERBESAR DI ERA KOLONIAL
Haji Hasan Mustopa merupakan  seorang ulama besar di tanah sunda dan juga  sastrawan sunda / pujangga terbesar di era kolonial, yang banyak menulis dangding dan wawacan. Sekitar tahun 1900-an, ia sempat menulis lebih dari 10.000 bait danding (guguritan) yang kualitas literenya dianggap bermutu tinggi. Selain itu iapun banyak menulis anekdot dan prosa. Ia pernah menjadi penghulu besar di Aceh (1893-1895 ) dan  Bandung (1895-1918).
Hasan Mustopa lahir di Cikajang Garut pada 5 Juni 1852. Ia merupakan keturunan menak (bangsawan Sunda). Ayahnya bernama Sastramanggala (setelah haji namanya menjadi Haji Usman), merupakan camat perkebunan. Pada usia 7 tahun, ia di bawa ayahnya naik haji ke Mekah. Setelah kembali ia kemudian melanjutkan pendidikannya di beberapa pesantren (KH Hasan Basri, Kiara Koneng Garut; KH Yahya (Garut); Kiai Abdul Hasan (Tanjungsari Sumedang); Kiai Muhammad (Cibunut Garut); Muhammad Ijra’i, dan lain lain. . Dan pada usia 17 tahun, ia pergi lagi ke mekah dan bermukim disana selam 10 tahun. Dimekah ia berguru kepada antara lain: Syekh Muhammad, Syekh Abdul Hamid Dagastani (Sarawani), Syekh Ali Rahbani, Syekh Umar Syami, Syekh Mustafa Al Afifi, Sayid Abu Bakar al Sathahasbullah, Syekh Nawawi Albantani, Abdullah al Zawawi, dan lain lain. Pada waktu itu, Hasan Mustafa sendiri sudah mnegajar di Mekah.
Ketika di Mekah ia berkenalan dengan Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, ahli sejarah Belanda.
Pada tahun 1885, di Garut terjadi pertikaian paham antara golongan tua dengan kaum pembaharu, sehingga haji Muhammad Musa yang waktu itu menjadi penghulu besar di kabupaten Limbangan (Garut sekarang) mengirim orang untuk menjemput pulang Haji Hasan Mustapa ke daerahnya dari Mekah. Ia memenuhi panggilan itu dan berhasil memadamkan pertikaian paham tersebut. Lalu ia mendirikan pesantren di Sindangbarang, Garut.
Pada tahun 1893, ada lowongan jabatan penghulu besar di Aceh. Atas saran Hurgronye ia diusulkan untuk mengisi jabatan itu. Haji Hasan Mustapa bersedia memangku jabatan tersebut, dengan syarat jilka ada lowongan di daerah priangan maka ia harus dikembalikan ke daerahnya. Dan setelah menjabat sebagai penghulu besar di Aceh selama dua setengah tahun, maka pada tahun 1895, ia dipindahkan dan diangkat menjadi penghulu besar di Bandung hingga pensiun (1918).
Kebesaran dari Haji Hasan  Mustopa baru disebut sebut  pada tahun 1950-an oleh Ajip Rosidi, yang selnjutnya memicu para peneliti untuk mendalaminya.
Hasan Mustopa menggunakan danding untuk mengepresikan pemikiran, dan renungannya tentang ajaran Islam, tasauf, kebudayaan sunda dan kehidupan sehari hari. Danding adalah jenis puisi klasik yang dikenal dalam kesusastraan sunda klasik sebagai tulisan berpola dan melodis Penggunaan istilah danding dipilih karena pengucapannya yang terdengar melodis. Jadi tidak hanya tulisan yang puitis, tetapi naskah danding biasanya ditembangkan (dinyanyikan).
Diantara danding karya Haji Hasan Mustopa antara lain: Dandang Gula “Manis manis Panuding sari”, yang mengungkap silsilahnya; Jung indung Turun Ngalayung, terdapat gambaran trntng biografinya; Pangkur “ Pangkurangna nya Hidayat”, tentang biografinya terutama pengalamannya yang berkenaan dengan haji dan pengalmannya di Mekah; Puyuh ngungkung dina Kurung; Hariring nu Hudang Geuring; Dumuk Suluk Tilas Tepus; Sinom Pamak Nonoman; Kinanti Kulu Kulu; Sinom Barangtaning rasa; Sinom Wawarian; Asmarandana nu Kami; Dangdanggula Sirna Rasa,  dan lain lain.
Tahun 1965 Haji Hasan Mustaopa mendapat penghargaan dari gubernur Jawa barat, dan pada tahun 1977 Presiden RI memberikan anugrah seni kepadanya sebagai sastrawan daerah sunda.
Diantara karya Haji Hasan Mustopa, yaitu:
  • Kasful Sarair Fihakikati Aceh wa Fidir (Buku Rahasia Sebetulnya Aceh dan Fidi). Buku ini ditulis dalam bahasa Melayu ketika ia menjabat sebagai Penghulu besar di Aceh. Naskah buku ini masih tersimpan di perpustkaan Leiden.
  • Injazu’l Wa’d fi ithfa-l-r-Ra’d (Membalas kontansekalian membekap guntur menyambar). Merupakan buku bantahan bahwa ia bukan pengikut madzhab Wihdatul Wujud. Ia menulis lebih dari 10.000 danding yang dianggap mutunya tinggi oleh para pengkritik sastra, yang umumnya membahas tentang suluk. Metafora yang sering digunakan dalam hubunganya antara tuhan dan manusia, seperti ungkapan pohon aren dan caruluk (bahan aren) menyebabkan sebagian ulama menuduhnya pengikut aliran Wihdatul wujud. Karena itu ia kemudian mebuat tulisan bantahan terhadap tuduhan ini.  Buku ini ditulis dalam bahasa Arab, yang salah satu salinan naskahnya masih tersimpan di perpustkaan Universita Leiden.
  • Bab Adat adat Urang Priangan jeung Sunda Lianna ti Eta (Bab adat adat Orang Priangan dan Suanda selain dari itu). Yang ditulis pada tahun 1913.
  • Esai tentang suku sunda ,  diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesiadan belanda (1977)
  • Leuk Jadi Patelaan Adatna Jalma Jalma di Pasundan (1916)
  • Pakumpulan Atawa Susuratanana Antara Juragan Haji Hasan Mustapa sareng Kiai Kurdi (1925)
  • Buku Pangapungan (Hadis Mikraj (1928))
  • Syekh Nurjaman (1958)


3.. R. KANDURUAN KARTINAGARA (1835-    ), PENGARANG SEJARAH SUKAPURA (DAERAH TASIKMALAYA SEKARANG)
Ia berasal dari keluarga bangsawan (menak) sunda dari birokrat maupun dari kegamaan, Lelhurnya Syekh Abdul Muhyi, merupakan ulama besar penyebar Islam di daerah priangan timur.
Ayaahnya bernama Rden Haji Abdulwajah dan ibunya Nyai Raden Kombara. Ia lahir di daerah Sukapura (tasikmalaya sekarang). Pendidikannya tidak diketahui, kemungkinan besar di raihnya dipesantren. Dan ajuga mendapat jalan bagi memasuki kepamongprajaan, Ia pernah menjadi wedana Manonjaya, yang berada di wilayah Sukapura.  Sepanjang abad ke-19 Manonjaya menjadi ibukota kabupaten Sukapura.
Setelah berhaji ia mempunyai nama lain yaitu Haji Abdullah Saleh. Dan setelah naik haji dan pensiun dari wedana, ia mengarang buku sejarah Sukapura. Sejak memasuki abad ke -20 di kalangan masyarakat Sukapura, ia lebih dikenal dengan nama Eyang Galonggong, Eyang berati kakek dan Galonggong berarti Galunggung, yang merupakan  sebutan untuk daerah Sukapura, suatu sebutan untuk orang yang dpertua dan dihormati disamping tempat bertanya dalam berbagai permsalahan kehidupan.. Karena di masa tuanya Raden Kanduruan Kartinagara menjadi guru tarekat Qadariyah Naqsynbandiyah, yang kegiatannya di laksanakan di Masjid Manonjaya,

4.. MEMED SASTRAHADIPRAWIRA (1897-1932 M), ORANG SUNDA PERTAMA YANG MENYUSUN DAFTAR NASKAH SUNDA
Raden Memed Sastrahadiprawira merupakan sastrawan sunda dan orang sunda pertama yang menyusun daftar naskah Sunda yang ada di Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Wetenschapen (Masyarakat Batavia Pecinta Seni dan Ilmu Pengetahuan).
Ia lahir di Manonjaya pada 18 Maret 1897, dan meninggal di Bandung pada 5 Juli 1932. Bakat kepengarangannya terlihat sejak sekolah HIS di Ciamis (lulus tahun 1913 M)., kemudian sakola menak (OSVIA) di Bandung (lulus tahun 1919). Setelah itu ia diangkat menjadi kandidat ambtenar di Ciranjang, ianjur, kemudian menjadi matri polisi di Bandung (1922), dan pada tahun 1925 menjadi camat di Bojongloa, Bandung.
Meski sebgi pamongpraja, minat dan perhatian terhadap bahasa dan sastra sunda sangat besar. Ia aktif mengadakan ceramah bahasa sunda, menulis artikel bahasa sunda dalam surat kabar dan majalah berbahasa sunda. Pada tahun 1922 ia juga menjabat sebagai redaktur majalah obor. Pada tahun 1929 bekerjanya pindah le Bale Pustaka di Jakarta menjadi pembantu ahli bahasa, dan tugasnya yang perama adalah mempelajari kepustakaan Sunda yang berupa naskah naskah di Museum Pusat Jakarta.
Diantara karya sastranya:
  •            Wawacan Enden Sari Banon, yang ia tulis di tahun 1923
  •       Wawacan Sejarah Tanah Jawa. Ditulis tahun 1923,dn diterbitkan oleh toko buku M.I Prawirawinata di Bandung
  •          Mantri Jero, ditulis tahun 1926
  •          Lalakon Ekalaya. Yang merupakan sempalan dari Mahabarata, Ditulis tahun 1928
  •          Pangeran Kornel (1930)

5.. RA SUKMANDARA, PENULIS PRAGMEN SEJARAH GALUH
RA Sukmandara atau RA Natadireja adalah seorang jaksa di kabupaten Galuh Yang mengarang prsgmen “Sejarah Galuh” pada tahun 1819 M,

6,, RA SURYALAGA, PENULIS SEJARAH SUMEDANG
Seorang bangsawan (menak) Sumedang  yang pernah menjadi bupati di bogor, Karawang, Kandanghaur dan Sukapura. Ia mengarang “Sejarah Sumedang” antara tahun 1814-1946 M

7.. RADEN RANGGA SASTRANAGARA, PENULIS SEJARAH BANDUNG
Raden Rangga Sastranagara atau Raden Haji Muhammad Gajali, seorang menak atau bangsawan Bandung yang pernah menjadi mantri pulisi dan kumetir besar kebun kopi di Bandung, serta berkelana ke Talaga (majalengka), tanah arab. Maluku.
Ia menyusun “Sejarah Bandung” melengkapi karya tulis R, Jayakusumah,          


BAB II CENDIKIAWAN SUNDA ERA KEMERDEKAAN- SEKARANG

1.,ATJA (1929-1991 M),  KURATOR DAN AHLI NASKAH SUNDA KUNO
Drs. Atja adalah salah seorang kurator dan ahli naskah sejarah sunda Kuno. Ia lahir di Sumedang pada 12 Mei 1929 dan meninggal di Jakarta pada 21 April 1991.Gelar sarjana ia raih dari fakultas sastra UI.
Atja pernah menjabat sebagai Kepala Museum Negeri Jawa Barat dan Kepala Bidang Permuseuman dan Kepurbakalaan Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Barat.
Ketika di era tahun 1970-an, tentang khabar adanya naskah naskah Pangeran Wangsa Kerta dari Cirebon, yang berisikan tentang sejarah sunda dan juga sejarah nusantara yang sangat berharga, Atja, ketika masih menjabat kepala Museum dan Kabid permuseuman dan kepurbaklaan, berupaya untuk mencar naskah naskah tersebut. Dan ia mendapatkan sekitar 50 naskah yang ditulis dalam kertas daluang dengan menggunakan aksara dan bahasa Jawa, serta mengandung lima seri karangan yang memaparkan sejarah sunda, pulau jawa, dan nusantara sejak masa prasejarah hingga abad ke-17 M.
Penemuan ini merupakan penemuan revolusioner dalam sumber sejarah sunda dan Nusantara. Karena terlalu lengkap maka isinya dianggap kontroversial, karena kelengkapannya dan juga sangat ilmiyah.
Diantara karya karya Atja, yaitu:

·         Carita Parahiyangan: Naskah Titilar Karuhun Urang Sunda, Yayasan Kebudayaan Nusalarang, Bandung 1968

2.. SALEH DANASASMITA (1933-1986 M), SEJARAWAN SUNDA, SALAH SEORANG FILOLOG YANG MAMPU MEMBACA NASKH SUNDA KUNO
Saleh danasasmita adalah seorang sejarawan, sastrawan, redaktur dan budayawan sunda. Tetapi perhatiannya lebih besar terhadap sejarah sunda.  Ia termasuk sejarawan sunda terkemuka, dan salah satu dari sangat sedikit filolog yang mampu membaca naskah naskah sunda.
Ia lahir di Sumedang pada 27 Juni 1933, dan meninggal di Bogor pada 8 Agustus 1986 pada usia 53 tahun. Ia sempat menjadi guru di bogor mulai dari SMP, kemudian SMA dan SPG. Pernah menjadi anggota DPRD kodya Bogor (1964-1967),  Pernah menjadi kepala seksi kebudayaan Kandepdikbud Bogor (1975-1984), menjadi kepala seksi Tenaga Teknis Bidang Muskala Kanwil Depdikbud Jawa Barat (1984-1986), Pada tahun 1957 bersama sastrawan snda lainnya mendirkna majalah mangle, dan ia enjadi sallah seorang redakturnya. Dari tahun 1961 hingg 1963 , Ia mempin Majalah Baranangsiang yang terbit di Bogor.
Meskipun secara formal adalah lulusan IKIP Bandung ekstension Bogor, tetapi kebanyakan ilmunya ia pelajari secara otodidak, seperti pengetahuannya terhadap bahasa sunda kuno, bahsa kawai juga mempelajari huruf huruf dalam prasasti dan naskah sunda. Sehingga ia kemudian mahir dalam membaca dan meneliti naskah naskah sunda kuno secara serius.
Penelitian yang diterbitkan dalam bentuk buku yang telah terbit semuanya tentang sejarah sunda yang bersumber pada naskah sunda, diantaranya:
  • Sewaka Darma,
  • Sanghiyang Siksakandang Karesian,
  •  Amanat Galunggung (ketua Tim ,1987),
  • Babad Pakuan atau Babad Pajajaran (2 jilid, 1977),
  • Sejarah jawa Barat (4 jilid, 1984),
  • Sejarah Bogor (1983),
  • Menelusuri Situs Prasasti Batutulis
  • Mencari Gerbang Pakuan
  • Pangeran Wangsakerta sebagai sejarawan abad XVII. Makalah disampaikan pada pertemuan ilmiyah tentang Kebudayaan Sunda, diselenggerakan oleh Bagian Proyek Penelitian dan Pengajian Kebudayaan Sunda, Lembang 10-12 maret 1986

3.. AYIP ROSIDI (1938-  M), SEORANG KRITIKUS SASTRA SUNDA
Ayip Rosidi dianggap sebagai  seorang  kritikus kuat dalam sastra sunda. Ayip dipandang sebagai tokoh kritis, frontal dan pemberani dalam berpolemik. Banyak esai kritik yang telah ditulisnya. Dur Panjak! (1967), merupakan kumpulan tulisan esai kritiknya, yang ia kumpulkan dalam buku: Dur Panjak! (1967), Dengkleng Dengdek (1985), Hurip Waras! (1988), Trang trang Kolentrang (1999).
Selain itu ia juga berkiprah dalam dunia penerbitan. Dan karya spektakulernya dalam dunia sastra sunda antara lain: penelitian tentang folklor dan pantun sunda, penyusunan Ensiklopedi Sunda, pemrakarsa konsfrensi internatsional budaya Sunda 1. Dan sejak tahun 1989 secara rutin memberikan hadiah Rancage untuk sastrawan berbahasa Sunda.
Diantara karya karya Ayip Rosidi,
  • Dur Panjak! (1967), merupakan kumpulan tulisan esai kritiknya
  • Dengkleng Dengdek (1985)
  • Hurip Waras! (1988)
  • Trang trang Kolentrang (1999)
  • Ensiklopedia Sunda, Alam manusia dan Budaya, Termasuk Budaya Cirebon dan Betawi
  • Naskah Karya Haji Hasan Mustapa, merupakan hasil penelitian Ayip Rasidi dan kawan kawan tentang karya karya Haji HasanMustopa.
  • Haji Hasan Mustapa jeung Karya karyana (pustaka Jaya)
  • Aji Wiwitan Martabat tujuh karya Haji hasan MustapA

4.  DUDUH DURAHMAN (1939-    M), KRITIKUS SANTRA SUNDA
Salah seorang kritikus sastra sunda. Karya kritiknya ia kumpulkan dalam: Catetan Prosa Sunda (1984), dan Sastra Sunda Sausap saulas (1991). Ia juga banyak menulis cerpen  dan mengasuh rubrik sastra di Majalah mangle. Disamping itu, ia dikenal juga sebagai aktor dan kritikus film.

5.. EDI S EKADJATI (1945-2006 M), SALAH SEORANG SEJARAWAN SUNDA TERKEMUKA, PAKAR NASKAH SUNDA KUNO
Prof. Dr. H. Edi Suhardi Ekadjati adalah seorang ahli sejarah yang dikenal sebagai pakar naskah Sunda Kuno.  Ia sejarawan yang mencurahkan sepanjang kehidupan intelektualnya untuk mengkaji sejarah, terutama sejarah sunda.Ia juga merupakan salah seorang pendiri Yayasan Kebudayaan Rancage dan Caraka Sundalogi bersama sejumlah pakar lainnya.
Ia lahir di Kuningan pada 25 Maret 1945, dan meninggal pada 1 Juni 2006 pada usia 61 tahun, Ia meraih sarjana dalam bidang sejarah dari Unpad (1964-1971), dan gelar doktornya dalam program studi Filologi dari UI (1976-1979). Ia juga mengikuti studi lanjutan tentang filologi untuk penelitian sejarah pada fakultas ilmu budaya universitas Leiden (1974-1975), dan pernah menjadi guru besar tamu PADA Research Institute for Lnguage and Cultures of Asia and Afrika, di Tokyo University of Foreign Studies, Jepang.
Karena dedikasinya dalam keilmuan, ia kemudian mendapat sejumlah penghargaan, diantaranya: Satyalencana Karya Sastra 20 tahun (1998) dari residen Indonesaia; Satya Karya Bakti 15 tahun (1996), Adhitya Tridarma Nugraha, sebagai dosen teladan tingkat Nasional 1982. Dan ditempat kelahirannya (Kuningan), untuk menghormati jasa jasanya didirikan perpusatkaan dengan nama Perpustakaa Prof. Dr. Edi S Ekadjati.
Diantara karya karyanya:
  • Nu Maranggung Dina Sejarah Sunda
  • Kebudayaan Sunda
  • Ceritera Dipati Ukur: Karya Sastra sejarah sunda
  •  Wawacan Sejarah Galuh
  • Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya
  • Biografi Nasioanl daerah Jawa Barat
  • Empat Sastrawan Sunda Lama
  • Wawacan Carios Munada
  •   Naskah Sunda Lama kelompok Babad
  •  Sejarah Kota Bandung, 1945-1979
  • Sejarah Kuningan: Dari Masa pra sejarah hingga terbentuknya kabupaten
  • Kebudayaan Sunda, Suatu pendekatan Sejarah
  •   Direktori edisi naskah Nusantara / OBR
  •    Kebudayaan Sunda Zaman Pajajaran
  • Sunda, Nusantara, dan Indonesia Suatu Tinjauan Sejarah. Merupkan judul pidato pengukuhan Edi S Ekajati sebagai guru besar
6.. AYATROHAEDI (1939-2006 )
Prof. Dr. Ayatrohaedi adalah pakar linguistik (bahasa) dan arkeologi, salah seorang yang giat dalam menliti sastra dan sejarah sunda. Pernah menjadi guru besar fakultas ilmu pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB-UI). Ia juga merupakan salah seorang penggagas perubahan nama Fakultas sastra UI (FSUI) menjadi FIB-UI. Ia oleh koleganya dianggap ilmuwan yang aneh. Ia lebih suka dipanggil Mang ayat daripada sebutan Prof (profesor/ guru besar). Dan karena kepakarannya, ia lebih sering di juluki Ayatullah Rahaedi.
Ia lahir di Jatiwangi Majalengka pada 5 Desember 1939 M, dan meninggal di Sukabumi pada 18 Februari 2006, pada usia 66 tahun. Pendidikannya: sekolah rakyat di Jatiwang (1952), SMP di Majalengka (1955), dan SMA di Jakarta (1959). Dan gela sarjananya diraih di  UI (1959-1964) jurusan ilmu Purbakala dan sejarh Kuno Indonesia (sekarang jurusan Arkeologi Fakultas sastra). Dalam memeperdalam tentang bahasa dan filologi, dalam kariernya sebagai pengajar (dosen), pada tahun 1971-1973, ia memperdalam bidang linguistik dan filologi di Universitas Leiden Belanda. Pada tahun 1975-1976 memperdalam diallektologi di Universitas Grenoble III Prancis.
Kariernya dimulai setelah lulus sarjana, tahun 1964 ia bekerja di Lembaga Purbakala dan peninggalan nasional di Mojokerto (1965-1966). Mengajar di Fakultas sastra Unpad (1966-1972). Dan sejak tahun 1972 ia mengajar di Fakultas sastra UI. Di UI ia menjabat ketua jurusan Arkeologi (1983-1987), pembantu dekan bidang akademik(1999-2000). Diluar UI, ia menjadi pembantu rektor IKJ (Institut Kesenian Jakarta) (1989-1994). Dan ia juga banyak terlibat dalam kegiatan di bidang kebahasaan, kesustraan, sejarah, kebudayaan dan kepurbakalaan.
Ia  mula menulis karya sastra  (puisi, prosa) dalam bahasa sunda (1955) dan dalam bahasa Indonesia (1956). Pada tahun 1978 meraih gelar doktor dari UI, dengan disertasi berjudul:” Bahasa Sunda di Daerah Cirebon: Sebuah Kajian Lokabahasa. Dan disertasinya ini dianggap yang pertama di Asia tenggara mengenai dialektologi.
Sebagai pakar bahasa, ia setidaknya telah menulis sekitar 300 artikel tentang kebahasaan ynag dimuat di berbagai surat kabar dan majalah ibukot dan terbitan daerah. Disamping kepakarannya dalam arkeologi dan linguistik, juga dalam sastra (sunda dan indonesia) dan kebudayaan secara umum.  Ia telah menghasilkan sekitar 100-an tulisan mengenai sastra sunda, sastr indonesia, sejarah dan kebudayaan.
Diakhir masa hidupnya, ia pernah  berkata dari puluhan juta orang Sunda menurutnya hanya tinggal 5 orang yang bisa aksara sunda kuno atau sunda buhun, yaitu: Edi S Ekajati, Tien Wartini, Undang A Darsa (dosen Unpad), Hasan Djafar (Dosen UI) dan dirinya. Hal ini diungkapkan mungkin setelah pendahulunya Drs. Atja dan Saleh Danasasmita sudah meninggal.
Diantara karya karya ayatrohaedi, yaitu:
  • Hujan Munggaran (1960), kumpulan cerpen dalam bahasa sunda
  • Warisan (1965), kumpulan cerpen di era pergolankan dengan Lekra /PKI
  • Yang Tersisih (1965), merpakan kumpulan karya cerpennya di era pergolakan dengan Lekra/ PKI
  • Kabogoh tere (1967), roman pendek dalam bahasa sunda
  • Pamapag (1972), antologi puisi/ kumpulan sajak dalam bahasa sunda
  • Panji sagala raja (1974), cerita anak dalam bahasa indonesia
  • Puisi Negero (terjemahan puisi, 1976)
  • Pabila dan Di Mana (1976) kumpulan puisi dalam bahasa indonesia, yang ditlis sejak tahun 1957.
  • Senandung Ombak (terjemahan Roman Yukio Mishima, 1976)
  • Kacamata Sang Singa (terjemahan karya Vildrac, 1980)
  • Dialektologi, Sebuah Pengantar (1979)
  • Tatabahasa Sunda (terjemahan D. K. Ardiwinata, 1985)
  • Tatabahasa dan Ungkapan bahasa sunda (terjemahan karya J Kats dan R. Suriadiraja, 1986)
  • Di Kebon Binatang (1990) dalam bahasa sunda
  • Ogan Si anak Sakti (1992)
  • Panggung Keraton (1993)
  • Cerdas tangkas berbahasa (2 jilid, 1996)
  • Sundakala, Cuplikan Sejarah Sunda Berdasarka Naskah Naskah “Panitia Wangsakerta” Crebon. Buku ini merupakan kumpulan tulisan Ayatrohaedi yang bertebaran di media masa dan jurnal ilmiyah, yang mebicarakan tentang Nakah Wangsakerta (2005)
  • Lokal Genius: Kepribadian BudayBangsa (1986)
  • Api Dalam Sekam, kumpulan makalah tentang bahasa indonesia)
  • Kepala Kerbau (Kumpulan esai bahasa, sastra, sejarah dan Budaya)
  • Gelitik Bahasa (kumpulan esai bahasa indonesia dalam kolom harian Kompas)
  • Gerombolan (kumpulan cerpen)
  • Kata, mata, mata, Kata (Kumpulan puisi)
  • Kekasih Abadi (novel)


7.. UNDANG A DARSA (1962-    M)
Undang Ahmad Darsa merupakan Pakar filologi dan naskah sunda kuno. Ia  lahir di Taskmalaya, pada 19 Oktober 1962. Setelah lulus dari Fakultas sastra Unpad jurusan bahasa dan sastra sunda, ia langsung menjadi staf pengajar di almaternya. Gelar Magister Humaniora (M.Hum) diraihnya pada tahun 1998 pada program pasasarjana Unpad dalam bidang kajian utama Filologi. Dan gelar doktornya ia raih untuk kajian filologi di Unpad pada tahun 2012 dengan disertasi berjudul:” Sewaka Darma dalm Nskah Tradisi Sunda Kuno Abad ke 15-17”
Sejak bulan juli  tahun 2000 bersama Prof. Dr. A. Teeuw, ia melakukan penggarapan naskah naskah kuno d Belanda, Pada tahun 2008, bersama Tim Unicode Aksara Sunda meluncurkan aksara sunda baku untuk digunakan dalam kehidupan masyarakat sunda kini.
Beberpa penelitianny kebanyakan mengenai naskah sunda kuno, antara lain:
  • Transkripsi dan Terjemahan Naskah Sunda Kuno Sewaka Darma, Sanghiyang Siksa Kandang Karesian, Amanat Galunggung (1985)
  • TRanskripsi dan Terjemahan Naskah Sunda Kuno Kawih Paningkes (1986)
  • Penggarapan Naskah Naskah Pangeran Wangsakerta (1987)
  • Pembuatan Mikrofilm dari Catatan Kebudayaan Suku Bangsa Sunda (1989)
  • Bahasa Kuno dalam Carita parahiyangan: Suatu Kajian Struktur Bahasa Sunda Dialek Temporal (1990)
  • Pendekatan filologisterhadap Wawacan Pulan Palin (1997)


(.............Lanjut)

By Adeng Lukmantara
Peminat Studi Peradaban Sunda dan Islam

Sumber:
Buku : Ekadjati, Edi. S, Dkk, Empat Sastrawan Sunda Lama
Artikel: Deni Hadiansah, Sastra Sunda: enam Belas Tokoh Sastra Sunda Berpengaruh

Internet: Wikpedia, Naskah-sunda.blogspot.com,