Menarik sekali berbincang-bincang dengan Siabah tentang sejarah pemikiran sunda yang kata Siabah memang sudah dilupakan oleh para intelektuanya atau memang sengaja dilupakan. Berbicara tentang kesjarahan dalam hubungannya dengan naskah-naskah sunda klasik, menurut siabah meskipun sudah mulai bermunculan yang mulai meng"eksis"kan pada kajian kesundaan, seperti kelompok "Salakanagara", tapi menurut siabah masih terlalu sedikit daripada penduduk tataran sunda yang lebih dari 45 juta jiwa.
Menurut siabah:" Sekarang ini banyak orang sunda yang tidak mengenal naskah naskah peninggalan kaum intelektual nenek moyangnya. Yang lebih mengkhawatirkan lagi justru hal ini juga melanda kalangan intelektual masyarakat sunda itu sendiri. Mereka lebih peduli dengan sejarah sejarah yang berasal dari daerah lain daripada daerahnya sendiri. Nasionalisme yang dikembangkan oleh bangsa ini telah menggerus sendi sendi budaya bangsanya sendiri. Mereka mendidik anak bangsa yang tidak pernah mengenal hasil budayanya sendiri. Mereka telah mendidik manusia-manusia mengambang yang tidak mempunyai pijakan yang sangat kokoh."
Siabah membandingkan dengan bangsa jepang yang termasuk bangsa yang maju/ Siabah berkata:"Berbeda dengan Jepang, meskipun mereka telah menjadi negara maju,
tetapi komunikasi eengan sejarah masa
lampaunya tidak pernah dilupakan, Makanya cerita-cerita masa lampaunya telah
banyak menginspirasi kemajuan jepang itu sendiri juga termasuk yang berkaitan
dengan kisah-kisah lama yang termodernkan. Karena itu jepang meerupakan negara
yang sangat modern yang tidak terputus dengan peradaban masa lampaunya."
Siabah mengkritik ketidakpedulian kaum intelektual sunda terhadap sejarahnya sendiri yang justru mendapat dukungan dari penguanya yang dinilai siabah tidak terlalu cerdas. Menurut siabah:"Masyarakatnya yang kurang peduli, mendapat tempat pada penguasanya yang kurang cerdas, sehingga potensi masa lampau
yang dapat memperkaya kekinian justru
terputus, atau dengan kata lain, bahwa masayarakat sunda kini telah terputus dengan peradaban masa
lampaunya, sehingga dalam menjalani kehidupannya mereka telah kehilangaan orientasi
(disorientation) terhadap peradabannya itu sendiri. Menjadi manusia sempurna
dalam arti yang tidak melakukan apa apa telah melanda masyarakat sunda. Padahal dalam sejarahnya, manusia sunda adalah
maanusia proses yang menuju kepada perbaaikan ke perbaikan selanjutnya
(rancage). Dan dapat dilihat dari kisah carita parahiyangan bagaimana para
leluhur kita membuat suatu kerajaan, mereka meninggalkan pertapaan karena
kritik dari seekor burung, yang mengatakan bahwa “sang pendiri? Yang awalnya
seorang pertapa telah dikritik habis-habisan, bahwa dia hanya orang yang tidak
berguna yang pekerjaannya hanya duduk saja dan tidak bisa melakukan apa-apa."
Siabah juga mengatakan bahwa pentingnya menjaga situs-situs kebudayaan klasik sebagai tanggung jawab terhadap generasi berikutnya. Siabah berkata:"Menjaga hasil karya peraadaban klasik harusnya merupakan suatu kebanggan dari anak bangsa
sekarang ini. Meskipun dari kebudayaan yang berbeda, dari agama yang berbeda.
Karena hasil peadaban masa lampau akan menginspirasi anaak bangsanya dikemudian
hari. Karena itu menjaga situs-situs kebudayaan kuno bukan berarti menjaga
tahayulisme seperti yang dikembangkan kaum dukun, tetapi lebih upaya daripada
pencarian jatidiri kita sebagai manusia sunda, untuk membangun peradabannya ke
depan."
Pembodohan dari kaum sejarawan
nasional
Siabah tidak hanya menyoroti tentang ketidakpedulian masyarakatnya tehadap kebudayaan sunda itu sendiri, tetapi memang ada pembodohan yang dikembangkan oleh kaum sejarawan penguasa. Si abah berkata:"Jauhnya masyarakat sunda dari kebudayaannya bukan hanya dikarenakan
ketidakpedulian dari masyarakatnya, tetapi lebih disebabkan oleh para sejarawan
nasional yang dikuti oleh kaum sejarawan sunda yang kurang kritis terhadap
berbagai permasahan kesundaan. Para sejarawan nasional telah bersikukuh
menjadikan kitab negarakertagama sebagai sumber sejarah rujukan untuk membuat
peran-peran majapahit agar lebih menonjol. Para sejarawan sunda yang
berpendidikan formal kebanyakan kurang percaya diri menjadikan carita
parahiyangan sebagai sumber berita tentang keberadaan kerajaan sunda."
Siabah berkata:"Sejarawan nasional telah membuat sejarah majaoahit seolah menjadi cikal
bakal negara indonesia. Padahal indonesia merupana warisan dari ex. Jajahan belanda.
Jadi secara de fakto sejarah indonesi bermula dari penjajahan belanda. Karena 100
persen negara indonesia merupakan ex, jajahan belanda., yang tidak ada
hubungannya dengan kerajaan majapahit yang sudah hancur pada abad 15 M. Jadi
tidak ada hubungannya antara majapahit dengan indonesia sekarang ini."
Siabah iri dengan negara-negara maju, seperti di inggris yang banyak membuat fil-filmya yang diangkat dari cerita-cerita klasiknya. Siabah berkata:"Negara negara barat sepeti dalam cerita-cerita di negeri inggris banyak
dipengaruhi oleh cerita-cerita trdisionalnya, meskipun kadang tidak masuk akal.
Tapi bagi mereka bukan masuk akal atau tidaknya, hal tersebut tidak terlalu penting.
Yang penting darinya adalah cerita-cerita tersebut dianggap sebagai awal dari
penyelidikan untuk pengkajian sejarahnya. Jadi perbedaan kaum intelek di negeri
elisabet dengan sejarawan kita adalah, jika mereka mencari sumber dari sumber
sedikit kemudian dilakukan penyelidikan-penyelidikan. Kalau dinegeri ini
informasi yang banyakpun seolah dibiarkan terlunta, karena keengganan untuk
berpikir dan sikap pengekornya begitu kuat, apalagi informasi sedikit, oleh
para sejarawan kita dianggap sebagai dongeng yang tiada berguna. Makanya jangan
heran situs-situs di tanah sunda seolah di telan bumi. Keberadaannya juga
selalu ditutup-tutupi oleh kaum intelektualnya itu sendiri."
Tanggung Jawab Generasi Sekarang
Siabah menekankan tentang tanggungjawab dari gebnerasi sekarang ini, untuk mengumpulkan cerita, cerita atau dongeng-dongeng, atau sejarah yang berkaitan dengan pembentukan sutu daerah atau kerajaan, yang kemudian dipublikasikan. Menurut siabah:"Sebeleum mencapai ke tingkat penyelidikan kesejarahan tanah sunda, generasi
sekarang mungkin harus membuka wacana
seluas-luasnya, dengan mengumpulkan sumber yang banyak dari berbagai pelosok
tataran sunda. Kumpulkan dan publikasikan, mungkin sekarang ini yang harus kita
lakukan, hingga munculnya kaum intelaktual /sejarawan sunda yang kritis yang tidak terikat oleh
kaum sejarawan para penguasa, yang cenderung menghilangkan potensi-potensi
kesejarahan sunda itu sendiri."
Menuerutnya juga:" Cerita-cerita, dongeng-dongeng dari tanah sunda dari siapapun mulai sekarang
harus mulai dikumpulkan dan dipublikasikan. Hal ini untuk mendorong sistem
crosscek sejarah dari sumber-sumber yang mungkin memiliki cerita sama tetapi
dari analisa yang berbeda, sehingga menimbulkan cerita atau sejarah berbeda."
Siabah juga mengkritik para pembuat sejarah kekuasaan, sejarah hanya untuk legitimasi kekuasaan yang ada. Menurut siabah:"Jangan percaya kepada kaum sejarawan sekarang ini, karena sejarawan
indonesia, termasuk dari sunda adalah pendukung atau penganut sejarah
kekuasaan. Jadi bagi mereka sejarah yang mendukung dan menguntungkan kekuasaan
yang sedang berkuasa itulah yang mereka dukung dan kembangkan. Padahal sejarah
itu sendiri adalah independen. Tetapi semua buku wajib kita miliki dan baca
untuk memperkaya intelektual kita itu sendiri, Tetapi menyangkut kesimpulan
sejarah, kita mungkin harus mengembangkan sejarah yang kritis. Dan yang
terpenting dari kita sekarang ini adalah kita harus berprinsip, sekecil apapun
informasi, sedikit apapun berita, harus dijadikan awal dari penyelidikan kita
terhadap sejarah."
(Mengenal Pemikiran Pemikiran Siabah, hasil dari suatu diskusi By. Adeng Lukmantara)
Foto. Abah Olin & Emut Muchtar (adiknya)
(Mengenal Pemikiran Pemikiran Siabah, hasil dari suatu diskusi By. Adeng Lukmantara)
Foto. Abah Olin & Emut Muchtar (adiknya)