Senin, 08 Agustus 2011

BAB II. KERAJAAN SALAKANAGARA


Pengantar

Kerajaan Salakanagara merupakan sebuah kerajaan awal di daerah Tatar Sunda,  yang berdiri antara abad 2 sampai dengan abad 4 Masehi. .Kerajaan ini dianggap yang pertama yang berdiri di nusantara. Dan kerajaan ini merupakan cikal bakal dari kerajaan Tarumanagara..

Tidak halnya seperti Tarumanagara yang banyak sekali meninggalkan jejak bukti, beupa ditemukannnya prasasti di berbagai tempat, di Tatar Sunda. Referensi yang menceritakan tentang keberadaan kerajaan Salakanagara adalah salah satu Kitab Naskah Wangsakerta yang bernama Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa, Kitab ini disusun oleh satu tim di bawah pimpinan Pangeran Wangsakerta antara tahun 1677 - 1698 Masehi,.

Pangeran Wangsakerta adalah salah seorang dari tiga putra Panembahan Ratu Carbon dari istrinya yang berasal dari Mataram. Nama lain  Pangeran Wangsakerta adalah Panembahan Carbon Tohpati bergelar Abdul Kamil Mohammad Nasarudin.

Kitab Naskah Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa  yang sudah ditemukan hingga saat ini terdiri dari empat buah, semuanya dari parwa pertama. Tiga naskah pertama (sarga 1-3) merupakan kisah atau uraian mengenai sejumlah negara yang perneh berperan terutama di Pulau Jawa, sedangkan sarga keempat merupakan naskah panyangkep (pelengkap) dan isinya berupa keterangan mengenai sumber-sumber yang digunakan untuk menyusun kisah itu.

Naskah Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa ini ditulis dengan menggunakan aksara Jawa di pesisir barat (Cirebon) atau aksara Jawa yang mirip dengan yang disebut oleh Drewes (1969:3) quadrat script. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa kuna dan bahasa Jawa Cirebon. Tulisannya berbentuk prosa, campuran antara paparan dan kisah. Cara penyajiannya memiliki ciri-ciri karangan ilmiah, yakni berupa keterangan secara tersurat mengenai sumber karangan yang digunakan. Atau minimal memeberi informasi awal kepada generasi kita, untuk pengkajian sejarah dari sumber aslinya atau sumber primer. Tidak seperti sejarawan kebanyakan, kalau tidak sesuai dengan penulis sejarah penguasa, dianggap tidak valid atau diragukan. Keraguan itu awal dari kebenaran, jika kita mau mengkajinya. Bukan seperti sejarawan kebanyakan, banyak memvonis, tetapi tujuannya untuk melegitimasi pembenaran.

Harusnya cara berpikir kebanyaan penulis sejarah itu berhipotesa, dengan adanya kisah yang ditulis oleh Wangsakerta itu, menjadi awal pencarian yang serius. Kemungkinan ada sumber yang lebih tua, yang kita harus selidiki. Jangan hanya seperti kata si fulan dan si anu, yang tidak berkesudahan. Kesalahan dalam penulisan sejarah adalah halyang mungkin, tetapi tidak mungkin salah semua.Karena itu harusnya para sejarawan harus punya prinsip, dengan informasi yang sedikit, merupakan awal dari pencarian. Karena setidaknya, bahwa naskah naskah yang ditulis  dalam Naskah ini banyak kesesuian dengan prasasti prasasti yang ditemukan. Meskipun ada penyebutan jawa kulwon, jawa wetan atau jawa tengah mengindikasikan bahwa naskah ini ditulis relatif baru. Tetapi yang perlu diacungi jempol adalah info awal yang sangat bermamfaat. Karena kalau sebuah karangan biasa tidak mungkin bisa bercerita begitu detail, apalagi menyangkut sejarah.

Dalam Kitab ini juga disebutkan Daftar Pustaka dalam pengambilan naskah ini, berasal dari delapan kitab, yaitu:
  • Pustaka Nagara Nusāntara
  • Pararatwan Sundawamsatilaka
  • Serat Ghaluh i Bhumi Sagandhu
  • Pustaka Tarumarajyaparwa-warnana
  • Pustaka mengenai Warmanwamsatilaka i Bhumi Dwipāntara;
  • Pustaka Serat Raja-raja Jawadwipa
  • Serat Pûrnawarmanah Mahāprabhāwo Rājā i Tarumanagara;
  • Pustaka Sang Resi Ghuru. 



II.A. Pendahuluan

Kerajaan Salakanagara adalah kerajaan yang berada di tatar sunda, lokasinya berada di daerah Pandeglang Banten  sekarang, tepatmya di daerah Pulosari, letaknya diperkirakan di Pesisir Teluk Lada,.Sebelum menjadi wilayah salakanagara pada awalnya di perintah oleh penguasa setempat yang bernama Aki Tirem.

Keberadaan tentang kerajaan Salakanagara, diungkapkan dalam naskah Wangsakerta,dalam kitab Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa. Kerajaan Salakanagara menurut naskah tersebut merupakan suatu kerajaan tertua di Nusantara (130-358 M).  Disamping itu ada sumber dari Cina yang mengungkap tentang keberadaan kerajaan ini.

Ibukota kerajann Salakanagara adalah Rajatapura. Rajatapura (kota perak) menurut naskah wangsakerta sebagai kota tertua  di Pulau Jawa, yang hingga tahun 362 M, menjadi pusat pemerintahan raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman 1 sampai dengan 8). Konon kota inilah yang disebut Argyre oleh Ptolomeus dalam tahun 150 M.

Tarumanagara hingga saat ini dianggap merupakan suatu kerajaan tertua di Tatar Sunda- Jawa. Tetapi beberapa naskah kuno dan sebagian ahli sejarah menulis bahwa sebelum taramanagara di wilayah Tatar Sunda terdapat beberapa kerajaan, seperti Salakanagara, yang diungkap dalam naskah Wangsakerta tersebut, Holotan yang diidentifikasi sebagai Aruteun.

Tokoh awal yang berkuasa di sini adalah Aki Tirem. Sedang raja pertama kerajaan Salakanagara, yaitu Dewawarman, yang bergelar Prabu Darmalokapala  Dewawarman haji rakja gpura sagara, yang memerintah sampai tahun 168 M, merupakan menantu Aki Tirem.

Dalam naskah Wangsakerta, dengan mengutip dari Kitab Pustaka Nusāntara, bahwa sejak  awal abad pertama tahun Saka, telah terjadi kontak antara penduduk di Nusantara dengan pedagang pedagang yang datang dari India (Bhratanagari). Dan semakin lama semakin banyak yang datang ke negeri negeri Nusantara, karena berbagai hal, diantaranya: Jasa dan Perdagangan. Kontak perdagangan diyakini merupakan awal dari hubungan negeri negeri di Nusantara dengan India. Dorongan dakwah agama, Menghindarkan diri dari bahaya, karena negeri negerinya dikalahkan atau dikuasai oleh lawan lawan politiknya. Mengharapkan kesejahteraan yang lebih baik.

Dan arus kedatangan besar besaran terjadi, ketika negeri negeri mereka berasal, dikalahkan atau dikuasai oleh lawan lawan politiknya. Dan menurut naskah ini, kebanyakan yang datang ke negeri nusantara adalah wangsa Salankayana, dan wangsa Pallawa. Dua wangsa inilah,  yang sangat banyak datang di sini,

Seperti halnya yang dipimpin oleh Dewawarman 1. Ia berasal dari wangsa Palawa,. Ia berangkat dari tanah India dengan menaiki beberapa puluh perahu besar kecil untuk menuju Nusantara. Sang Dewawarman datang di sini dengan membawa banyak pengikut dan harta benda serta berbagai senjata yang disiapkan.

Mereka datang dengan tujuan berdagang dan menjual jasa dengan penduduk setempat. Mereka membawa barang dagangan berupa pakaian, berbagai perhiasan, emas, perak, permata, obat-obatan, dan berbagai barang lainnya. Barang-barang yang dibelinya di sini adalah rempah-rempah, hasil bumi, dan lain-lain. Di antara pendatang kemudian banyak yang bermukim dan memperistri penduduk setempat, serta tidak kembali ke negeri asalnya. Mereka hidup akrab dan bersaudara. 

Sang Dewawarman sudah bersahabat dengan penduduk daerah pesisir Tatar Sunda, Nusa Apuy, dan Pulau Sumatra bagian selatan. Sang Dewawarman bersahabat pula dengan penghulu penduduk setempat, akhirnya bermukim di sini dan lama kelamaan menjadi raja kecil di daerah pesisir bagian barat dari Tatar Sunda.

Setelah menikah dengan anak penguasa setempat, Aki Tirem, dan menjadi penggantinya dikemudian hari. Dewawarman kemudian  membangun dasar dasar kerajaan, yang kemudian menjelma menjadi kerajaan Salakanagara. Pada tahun 52 Saka (= 130 Masehi) Sang Dewawarman dinobatkan menjadi raja. Kerajaannya diberi nama Salakanagara, ibukotanya diberi nama Rajatapura.  

Selanjutnya diuraikan mengenai pendatang-pendatang baru dari Singhanagari, Salihwahananagari, dan Bhumi Ghaudi, dari Bharatawarsa (India). Mereka datang di Pulau Jawa pada awal tarikh Saka. Mereka datang dengan memakai perahu ke berbagai negeri di Nusantara. Dan kemudian berinteraksi dengan masyarakat pribumi.

II.A.1. Terminologi

Salakanagara, berasal dari kata Salaka dan nagara. Salaka berarti Perak, sedangkan nagara berarti kota atau negara itu sendiri. Salakanagara bisa diartikan  kota perak. Adanya kota ini juga disebutkan  juga Argyre oleh Ptolomeus, tahun 150 M. Lokasi ini diperkirakan berada di Teluk Lada  sekarang ini, di Kota pandeglang, suatu kota yang terkenal  akan kerajinan logamnya. Pandeglang sendiri berarti pande geulang (pande adalah pembuat kerajinan dari logam, sedang geulang berarti perhiasan yang melingkar di tangan/ gelang). Dan beberapa  orang memperkirakan nama Salakanagara  ada hubungannya  dengan lokasi sekitarnya, Gunung Salak.

Ada dugaan  kota Argyre yang ditemukan oleh Claudius Ptolomeus  tahun 150 M, yaitu kota Perak atau Salakanagara ini. Sedang dari berita Cina dari dinasti Han, ada catatan bahwa raja Tiao-Pien (Tiao = dewa, Pien = Warman), dari kerajan Yehtiao  atau Jawa mengirim utusan / duta  ke Cina pada tahun 132 M.

Dalam sejarah masyarakat Sunda, kota perak ini sebelumnya diperintah  oleh Aki Tirem atau lengkapnya Aki Tirem Sang Aki Luhur Mulya, yang mana kota ini bernama Pulasari. Aki Tirem menikahkan putrinya yang bernama Pohaci Larasati kepada Dewawarman. Dewawarman  adalah pangeran  yang berasal  dari Palawa di India kidul.

II.A.2. Luas Wilayah dan Kekuasaan

Daerah kekuasaan kerajaan Salakanagara meliputi seluruh pesisir selat Sunda, yaitu pesisir Pandeglang, Banten wetan, sampai  Agrabintapura (gunung padang, Cianjur), dan juga pulau-pulau di selat Sunda, seperti  Apuynusa / agnynusa (pulau api) yang berada di pulau krakatau dan pesisir selatan  Swarnabumi (Pulau Sumatra).

Sepanjang pantai Salakanagara dijaga pasukan Dewawarman termasuk pesisir di  Tatar Sunda, Nusamandala atau Pulau Sangiang, Nusa Api dan pesisir sumatra bagian selatan, bertujuan untuk menjaga  keamanan dari gangguan perompak dilautan. Sebagai imbalnny, para pelaut tersebut diwajibkan membayar upeti.

Sejak pra Aki Tirem  wilayah barat pulau jawa tak lekang dari gangguan  para perompak, bahkan keberadaan  Salakanagara tak lepas dari  perlunya penduduk kota perak  mempertahankan diri dari gangguan  para perompak. Disinilah sebenarnya  dewawarman I berkenalan  dengan masyarakat Jawadwipa  dan dari tema inilah kemudian masyarakat Tatar Sunda bersentuhan dengan kebudayaan India.

Konon, di era Salakanagara, pemberantasan perompak memang dianggap sulit bahkan , ketujuh putra Dewawarman terakhir terbunuh  dilaut ketika menghalau perompak. Karena alasan inilah kemudian Salakanagara mengadakan hubungan diplomatik dengan Cina dan juga India.

II. Sejarah Kerajaan  menurut Kitab  Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa,

Menurut  kitab Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa, diungkapkan bahwa di tatar Sunda Jawa sebelum abad 1 Masehi  sudah terdapat penghuninya dari suku lokal. Dan waktu itu sudah terdapat jalinan perdagangan antara suku lokal dengan pedagang pedagang dari India dan Cina. Pedagang pedagang India sudah datang ke negeri Nusantara, dan banyak juga yang menetap, Dan kedatangan orang orang India semakin banyak, ketika di India terjadi perang saudara, sehingga menimbulkan banyak pengungsia ke daerah daerah nusantara,

1. Migrasi wangsa Salankayana dan wangsa Pallawa di bumi Bharatanagari (India)
Dalam kitab Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa,  diuraikan mengenai pendatang-pendatang baru dari Singhanagari, Salihwahananagari, dan Bhumi Ghaudi (Benggala), dari Bharatawarsa (India). Mereka datang di Pulau Jawa pada awal tarikh Saka. Mereka datang dengan memakai perahu.
Diungkapkan, mula mula mereka tiba di timur Pulau Jawa, kemudian ke Barat Pulau Jawa. Mereka datang dengan tujuan berdagang dan menjual jasa dengan penduduk setempat. Mereka membawa barang dagangan berupa pakaian, berbagai perhiasan, emas, perak, permata, obat-obatan, dan berbagai barang lainnya. Barang-barang yang dibelinya di sin adalah rempah-rempah, hasil bumi, dan lai-lain. Di antara pendatang kemudian banyak yang bermukim di sini dan memperistri penduduk setempat, serta tidak kembali ke negeri asalnya. Mereka hidup akrab dan bersaudara. Para pendatang dari Bharatanagari ini juga mengajarkan agama mereka kepada penduduk setempat.
Pendatang /dari tanah India tersebut memuja dewa trimurti di samping dewa-dewa lain. Penduduk setempat asalnya para pendatang juga, sejak dahulu mereka mengadakan pemujaan kepada nenek moyang. Tidak lama antaranya banyak pula penduduk yang memeluk agama baru, dan banyak pula para pendatang yang menikah dengan anak penghulu setempat. Para pendatang itu banyak yang berasal dari wangsa Salankayana dan wangsa Pallawa di bumi Bharatanagari.
Mereka datang menaiki beberapa puluh perahu yang dipimpin oleh Sang Dewawarman dari wangsa Pallawa. Sang Dewawarman sudah bersahabat dengan penduduk daerah pesisir Jawa Barat, Nusa Apuy, dan Pulau Sumatra bagian selatan. Sang Dewawarman bersahabat pula dengan penghulu penduduk setempat, akhirnya bermukim di sini dan lamakelamaan menjadi raja kecil di daerah pesisir bagian barat dari Tatar Sunda. Sang Dewawarman kemudian beristrikan anak penghulu penduduk wilayah desa, yang bernama Aki Tirem. Sang penghulu kemudian menganugerahkan pemerintahan wilayah desa kepada menantunya.
Pada tahun 52 Saka (= 130 Masehi) Sang Dewawarman dinobatkan menjadi raja. Kerajaannya diberi nama Salakanagara, ibukotanya diberi nama Rajatapura. Ia bergelar Sang Prabhu Dharmalokapala Dewawarma Haji Raksagapurasagara, dan menjadi raja sampai dengan tahun 90 Saka (= 168 Masehi).

2. Para Penguasa Kerajaan Salakanagara

Sebelum menjadi kerjaan, wilayah salakanagara pada awalnya di perintah oleh penguasa setempat yang bernama Aki Tirem.  Aki Tirem atau lengkapnya Aki Tirem Sang Aki Luhur Mulya,  berkuasa di suatu kota yang bernama Pulosari. Aki Tirem menikahkan putrinya yang bernama Pohaci Larasati  dengan Dewawarman,  pangeran  yang berasal  dari Palawa di India Timur, yang kemudian menggantikannya.

Setelah aki Tirem meninggal  pada tahun 130 M, kekuasaannya kemudian diteuskan oleh menantunya, Dewawarman I, yang dinobatkan sebagai raja pertama salakanagara.

a. Dewawarman 1 (mp. 52-90 Saka/130-168 M)

Dewawarman dianggap sebagai pendiri dan sekaligus menjadi raja pertama kerajaan Salakanagara, Ia berkuasa dari tahun 130-168 M, dengan gelar Prabu Darmaloka Pala Aji Raksa Gapura Sagara, atau terkenal dengan nama Dewawarman 1.

Pada awalnya ia merupakan duta keliling  kerajaaan Pallawa dari Bharata (India) di pulau Jawa. Ia kemudian menetap di Barat Pulau Jawa (sekitar Pandeglang) karena menikah dengan putri penguasa  setempat, Aki Tirem, yang bernama  Dewi Pwahaci Larasati.

Setelah aki Tirem meninggal  pada tahun 130 M,   ia kemudian menggantikannya, dan kemudian dinobatkan sebagai raja pertama Salakanagara dengan gelar Prabhu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapura Sagara, sedang Dewi Pohaci  di beri gelar Dwi Dwan Rahayu. Dan pada saat itu  juga diberlakukan penanggalan sunda yang kemudian dikenal dengan sebutan saka sunda. Ia juga mendirikan ibukota Rajatapura.

Dewawarman berkuasa selama 38 tahun, sejak dinobatkan pada tahun 52 saka (130 M) hingga 168 M. Selama masa pemerintahannya, ia mengutus adiknya yang merangkap menjadi senopati, bernama Bahadur Harigama untuk menjadi  raja daerah  di Mandala Ujung Kulon, sedangkan adiknya yang lain yaag bernama Sweta Liman sakti dijadikan raja daerah Tanjung Kidul dengan ibukota Agrabhitapura.

Dewawarman 1 berkuasa selama 38 tahun. Ia meninggal pada tahun 168 M, dan kemudian digantikan oleh anaknya Sang Prabhu Dhigwijayakasa Dewawarmanputra atau Dewawarman 2.

b. Dewawarman 2 (mp. 90 – 117 Saka / 168—195 M)

Raja kedua Salakanagara dari dinasti Dewawarman, dengan gelar Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra, yang menggatikan ayahnya, Dewawarman 1. Ia merupakan putra sulung dari Dewawarman 1 dengan Dewi Pohaci.

Dewawarman 2 berkuasa menjadi raja Salakanagara dari tahun 90 – 117 Saka  atau 168—195 Masehi. Ia beristrikan seorang putri dari keluarga Maharaja Singhalanagari. Dari pernikahannya ini lahir di antaranya seorang yuwaraja / penggantinya menjadi raja, yang bernama Prabhu Singhanagara Bhimayasawirya dan menjadi  Dewawarman 3. Menggantikan ayahnya menjadi raja yang meninggal tahun 117 Saka / 195 Masehi), 


c. Dewawarman 3  (mp. 195-238 M)

Raja ketiga dinasti Dewawarman,  Ia menggantikan ayahnya menjadi raja di Salakanagara pada tahun 117 Saka (= 195 Masehi), dengan gelar Prabhu Singhanagara Bhimayasawirya dan menjadi  Dewawarman III. 
Ia menjadi raja sampai dengan tahun 160 Saka (= 238 Masehi). Pada masa pemerintahannya Salakanagara diserang perompak, namun dapat dibinasakan olehnya. Dewawarman 3,  kemudian digantikan oleh menantunya ialah Sang Prabhu Dharmastyanagara yang menjadi Dewawarman IV. 

Ia memerintah pada tahun 160 – 174 Saka (= 238-252 Masehi). Dewawarman 4 digantikan oleh anak perempuannya , yaitu Rani Mahisasuramardini Warmandewi. Ia memerintah bersama suaminya, Sang Prabhu Amatyasarwajala Dharmasatyajaya Warunadewa. 



d. Dewawarman 4   (mp. 238-252 M)

Deawawrman 4 atau Sang Prabhu Amatyasarwajala Dharmasatyajaya Warunadewa menjadi raja ke-4 kerajaaan Salakanagara, dari  dinasti Dewawarman. Ia merupakan menantu Dewawarman 3, yang merupakan raja Ujung Kulon.
Sang Prabhu Dharmastyanagara yang menjadi Dewawarman 4. Ia memerintah pada tahun 160 – 174 Saka (= 238-252 Masehi). Dewawarman 4 digantikan oleh anak perempuannya, yaitu Rani Mahisasuramardini Warmandewi. Ia memerintah bersama suaminya, Sang Prabhu Amatyasarwajala Dharmasatyajaya Warunadewa. 


e, Dewawarman  5 (mp. 252-276 M)

Ia menjadi raja Salakanagara ke-5 dari dinasti Dewawarman, menggantikan mertuanya, Dewawarman 4.

Ia menikah dengan putri sulung Dewawarman 4, yang bernama Mahisasuramardini Warmandewi, yang kemudian menggantikannya setelah suaaminya (Dewawarman 5) meninggal dunia.

f, Mahisa Suramardini Warmandewi (mp. 276—289 M)

Ia merupakan  putri tertua Dewawarman 4 dan istri dari dewawarman 5. Ia menggantikan suaminya sebagai raja ke-6, ketika suaminya  gugur  melawan bajak laut.


g. Dewawarman 6 (mp. 289-308 M)

Raja ke-7 dinasti Dewawarman. Ia dijuluki Sang mokteng Samudra. Ia merupakan putra tertua Dewawarman 5. Ia naik tahta dinasti Dewawarman menggantikan ibunya, Mahisa Suramardini.


h. Dewawarman 7 (mp. 308-340 M)

Raja ke-8 dinasti Deawarman, dengan gelar  Prabu Bima Digwijaya Satyaganapati. Ia merupakan putra tertua  Dewawarman 6.


i. Sphatikanawa Warmandewi (mp. 340-348 M)

Raja ke-9 kerajaan Salakanagara dari dinasti Dewawarman. Ia merupakan putri sulung Dewawarman 7.

j. Dewawarman 8  (mp. 348-362 M)

Raja ke-10  kerajaan Salakanagara dari  dinasti Dewawarman, dengan gelar  Prabu Darmawirya Dewawarman atau Dewawarman 8. Ia merupakan cucu Dewawarman 6.  Sanak keluarga Sang Dewawarman 8 bermukim di Yawananagari, ada pula yang bermukim di Hujung Mendini.

Ia menikah dengan  Sang Spatikārnawa Warmandewi, dari istri pertamanya ini  menurunkan raja-raja yang ada di Tatar Sunda  dan Bakulapura (sekarang Kutai Kartanegara). Dan ia juga menikah dengan Sang Dewi Candralocana namanya, putri dari Sang Brahmana Salankayana di bumi Bharata. Dari istri keduanya ini menurunkan raja raja di Swarnadwipa (Pulau Sumatra), Sanghyang Hujung, dan Jawa Tengah.

Dewawarman 8 mempunyai beberapa orang anak perempuan dan laki laki, diantaranya:
  • Yang sulung adalah seorang perempuan, bernama Sang Parameswari Iswari Tunggal Pertiwi Warmandewi, disebut juga Dewi Minawati, di dalam naskah ini dikatakan yang cantik rupanya, bagaikan bulan purnama. Ia  kemudian menikah dengan Jayasingawarman. Jayasingawarman ini dikemudian hari menggantikan Dewawarman 8 menjadi raja Salakanagara yang ke-11. Tetapi karena Jayasingawarman memindahkan ibukotanya ke Tarumanagara,  maka nama kerajaanpun berubah  dengan nama Tarumanagara
  • Ada pula seorang putra Sang Dewawarman yang lelaki, yang bernama Aswawarman yang bermukim di Bakulapura atau sekarang kerjaan Kutai Kartanegara. Di sana  Sang Aswawarman menikah dengan anak raja setempat, Sang Kudungga. Disana Aswawarman dianggap merupakan pendiri dari kerajaan Kutai..
  • Anaknya  yang ketiga bernama Dewi Indari, yang kemudian menikah dengan Maharesi Santanu, raja Indraprahasta (sekitar Cirebon ). Anaknya yang ke-4, bernama Dewawarman, pindah ke Sumatra (Swarnadhipa),  yang kemudian menurunkan raja raja Sriwijaya, diantaranya Adityawarman
  • Anak dari Sang Dewawarman lainnya lagi menjadi putra mahkota. Setelah Sang Dewawarman  meninggal, putra mahkota menggantikan ayahnya menjadi raja, tetapi kerajaannya ada di bawah perintah Adityawarman merupakan keturunan dari Sang Dewawarman 8,

 Dewawarman 8 merupakan raja terakhir Salakanagara. Ia kemudian digantikan oleh menantunya,  Jayasingawarman, yang kemudian memindahkan kekuasaanya ke sekitar sungai Citarum, dan negaranya kemudian terkenal dengan nama Tarumanagara. Karena Kerajaan Taruma sudah menjadi negara besar, dan makin bertambahlah kewibawaan. Sehingga Salakanagara hanya menyajadi negara bagian wilyaha Kerajaan Tarumanagara. Dan Raja Salakanagara setelah Dewawarman menjadi bagian dari kerajaan Tarumanagara, sehingga Dewawarman 8 dianggap sebagai raja terakhir dari kerajaan Salakanagara.

Demikian juga turunan Deawarman 8, Sang Aswawarman menjadi raja yang sangat berwibawa di Bakulapura / Kutai. Begitu pula seterusnya anak cucu Sang Dewawarman di kemudian hari menjadi raja yang sangat berwibawa di Swarnabhumi/ kerajaan Sriwijaya. Mula-mula anak-cucu sang penguasa yang ada di Swarnadwipa, karena cucu Sang Dewawarman beristrikan putri salah seorang raja setempat.

(Sumber: dari berbagai sumber)
id.wikipedia : Kerajaan Salakanagara
 Naskah Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa m Terjemahan


KERAJAAN PRA-TARUMANAGARA



     Tarumanagara hingga saat ini dianggap merupakan suatu kerjaan tertua di pulau Jawa. Tetapi beberapa naskah kuno dan sebagian ahli sejarah menulis bahwa sebelum taramanagara di wilayah pasundan (barat Jawa) terdapat beberapa kerajaan, seperti Salakanagara, yang diungkap dalam naskah Wangsakerta, Holotan yang diidentifikasi sebagai Aruteun.

  
KERAJAAN SALAKANAGARA

      Keberadaan tentang kerajaan Salakanagara, diungkapkan dalam naskah Wangsakerta. Kerajaan Salakanagara menurut naskah Wangsakerta  (dalam buku Pustaka Rajya Rajya  I Bumi Nusantara) merupakan suatu kerajaan tertua di Nusantara (130-358 M).  Disamping itu ada sumber dari Cina yang mengungkap tentang keberadaan kerajaan ini.
      Kerajaan Salakanagara ini terletak di pesisir Teluk Lada, Pandeglang, dengan ibukota Rajatapura. Rajatapura (kota perak) menurut naskah wangsakerta sebagai kota tertua  di Pulau Jawa, yang hingga tahun 362 M, menjadi pusat pemerintahan raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman 1 sampai dengan 8). Konon kota inilah yang disebut Argyre oleh Ptolomeus dalam tahun 150 M.
       Tokoh awal yang berkuasa di sini adalah Aki Tirem. Sedang raja pertama kerajaan Salakanagara, yaitu Dewawarman, yang bergelar Prabu Darmalokapala  Dewawarman haji rakja gpura sagara, yang memerintah sampai tahun 168 M, merupakan menantu Aki Tirem.


TERMINOLOGI (ASAL USUL)
    Salakanagara, berasal dari kata Salaka dan nagara. Salaka berarti Perak, sedangkan nagara berarti kota atau negara itu sendiri. Salakanagara bisa diartikan  kota perak. Adanya kota ini juga disebutkan  juga Argyre oleh Ptolomeus, tahun 150 M. Lokasi ini diperkirakan berada di Teluk Lada  sekarang ini, di Kota pandeglang, suatu kota yang terkenal  akan kerajinan logamnya. Pandeglang sendiri berarti pande geulang (pande adalah pembuat kerajinan dari logam, sedang geulang berarti perhiasan yang melingkar di tangan/ gelang). Dan beberapa  orang memperkirakan nama Salakanagara  ada hubungannya  dengan lokasi sekitarnya, Gunung Salak.
       Ada dugaan  kota Argyre yang ditemukan oleh Claudius Ptolomeus  tahun 150 M, yaitu kota Perak atau Salakanagara ini. Sedang dari berita Cina dari dinasti Han, ada catatan bahwa raja Tiao-Pien (Tiao = dewa, Pien = Warman), dari kerajan Yehtiao  atau Jawa mengirim utusan / duta  ke Cina pada tahun 132 M.
        Dalam sejarah masyarakat Sunda, kota perak ini sebelumnya diperintah  oleh Aki Tirem atau lengkapnya Aki Tirem Sang Aki Luhur Mulya, yang mana kota ini bernama Pulasari. Aki Tirem menikahkan putrinya yang bernama Pohaci Larasati kepada Dewawarman. Dewawarman  adalah pangeran  yang berasal  dari Palawa di India kidul.

LUAS WILAYAH DAN KEKUASAAN
    Daerah kekuasaan kerajaan Salakanagara meliputi seluruh pesisir selat Sunda, yaitu pesisir Pandeglang, Banten wetan, sampai  Agrabintapura (gunung padang, Cianjur), dan juga pulau-pulau di selat Sunda, seperti  Apuynusa / agnynusa (pulau api) yang berada di pulau krakatau dan pesisir selatan  swarnabumi (pulau sumatra).
      Sepanjang pantai salakanagara dijaga pasukan Dewawarman termasuk pesisir jawa barat, nusamandala atau pulau sangiang, nusa api dan pesisir sumatra bagian selatan, bertujuan untuk menjaga  keamanan dari gangguan perompak dilautan. Sebagai imbalnny, para pelaut tersebut diwajibkan membayar upeti.
     Sejak pra Aki Tirem  wilayah barat pulau jawa tak lekang dari gangguan  para perompak, bahkan keberadaan  Salakanagara tak lepas dari  perlunya penduduk kota perak  mempertahankan diri dari gangguan  para perompak. Disinilah sebenarnya  dewawarman I berkenalan  dengan masyarakat Jawadwipa  dan dari tema inilah kemudian masyarakat Sunda bersentuhan dengan kebudayaan India.
     Konon, di era Salakanagara, pemberantasan perompak memang dianggap sulit bahkan  menurut cerita rakya, ketujuh putra Dewawarman terakhir terbunuh  dilaut ketika menghalau perompak. Karena alasan inilah kemudian Salakanagara mengadakan hubungan diplomatik deng Cina dan juga India.


PENGUASA (RAJA RAJA) SALAKANAGARA
       Raja-raja yang pernah berkuasa di Salakanagara, adalah:
1.       Dewawarman 1 (mp. 130-168 M)
2.       Dewawarman 2
3.       Dewawarman 3
4.       Dewawarman 4
5.       Dewawarman 5
6.       Mahisasuramardini Warmandewi (mp. 276—289 M)
7.       Dewawawrman 6
8.       Dewawarman 7
9.       Sphatikarnawa Warmandewi (mp. 340-348 M)
10.    Dewawarman 8  (mp. 348-363 M)
11.    Jayasingawarman



TRANSISI DARI SALAKANAGARA KE TARUMANAGARA
       Kerajaan Salakanagara hnya berdiri selama 232 tahun, tepatnya dari tahun 130 M hingga 362 M.  Raja terakhir, Dewawarman VIII, yang bergelar Prabu Darmawirya Dewawarman (mp. 348-363 M), menyerahkan kekuasaannya kepada menantunya, yaitu Jaya Singawarman. Jayasingawarman  kemudian merubah nama kerajaan jadi tarumanagara  serta memindahkan ibukotanya ke sebelah wetan dekat Bekasi sekarang. Dan kerajaan salakanagara  sendiri statusnya menjadi kerajaan bawahannya.
     Jayasingawarman adalah maharesi yang berasal  dari Salankayana di India, yang mengungsi ke Nusantara  karena megrinya  ditaklukan oleh Maharaja Samudragupta dari kerajaan Magada  India.


BUKTI KEBERADAAN SALAKANAGARA
      Salakanagara  di dalam naskah Wangsakerta disebut-sebut sebagai kerajaan paling awal yang ada di nusantara. Dan sumber-sumber (cerita local / cerita rakyat) juga menceritakan hal itu.
    Tetapi sumber berita yang sangat berpengaruh  dan memberikan inspirasi  bagi par peneliti adalh adanya berita dari tanah Cina, yang menyebut Raja Yeh Tiao bernama Tiao Pien  mengirimkan utusan ke negeri Cina (dinasti Han) pada tahun 132 M. Nama Yeh Tiao diduga Yawadhipa atau Yabadiu (Jawa), sedangkan Tiao pien dipersamakan dengan Dewawarman (Tiao = dewa, Pien = Warman).
      Berita Cina bukan satu-satunya  sumber rujukan, karena keberadaanya dianggap lebih serius setelah dihubungkan dengan tulisan-tulisan Ptololmeus, ahli ilmu bumi dari Mesir, dalam bukunya “Geographia”, yang ditulis pad tahun 150 M. Ptolomeus menyebutkan diujung barat Iabadiou (Jawadhipa) terletak Argyre (kota perak). Dari kedua berita ini para ahli menarik kesimpulan tentang adanya sebuah kerajaan di barat pulau jawa. Sekalipun dalam rentang perjalanan waktu, kesimpulan para ahlipun berubah-ubah, bahkan ada yang menganggap  kota Argyre berada di barat Thailand.
     Dan kedua sumber tersebut semakin menguatkan tentang keberadaan Salakanagara yang diungkapkan dalam naskah Wangsakerta, disamping nama-nama yang berkesesuaian. Salakanagara (kota perak) hal yang dipersamakan  dengan arti argyre (sumber Ptolomeus),  dan Tiao Pien dengan Dewawarman (Tiao = dewa, Pien = Warman) sumber dari Cina.


PENINGGALAN SALAKANAGARA
       Dalam sejarah lokal, konon letak Salakanagara berada di sekitar teluk lada Pandeglang Banten. Peninggalan yang dianggap berasal dari Salakanagara tersebar di Hunjuran, Citaman, pulosari, dan ujung kulon. Bahkan diperkirakan memiliki kaitan dengan wilayah  gunung salak, caringin kurung dan gunung padang di cianjur, yang terkenal dengan situs megalitiknya.


NASKAH PENINGGALAN DAN NASKAH KUNO YANG MENCERITAKAN PERADABAN SUNDA KLASIK



A. PENINGGALAN SUNDA KLASIK

1. Carita Parahiyangan

     Carita Parahiyangan merupakan suatu naskah Sunda kuno yang berbahasa Sunda kuno, yang dibuat pada akhir abad ke-16 M, yang menceritakan sejarah tanah sunda, mengenai kerajaan Sunda, yaitu isatana (keraton) galuh dan istana (keraton) pakuan. Naskah ini tersimpan di Museum Nasional Jakarta.
     Naskah Carita Parahiyangan terdiri dari  47 lembar  daun lontar ukuran 21 x 3 cm, yang tiap lembarnya berisi 4 baris. Huruf yang digunakan dalam penulisan naskah ini adalah aksara Sunda kuno.
     Naskah ini pertama kali diteliti oleh K.F. Holle, kemudian C.M Pleyte. Naskah ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia  oleh Purbacaraka sebagai tambahan laporan mengenai u Tulis dibogor, dan selanjutnya oleh beberapa sarjana sunda.
     Naskah Carita Parahiyangan ini menceritakan  sejarah sunda dari awal kerajaan Galuh  pada zaman Wretikandayun sampai runtuhnya Pakuan Pajajaran (ibukota kerajaan Sunda) akibat serangan kesultanan Banten, Cirebon dan Demak.
       Naskah parahiyangan ini banyak sekali menyebut  nama tempat yang merupakan kekuasaan kerajaan Sunda. Nama-nama tempat ini ada yang tetap hingga kini.


2. Naskah Bujangga Manik

    Naskah Bujangga Manik adalah naskah primer, yang merupakan peninggalan dari naskah berbahasa Sunda yang sangat berharga. Naskah ini ditulis dalam daun nipah, dalam puisi naratif  berupa lirik  yang terdiri dari 8 suku kata. Naskah ini seluruhnya terdiri dari  29 daun nipah, yang masing-masing  berisi  56 baris kalimat yang terdiri dari 8 suku kata.
    Yang menjadi tokoh dan yang menulis naskah ini adalah Prabu Jaya Pakuan alias Bujangga Manik, seorang resi Hindu dari kerajaan Sunda. Walaupaun ia seorang prabu (keluarga raja/ bangsawan) dari keraton Pakuan Pajajaran, ia lebih suka menjalani hidup sebagai seorang resi.
     Bujangga Manik melakukan perjalanan 2 kali ke negeri Jawa. Pada perjalanan kedua, ia singgah  di Bali untuk beberapa lama serta ke pulau Sumatra dan akhirnya ia bertapa di sekitar gunung Patuha sampai ia meninggal.
     Bujangga Manik dalam naskah ini  menyebut negri Majapahit, Malaka, dan Demak, hal ini dapat diperkirakan bahwa  naskah ini ditulis pada akhir abad ke14 M, atau awal abad ke15 M.
     Naskah ini sangat berharga karena menggambarkan topografi pulau jawa pada awal abad ke15 M. Lebih dari 400 nama tempat tinggal dan sungai disebut  dalam naskah ini dan berbagai nama tempat yang masih digunakan hingga kini.
    Naskah ini sekarang tersimpan  di perpustakaan Bodleian, di Oxford sejak tahun 1627 M.


3. Amanat Galunggung

        Amanat Galunggung adalah  nama yang diberikan untuk sekumpulan naskah  yang ditemukan di kabuyutan ciburuy, kabupaten Garut, dan merupakan salah satu naskah tertua di Nusantara.
    Naskah ini ditulis pada abad 15 M pada daun lontar dan daun nipah, menggunakan  bahasa dan aksara Sunda kuno. Naskah ini berisi nasehat mengenai etika dan budi pekerti Sunda, yang disampaikan Rakeyan Darmasiksa, raja Sunda ke-25, penguasa Galunggung, kepada putranya, Ragasuci (sang Lumahing Taman).
     Diantara isi dari naskah Amanat galunggung, adalah:
·         Harus  dijaga kemungkinan orang asing  dapat merebut  tanah kabuyutan (tanah yang disakralkan).
·         Barangsiapa yang dapat mendudukan Galunggung sebagai tanah yang  disakralkan akan  memperoleh kesaktian, unggul perangt,  berjaya dan mewariskan  kekayaan sampai turun temurun.
·         Lebi berharga kulit lasun (musang) yang berada di tempat sampah  daripada putra raja yang tidak  mampu mempertahankan  tanah airnya.
·         Jangan memarahi orang yang tidak bersalah.
·         Jangan tidak berbakti kepada leluhur yang telah mampu  mempertahankan  tanah air pada zamannya.


*) Nama “Amanat Galunggung” berasal dari filolog  Saleh Danasasmita, yang  turut mengjkaji naskah tersebut, kemudian turut mengompilasikan hasil kajiannya  dalam “Sewaka Darma, SanghyangSiskandang Karesian, Amanat Galunggung.” (1987)

**) Di Kabuyutan Ciburuy Garut,  hingga kini orang menyimpan naskah-naskah kuno, salah satunya  yang ditemukan di kabuyutan itu, sebelum disimpan  di perpustakaan nasional, Jakarta, adalah “Amanat Galunggung.”


4. Sanghiyang Siksa Kandang Karesian (1518 M)
    Naskah ini ditulis pada tahun 1440 saka atau 1518 M, dalam bahasa Sunda kuno, yang ditulis dalam daun nipah. Naskah ini oleh sebagaian ahli  dianggap sebagai pustaka ensiklopedik, yang sekarang tersimpan di Perpustakaan Nasional,  kropak 630).
     Isi naskah ini dibagi 2 bagian. Yang pertama disebut dasakreta selaku ”kundangeun urang rea” (ajaran akhlak untuk semua orang). Sedang yang kedua  disebut darma pitutur, yang berisi ilmu pengetahuan (bahasa sunda = pangaweruh) yang harus dimiliki oleh setiap manusia agar hidup berguna di dunia.
      Meskipun  dalam naskah ini berjudul karesian, isinya tidak hanya berkenaan dengan kaum agama, tetapi banyak bertalian dengan kehidupan menurut ajaran darma. Dan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan ada dalam darma pitutur, seperti apa yang diungkapkan dalam pengantarnya:
Kitu keh urang janma ini lamun dek nyaho dipuhun suka lawan enak ma ingetkeun saur sang darma pitutur...., kalinganya, kita jarang dek ceta, ulah salah geusan nanya.”


5. Carita Purnawijaya
     Carita Purnawijaya merupakan karya sastra Sunda yang menceritakan tentang perjalanan Purnawijaya ke Neraka.
     Purnawijaya adalah yaksa (buta) yang mendapat pengajaran dari sang dewa utama mengenai bertingkah laku jahat. Setelah itu Purnawijaya diajak melihat neraka sehingga  mengetahui siksa yang akan dijalani oleh manusia yang banyak dosa.
    Naskah ini disimpan di Perpusnas (2 karopak 413 dan 423) menggunakan bahasa Sunda kuno dan tulisan Sunda kuno, yang diukir dalam daun palm, dan dibuat kirakira pada abad ke17 M. Naskah yang di karopak 423 ada 39 lembar.


6. Carita Ratu Pakuan
     Suatu naskah yang berbentuk pantun yang di tulis oleh pujangga yang bernama Kairaga, dari gunung Srimanganti, Cikuray. Naskah ini diperkirakan ditulis pada akhir abad ke-17 M atau awal abad 18 M dalam bahasa Sunda, yang dapat ditemukan pada Karopak 410.
    Naskah ini menceritakan dengan indah tentang kepindahan ratu Ambetkasih, istri Sribaduga maharaja Jayadewata dan selirnya,  dari istana Galuh ke istana Pakuan.



B. NASKAH SETELAH ABAD KE-17 M (DI ERA ISLAM)

1. Naskah Wangsakerta

      Naskah Wangsakerta merupakan hasil pertemuan para ahli sejarah dari hampir 90 daerah di Nusantara yang berlangsung pada tahun 1677 sampai dengan 1698 M di keraton Kasepuhan Cirebon.
     Naskah Wangsakerta adalah suatu istilah yang disusun oleh Pangeran Wangsakerta secara pribadi atau oleh timnya.  Naskah ini ditemukan awal tahun 1970 M, selain menimbulkan kekaguman  karena kelengkapannya, juga menimbulkan kontroversi dan keraguan. Para ahli sejarah banyak yang meragukan karena alasan: isinya terlalu histories (tidak umum sebagaimana naskah-naskah  sezamannya), dan isinya cocok dengan naskah-naskah barat, dan mungkin tidak dibuat pada abad ke-17 M, disamping keadaan fisik naskah (kertas, tinta dan bangun aksara / huruf) yang kasar, tidak seperti naskah lama pada umumnya.
      Pangeran Wangsakerta memenuhi permintaan ayahnya, Panembahan Girilaya, dari kesultanan Cirebon,  agar sang pangeran menulis kisahkisah kerajaan Nusantara. Kemudian panitia dibentuk untuk  mengadakan suatu gotrasawala (symposium / seminar) diantara para ahli  sejarah di Nusantara, yang hasilnya kemudian ditulis  menjadi naskah-naskah yang sekarang dikenal dengan Naskah Wangsakerta. Gotrasawala ini berlangsung tahun 1599 saka (atau 1677 M), dan penyusunan naskah ini menghabiskan waktu 21 tahun (selesai pada 1620 saka / 1698 M).
     Hurup yang digunakan dalam naskah ini adalah hurup kawi dengan bahasa yang disebut jawa tengahan, tetapi menurut wangsakereta sendiri disebut Purwa Jawa (Jawa Kuno).
     Di Perpustakaan kesultanan Cirebon mengoleksi 1703 judul naskah dan 1213 diantaranya berupa karya pangeran Wangsakerta dan timnya, mengenai kerajaan-kerajaan di Nusantara. Ada 47 jilid yang merupakan gabungan dari sejarah berbagai daerah, yaitu:
·         Pustaka Rajya Rajya I Bhumi Nusantara, 25 jilid (sarga). Pustaka Rajya Rajya I Bhumi Nusantara ini  dibagi dalam 5 parwa (bab) yang masing-masing mempunyai judul tersendiri:
1.            Pustaka Kathosana Rajya Rajya I Bhumi Nusantara
2.            Pustaka Rajyawarnana Rajya Rajya I Bhumi Nusantara
3.            Pustaka Kertajaya Rajya Rajya I Bhumi Nusantara
4.            Pustaka Rajakawasa Rajya Rajya I Bhumi Nusantara
5.            Pustaka Nanaprakara Rajya Rajya I Bhumi Nusantara
·         Pustaka Pararatwan, 10 jilid.
·         Pustaka Nagara Kretabhumi, 12 jilid.
     Naskah Wangsakerta  kini tersimpan di Museum Sribaduga Maharaja, Bandung.


2. Babad Pajajaran

         Babad Pajajaran ditulis di Sumedang pada tahun 1816 M, pada masa  Pangeran Kornel.


3. Carita Purwaka Caruban Nagari

    Naskah ini ditulis sekitar tahun 1720-an oleh Pangeran Arya dari Cirebon.
   

4. Carita Waruga Guru

       Carita Waruga guru adalah suatu naskah berbahasa Sunda yang ditulis pada tahun 1750-an.


5. Kitab Waruga jagat
      Suatu naskah yang berasal dari Sumedang


6. Pancakaki Masalah  Karuhun Kabeh,
       Berasal dari Ciamis yang ditulis pada abad ke 18 M,  dalam bahasa Jawa dan huruf Arab Pegon.



C. NASKAH KARYA ORANG LUAR, YANG BANYAK MENCERITAKAN TENTANG SEJARAH SUNDA KLASIK


1. Kidung Sunda / Kidung Sundayana

     Kidung Sunda adalah sebuah tulisan / naskah  dalam bahasa Jawa pertengahan yang berbentuk syair (tembang), yang kemungkinan berasal dari Bali. Dalam kidung ini diceritakan tentang kisah pencarian  seorang permaisuri Hayam Wuruk dari Majapahit, dan tragedi perang bubat yang memilukan.
      Kidung Sunda adalah sumber tertulis yang paling terinci dan paling penting dalam mengupas tentang peristiwa Bubat yang memilukan dan memalukan. Sebagai naskah kuno yang terdapat di Bali, Kidung Sunda memberikan yang relative adil dalam mengupas tragedy berdarah di bubat, penghianatan Gajah Mada dan kepahlawanan Sunda yang tanpa pantang menyerah.
      Dari kisahnya, dengan gaya bahasanya yang lugas dan lancar, tidak berbelit-belit seperti karya-karya sastra, mengindikasikan adanya factor kebenaran, disamping ditulis oleh orang Bali yang relative independen dalam menganalisa kisah ini.
      Kisah dalam Kidung Sunda  memadukan unsur-unsur romantis dan dramatis yang memikat. Dengan penggunaan gaya bahasa yang hidup, para protagonis cerita ini bisa hidup. Dalam kisah ini, Kidung Sunda menceritakan Patih Anepaken, Patih Sunda yang begitu tegas dan tidak takut sedikitpun dalam menghadapi tentara Majapahit, meskipun hanya membawa perlengkapan seadanya, karena hanya mengantar penganten, dan  dia tetap lantang meskipun berada di sarang / daerah Majapahit.
      Kemudian cerita yang dikisahkan dalam Kidung Sunda juga bisa dikatakan logis dan masuk akal. Hal ini mengindikasikan bahwa peristiwa ini benar-benar terjadi. Karena penulis dari kisah ini cenderung lebih berpihak pada orang Sunda, maka Kidung Sunda jarang ditampilkan dalam buku-buku sejarah.
    

2. Summa Oriental

   Summa Oriental  merupakan karya Tome Peres, duta besar asal Portugis di Kerajaan Sunda. Ia banyak bercerita tentang kebesaran kerajaan Sunda di era Sri Baduga Maharaja Jayadewata (Prabu Siliwangi), yang ditulis sekitar tahun 1513 M. Dalam buku ini ia banyak menceritakan tentang keadaan kerajaan Sunda di era Sri Baduga Maharaja Jayadewata.


(Sumber: dari berbagai sumber)