Kata
Pengantar
Dalam naskah Carita Parahiyangan, disebut nama Prabu Detya Maharaja. Dan dalam naskah Wangsakerta dan juga Prasasti yang ditemukan di Cibadak menjelaskan tentang Raja Sunda yang ke-20 Prabu Detya Maharaja ini, yaitu Maharaja Sri Jayabhupati.
Ada hal yang unik dari Raja
Sri Jayabhupati ini, yaiti dari gelar dan prasasti yang ditemukan mengenainya
bercorak jawa timuran. Karena ia sendiri merupakan menantu dari Raja
Darmawangsa Teguh.
Meskipun belum begitu
komplit, karena data yang minim, dan hanya merupakan cuplikan cuplikan. Mudah
mudahan ke depannya ada perbaikan.
NASKAH
BAB
I SILSILAH DAN KELUARGA
Sri jayabupati atau lengkapnya Prabu Detya Maharaja Sri Jayabhupati merupakan
raja kerajaan sunda ke-20, yang berkuasa dari tahun 1030-1042 M. Ia naik tahta menggantikan ayahnya Prabu sanghiyang Ageng (mp. 1019-1030 M).
Dalam Carita Parahiyangan Sri Jayabhupati sebut “Prabu
Datia Maharaja” yang berkuasa di tanah sunda selama 12 tahun, dan di Galuh
selama 7 tahun.
Ayahnya Prabu sanghiyang Ageng
(mp. 1019-1030 M), dan ibunya merupakan
putri asal Sriwjaya, yang masih kerabat Raja Wura Wuri.
Ayahnya, Prabu sangiang Ageung menikahkan Sri Jayabupati dengan putri raja terakhir
Dinasti Sonjaya, Raja Darmawangsa Teguh.
a.. Sri
Jayabhupati dinikahkan Dengan Putri
Darmawangsa Teguh
Dalam sistem kerajaan klasik, perkawinan antar
kerajaan biasanya dijalin untuk memperkokoh negara tersebut. Baik dari keluarga
laki laki atau keluarga waniita akan menjadi kuat karena ikatan perkawinan ini.
Setidaknya untuk menyerang salah satu dari keluarga tersebut akan mendapat konsekwensi
bantuan dari kerajaan yang menjadi menantua atu mertuanya.
Hal ini mungkin dilakukan oleh Raja Sunda waktu itu,
Prabu Sanghiyang Ageung dan raja Medang Bhumi Mataram waktu itu, Darmawangsa
Teguh. Kerajaan Sunda dikenal secara tradisi merupakan kerajaan yang tangguh
dan stabil. Karena kemungkinan ikatan perkawinan untuk memperkuat satu sama
lain.
Hal tersebut ditambah dengan untuk mempererat
kekeluargaan kembali. Karena seperti diungkapkan sebelumnya, bahwa kerajaan
Bhumi Mataram, masih merupakan satu keturunan. Karena dinasti yang berkuasa
disana merup[akan turunan dari Sonjaya, yang berasal dari tanah Sunda.
Dengan mengawinkan Sri Jayabupati dengan putri dari
Darmawangsa Teguh, Bagi Prabu Sanghiyang Ageung (ayah Sri Jayabupati),
memperolh 2 keuntungan, yaitu: tetap Menjalin silaturahmi dengan dinasti
Sonjaya, karena Sonjaya berasal dari Sunda. Dan yang kedua Prabu sanghiyang Ageung
seolah ingin memeperkokoh kedudukannya
dalam tatanan global. Karena Prabu Sanghiyang Ageung beristrikan putri
dari Sriwijaya. Karena itu seakin kokhlah keberadaan Prabu Sanghiyang Ageung
ini, menjadi besan raja Sriwijaya dan mempunyai menantu dari Medang Bhumi
Mataram.
b.. Gelar dan
Corak Jawatimuran
Sri jayabhupati bergelar Sri Jayabhupati Maharaja: Jayabhupati Jaya Manahen Wisnumurti
Samarawijaya calakabhuana mandalecwaranindita
Harogowardhana wikramottunggadewa.
Gelar ini bercorak Keraton Jawa Timur-an, merupakan hadiah perkawinan dari mertuanya,
Sri Dharmawangsa Teguh. Hadiah nama gelar semacam itu, diterima pula oleh Prabu
Airlangga, menantu Sri Darmawangsa Teguh lainnya, dan digunakan sebagai gelar
resmi, setelah Prabu Airlangga menjadi raja. Istrinya merupakan adik dari
Dewi Laksmi, istri Airlangga (1019-1042 M), yang kemudian menjadi
prameswarinya. Karena pernikahannya tersebut, ia kemudian mendapat
anugrah gelar dari mertuanya (Dharmawangsa), gelar ini yang dicantumkan dalam
prasasti Cibadak.
c.. Keluarga
Sri jayabupati menikah dengan anak Prabu Darmawangsa,
dan merupakan adik dari Dewi Laksmi, istri dari raja Airlangga. Dari istrinya
putri Darmawangsa, ia mempunyai beberapa orang anak, diantaranya: Prabu dharmaraja yang dikemudian
hari menggantikan sebagai raja, dan wikramajaya yang menjadi panglima angkatan
laut.
Sri Jayabhupati menikah juga dengan Dewi
Pertiwi, yang kemudian mempunyai anak yang bernama Resiguru Batara
Hiyang Purnawijaya. Dan lain lain.
Setelah ia meninggal, tahta jatuh ke anaknya yang
bernama Prabu Dharmaraja (1042-1065 M), atau dalam Naskah
Carita Parahiyangan disebut “ Nu Hilang di Winduraja”, yang menjadi raja sunda
selama 23 tahun.
BAB II MASA
PEMERINTAHAN
Pada masa kekuasaannya, Sri Jayabhupati diuntungkan
oleh sistem kekeluargaan besar di zamannya. Ibunya merupakan putri dari raja
Sriwijaya, sedang istrinya berasal dari Medang Bhumi Mataram. Jadi secara
politik, dia diuntungkan oleh sistem kekluargaan tersebut.
Tetapi hal ini menjadi lain, ketika justr terjadi
persaingan antara Sriwijaya dengan penguasa Medang Bhumi Mataram waktu itu. Dan penulis sejarah sering mengatakan bahwa kerajaan mertuanya hancur kalah karena serangan raja Wura Wuri, yang merupakan sekutu Sriwijaya di Jawa.
BAB III
PRASASTI PENINGGALAN SRI JAYABHUPATI
Prasasti
peninggalan Sri Jayabhupati ditemukan di daerah Cibadak Sukabumi, sehingga
kemudian prsasti ini dikenal dengan nama Prsasati jayabhupati atau Prasasti
Cibadak.
Prasasti ini
terdiri dari 40 baris sehingga memerlukan 4 buah batu untuk menulisnya.
Prasasti ini ditulis dalam bahasa dan huruf Jawa kuno, yang
sekarang disimpan di museum pusat, dengan code D73 (dari Cicatih), D96,
D97, D98
Isi ketiga batu
pertama (menurut Pleyte):
D73
//0//
Swasti shakawarsatita 952 Karttikamasatithi dwadashi shuklapa
–ksa.ha.ka.ra. wara Tambir. Iri ka diwasha nira prahajyan Sunda maharaja Shri
Jayabhupati Jayamana-hen wisnu murtti samarawijaya shaka labhuw anamandales waranindita
harogowardhana wikra mottunggadewa, ma-
D96
Gaway tepek i
purwa sanghyang tapak ginaway denira shri jayabhupati prahajyan Sunda. Mwang tan hanani baryya baryya shila. Irikang iwah tan pangalapa ikan
sesini iwah. Makahiyang sanghyang tapak wates kapujan I hulu, I sor
makahingan ia sanghyang tapak wates kapujan I wungkalogong kalih
matangyan pinagawayaje n pra sasti pagepageh. Mangmang sapatha.
D 97:
Sumpah denira prahajyan sunda. Iwirnya nihan.
Terjemahan:
Selamat, dalam
tahun saka 952 bulan kartika tanggal 12 bagian terang, hari hariang, kaliwon,
ahad, wuku tambir. Inilah saat raja Sunda Maharaja Sri Jayabupati
Jayamahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabuwana mandaleswara nindita haro
gonawardhana wikramottung gadewa, membuat tanda disebelah timur
sanghiyang tapak. Dibuat oleh Srijayabhupati Raja Sunda. Dan jangan ada
yang melanggar ketentuan ini. Disungai ini jangan (ada yang) menangkap
ikan di sebelah sini sungai dalam batas daerah pemujaan
sanghiyang tapak di sebelah hulu. Disebelah hilir dalam batas
daerah pemujaan sanghiyang tapak pada dua batang pohon besar. Maka
dibuatlah prasasti (maklumat) yang dikukuhkan dengan sumpah)
Sumpah yang
diucapkan oleh raja Sunda lengkapnya tertera pada prasasti ke-4 (D
98). Terdiri dari 20 baris, yang intinya menyeru semua kekuatan
gaib didunia dan di surga agar ikut melindungi keputusabn raja.. Siapapun
yang menyalahi ketentuan tersebut diserahkan penghukumannya kepada
semua kekuatan itu agar dibinasakan dengan menghisap otaknya, menghirup
darahnya, memberantakan ususnya dan membelah dadanya. Sumauh itu ditutup
dengan kalimat seruan, ” I wruhhanta kamunghyang kabeh” ( Ketahuilah olehmu
parahiyang semuanya).
Tanggal
pembuatan Prasasti Jayabupati ini bertepatan dengan 111 Oktober 1030 M, Isi
prasasti ini dalam segala hal menunjukan corak jawa timur, tidak hanya
huruf, bahasa dan gaya , melainkan juga gelar raja di lingkungan raja di
keraton Dharmawangsa, karena ia sendiri merupakan menantu dari Dharmawangsa.
(Lanjut.....)
By Adeng Lukmantara
Sumber: Id.Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar