Kata Pengantar
Salah seorang yang banyak dibicarakan dalam Naskah Carita Parahiyangan adalah tokoh yang bernama Rahiyangtang Kuku atau disebut juga dengan nama Sang Seuweukarma, atau dikenal juga dengan nama Resi Demunawan. Resi Demunawan merupakan pendiri istana Saunggalah di Kuningan.
NASKAH
A.. SILSILAH DAN
KEKUASAAN
Rajaresi Demunawan atau rahiyangtang Kuku atau dikenal juga
dengan nama Sang Seuweu Karma. Ia
dkienal sebagai raja yang adil, sehingga gelar Seuweu Karma berkaitan dengan
keadilan ini. Seuweu dalam bahasa indonesia berarti anak atau putra, karma
berarti adil, atau berkaitan dengan huku keadilan. Karena ia sangat bijak dalam
menentukan hukum, dan ia sendiri dikenal dengan gelar rajaresi (resiguru)
artinya raja yang ahli juga dalam bidang keagamaan, dikenal arif dan bijaksana.
Dan dalam Naskah Carita Parahiyangan diungkapkan betapa arifnya dia sehinngga
dikenal sebagai “tempat panyuluhan jalma rea (Tempat meminta pendapat banyak
orang)”.
Rajaresi Demunawan merupakan putra kedua dari pasangan
Rahiyang Sempak Waja dengan istrinya, Pwah Rababu. Ia merupakan adik dari Prabu
Purbasora (Raja Galuh ke-4 yang mengkudeta Prabu Sena), dan kakak lain bapak,
Prabu Sena (Raja galuh ke-3).
Demunawan menikah dengan putri penguasa Kuningan, Sang
Pandawa atau Prabu Wiragati, yang bernama Pohaci Sangkari pada tahun 671 M.
Ketika masih di Kuningan,
dalam naskah Wangsakaerta (Pustaka rajya rajya-i Bhumi Nusantara) ia
tinggal di keraton yang ada di kuningan
yang dinamakan Sangkarmasaya, yang
berarti tempat sang karma, yaitu tempat Demunawan tinggal menetap dan memerintah
daerahnya. Tetapi ketika ia berkuasa atas Kuningan dan Galunggung, ia berkuasa
di saunggalah. Saunggalah berasal dari kata saung berarti Rumah, dan Galah
berarti panjang. Dengan demikian arti Saung Galah berarti Rumah panjang, atau
Keraton yang memanjang.
1.. Rahiyang Sempak
Waja (620- M)
Rahiyang Semplak
Waja atau Batara dangiang Guru merupakan anak tertua Wretikandayun yang lahir tahun 620
M. Sempak waja tidak menjadi raja karena ia ompong. Dengan demikian ia kemudin memilih
menjadi resiguru (batara
dangiang guru) di
Galunggung. Sempak Waja menikah dengan Pwah Rababu dan mempunyai 2 anak,
yaitu: Prabu Purbasora dan Resi Demunawan.
Prabu Purbasora karena merasa anak tertua dan dilahirkan
dari anak tertua raja pendiri Galuh. Karena itu ia merasa paling berhak atas
tahta galuh. Dengan alasan moralitas kemudian Prabu Purbasora pada tahun 716 M mengkudeta Raja Galuh, yaitu Prabu Sena yang merupakan
adiknya seibu.
2.. Menerima Tahta
dari Ayah dan Mertua
Setelah pasca kudeta Sonjaya terhadap Prabu Purbasora (kakak
Demunawan). Untuk mengeksiskan kekuasaan Demunawan, maka pada tahun 723 M
Demunawan mendapatkan tahta raja
Kuningan dari mertuanya, Sang Pandawa. Dan ia juga mendapat tahta Galunggung
dari ayahnya, Batara dangiang Guru sempak Waja. Dengan demikian kekuasaan
Demunawan kemudian meliputi Kuningan dn juga Galunggung.
Dengan berlalunya waktu, dan menjadikan kerajaan Saunggalah
menjadi kerajaan yang disegani baik otoritasnya dalam kekuasaan dan juga dalam
keagamaan.
B. KONSTALASI POLITIK
GALUH TAHUN 723 M PASCA KUDETA SONJAYA
TERHADAP PURBASORA
Setelah terjadi kudeta Sonjaya terhadap Prabu Purbasora pada
tahun 723 M, maka konstalasi perpolitikan di kerajaan galuh berubah. Meskipun
Sonjaya dapat mengalahkan Prabu Purbasora dan dapat menguasai Galuh. Tetapi
Sonjaya tidak serta merta menguasai galuh secara keseluruhan.
Galuh dalam sejarahnya dibangun dalam otokrasi keagamaan.
Karena itu otokrasi keagamaan mempunyai wilayahnya yang independen. Dengan
demikian meskipun sistem pemerintahan Galuh dikuasai tidak otomatis menguasai seluruhnya. Karena Galuh
mengakui kekuasaan otokrasi dari para penguasa agama. Sehingga dengan
dikuasainya Galuh tidak serta merta dapat menguasai seluruh wilayah, terutama
yang berkaitan dengan otokrasi kekuasaan keagamaan. Dan otokrasi kekuasaan
keagamaan yang sangat dihormati di Galuh adalah Kabataraan Galunggung, yang
didirikan oleh putra pertama pendiri Galuh, Wretikandayun, yang bernama Batara
dangiang Guru Sempak Waja.
Otoritas Galunggung waktu itu masih dipegang oleh tokoh yang
sangat dihormati oleh masyarakat Galuh, yaitu Batara Dangiang Guru Rahiyang
Sempak Waja. Yang secara silsilah merupakan ayah dari Prabu Purbasora, dan
kakek dari Sonjaya itu sendiri.
Dengan demikian, meskipun Sonjaya dapat menguasai istana
galuh, tetapi secara de fakto masih
tidak diakui sebagai penguasa Galuh secara keseluruhan, karena belum diakui
oleh otokrasi kekuasaan keagamaan, terutama Galunggung. Apalagi ketika Sonjaya
diuji oleh Batara dangiang Guru untuk mengalahkan raja raja di daerah Kuningan,
Tetapi Sonjaya tidak mampu mengalahkannya.
Sehingga Sonjaya kemudian meminta ijin kepada Batara
dangiang Guru Sempak Waja, untuk menjadikan Resi Demunawan dari Saunggalah
untuk menjadi raja Galuh. Sonjaya memandang bahwa Resi Demunawan merupakan adik dari Prabu
Purbasora. Tetapi permintaan ini ditolak oleh Sempak waja, karena ia merasa
curiga bahwa hal itu hanya siasat Sonjaya untuk memancing Demunawan masuk dalam
perangkapnya di galuh, setelah itu membinasakannya. Dan alasan Sempak waja yang
kedua adalah karena ia tidak rela Demunawan menjadi bawahan Sonjaya. Di ketahui
juga bahwa Sonjaya waktu itu juga telah menjadi raja di Pakuan.
Karena Sonjaya tidak dapat menguasai ketiga penguasa di
Kuningan (tiga serangkai dari Kuningan: sang Pandawa, sang wulan dan ), maka
Sonjaya akhirnya menerima siapapun yang ditunjuk oleh Batara dangiang Guru yang
hendak memegang pemerintahan di galuh. Batara dangiang Guru sempak waja
kemudian menunjuk Premanadikusumh, putra patih Wijaya atau cucu Purbasora (atau
buyut Sempak Waja itu sendri). Dan untuk mengontrol kekuasaan di Galuh sebagai
penyeimbang, maka sonjaya kemudian menunjuk putranya, yang bernama Temperan
Barmawijaya menjadi patih di Galuh.
Tidak hanya itu, dalam membendung kekuasaan Sonjaya di
Galuh, maka Batara Dangiang guru Sempak Waja kemudian mengukuhkan kedudukan
Demunawan di Kuningan. Pada tahun 723 M, Demunawan dinobatkan menjadi raja di
Kuningan menggantikan kedudukan mertuanya, Sang pandawa atau Prabu Wiragati. Dan pada waktu itu juga ia kemudian meyerahkan
wilayah kekuasaan galunggung kepadanya. Karena ia menerima tahta Galunggung,
yang mempunyai otoritas keagamaan yang sangat disegani, maka dikemudian hari ia
dikenal dengan gelar raja Resi Demunawan.
Dengan demikian Demunawan
berkuasa atas wilayah Kuningan dan juga Galunggung, yang kemudian hari
dinamakan kerajaan Saunggalah, karena memilih Saunggalah sebagai ibukota
pemerintahannya.
Dengan pembentukan kerajaan baru yang independen ini seolah
Batara Dangiang Guru telah membuat tandingan kerajaan Galuh. Karena kerajaan
Sunda dan Galuh itu sendiri tidak berani mengutak ngatik kekuasaan Resiguru
demunawan di Saunggalah.
1.. Sonjaya Pada
Tahun 732 M Mendapat Tahta Medang Bumi Mataram
Setelah kekuasaan galuh diserahkan kepada Premanadikusumah,
Sonjaya kemudian kembali ke Pakuan. Tetapi pada tahun 732 M, Sonjaya dinobatkan
menjadi penguasa (raja) menggantikan ayahnya, Prabu Sena, yang telah berkuasa
sebelumnya. Prabu Sena setelah dikudeta oleh Prabu Sena pada tahun 716 M, ia
melarikan diri ke Medang Bhumi Mataram, kerajan istrinya, sanaha, berasal. Ia
kemudian menjadi raja di sana.
Sebagai konsekwensi kepindahan Sonjaya ke Bhumi Mataram,
maka kekuasaan Sunda kemudian di serahkan kepada putranya, Prabu Temperan
Barmawiajaya.
2. Prabu Temperan
Barmawijaya
Setelah mendapat tahta kerajaan Sunda pada tahun 732 M, dari
ayahnya, Sonjaya. Prabu Temperan merasa perlu untuk mengeksikan diri sebagai
raja, terutama ddi daerah Galuh.
Karena itu untuk mengeksiskan kekuasaannya di kedua kerajaan
Prabu Temperan kemudian menyingkirkan kekuasaan Premanadikusumah dari tahta
Galuh. Dan hal ini mendapat kesempatan
ketika Premanadikusumah sedang dalam pertapaannya.
Dan hal ini diungkapkan dalam Naskah
Carita Parahiyangan:
“Di wates Sunda,
aya pandita sakti, dipateni tanpa dosa, ngaranna Bagawal Sajalajala. Atma pandita teh nitis, nya jadi Sang Manarah. Anakna
Rahiang Tamperan duaan jeung dulurna Rahiang Banga. Sang manarah males pati.”
B. GALUH TAHUN 739 M
PASCA KUDETA SANG MANARAH
Pada tahun 739 M terjadi perang besar di Kerajaan Galuh. Hal
ini diakibatkan oleh kudeta yang dilakukan oleh Sang Manarah (Ciung Wanara)
terhadap penguasa Sunda Galuh, Prabu
Temperan, yang menyebabkan Prabu temperan meninggal dunia pada tahun 739 M.
Dengan demikian tahta galuh sejak tahun 739 M dipegang oleh Sang Manarah.
Sisa pasukan
kerajaan dipimpin anak Temperan, yang
beernama Hariang Banga, juga mulai
terdesak. Hariang Banga dapat ditangkap
dan dipenjara oleh Ciung Wanara, tetapi Hariang Banga dapat meloloskan diri.
Dan ia mulai menyusun kembali pasukan untuk menyerang Galuh.
Prabu Sonjaya yang sudah menjadi raja di Jawa (Medang Mataram)
sangat marah ketika mendengar anaknya, Prabu Temperan, meninggal akibat kudeta
tersebut. Sehingga ia kemudian mengerahkan pasukan dari Mataram untuk menyerang
Galuh dengan 4 kekuatan besar.
Pasukan satu bernama Tomarasakti dipimpin oleh Sanjaya; pasukan 2 bernama
Samberjiwa dipimpin oleh Rakai Panangkaran (putra sanjaya), pasukan 3 bernama
Bairawamamuk dipimpin oleh Panglima Jagat Bairawa, pasukan 4 bernama
Batarakroda, dipimpin oleh Langlang Sebrang. Dan dari barat juga
bergerak tentara dari ibukota Pakuan menuju menyerang Galuh yang dipimpin oleh
Hariang Banga dan patihnya.
Tetapi perang besar ini kemudian dapat dihentikan oleh Raja
resi Demunawan yang waktu itu berusia 93 tahun, dengan diadakan gencatan
senjata. Perundingan gencatan
senjata digelar di keraton Galuh pada tahun 739 M. Kesepakatanpun
tercapai: Galuh harus diserahkan kepada Sang Manarah, dan Sunda kepada Rahiyang
Banga (cucu Sanjaya), dan Sanjaya memimpin Medang Mataram. Dengan demikian
Sunda Galuh yang selama tahun 723-739 M, merupakan satu kekuasaan terpecah
kembali.
Dan untuk menjaga
agar tak terjadi perseturuan, Manarah dan banga kemudian dinikahkan
dengan kedua cicit Demunawan. Manarah dengan gelar Prabu Jayaperkosa
Mandaleswara Salakabhuwana, memperistri Kancanawangi, sedang Banga sebagai raja
Sunda bergelar Prabu Kertabhuwana Yasawiguna Hajimulya, mengawini adik
Kancanawangi yang bernama Kancanasari.
Dengan demikian Resi Demunawan telah melakukan kebijakan
yang sangat cerdas, meskipun sistem kenegaraan telah terpisah, tetapi seluruh
tataran sunda dibangun dengan kekeluargaan. Dengan perkawinan keluarga
Saunggalah dengan istana Galuh dan juga Istana Pakuan, seolah ikatan keluarga
dijalin lagi melalui suatu ikatan perkawinan keraton Saunggalah, Galuh dan
Pakuan. Dan dikemudian hari ikatan tersebut dijalin, sehingga kerajaan sunda di
Pakuan, Galuh dan Saunggalah, seolah menjadi satu kesatuan. Dan ketiga kota tersebut
kemudian dijadikan menjadi ibukota kerajaan sunda, tergantung raja sunda dimana
berasal. Dan penguasa terkenal dikemudian hari, Prabu Darmasiksa, yang digelari
titisan Wisnu berasal dari istana saunggalah ini.
(lanjut)
By Adeng lukmantara
Peminat Studi Peradaban Sunda dan Islam
Peminat Studi Peradaban Sunda dan Islam
Sumber: dari berbagai Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar