Selasa, 16 Agustus 2016

SRI JAYABUPATI, RAJA KERAJAAN SUNDA KE-20

Kata Pengantar


Dalam naskah Carita Parahiyangan, disebut nama Prabu Detya Maharaja. Dan dalam naskah Wangsakerta dan juga Prasasti yang ditemukan di Cibadak menjelaskan tentang Raja Sunda yang ke-20 Prabu Detya Maharaja ini, yaitu Maharaja Sri Jayabhupati.
Ada hal yang unik dari Raja Sri Jayabhupati ini, yaiti dari gelar dan prasasti yang ditemukan mengenainya bercorak jawa timuran. Karena ia sendiri merupakan menantu dari Raja Darmawangsa Teguh.
Meskipun belum begitu komplit, karena data yang minim, dan hanya merupakan cuplikan cuplikan. Mudah mudahan ke depannya ada perbaikan.


NASKAH

BAB I SILSILAH DAN KELUARGA
Sri jayabupati atau lengkapnya Prabu Detya Maharaja Sri Jayabhupati merupakan raja kerajaan sunda ke-20, yang berkuasa dari tahun 1030-1042 M. Ia naik tahta menggantikan ayahnya Prabu sanghiyang Ageng (mp. 1019-1030 M).
Dalam Carita Parahiyangan Sri Jayabhupati sebut “Prabu Datia Maharaja” yang berkuasa di tanah sunda selama 12 tahun, dan di Galuh selama 7 tahun.
Ayahnya Prabu sanghiyang Ageng (mp. 1019-1030 M), dan ibunya merupakan  putri asal Sriwjaya, yang masih kerabat Raja Wura Wuri.
Ayahnya, Prabu sangiang Ageung menikahkan  Sri Jayabupati dengan putri raja terakhir Dinasti Sonjaya, Raja Darmawangsa Teguh.

a.. Sri Jayabhupati dinikahkan  Dengan Putri Darmawangsa Teguh
Dalam sistem kerajaan klasik, perkawinan antar kerajaan biasanya dijalin untuk memperkokoh negara tersebut. Baik dari keluarga laki laki atau keluarga waniita akan menjadi kuat karena ikatan perkawinan ini. Setidaknya untuk menyerang salah satu dari keluarga tersebut akan mendapat konsekwensi bantuan dari kerajaan yang menjadi menantua atu mertuanya.
Hal ini mungkin dilakukan oleh Raja Sunda waktu itu, Prabu Sanghiyang Ageung dan raja Medang Bhumi Mataram waktu itu, Darmawangsa Teguh. Kerajaan Sunda dikenal secara tradisi merupakan kerajaan yang tangguh dan stabil. Karena kemungkinan ikatan perkawinan untuk memperkuat satu sama lain.
Hal tersebut ditambah dengan untuk mempererat kekeluargaan kembali. Karena seperti diungkapkan sebelumnya, bahwa kerajaan Bhumi Mataram, masih merupakan satu keturunan. Karena dinasti yang berkuasa disana merup[akan turunan dari Sonjaya, yang berasal dari tanah Sunda.
Dengan mengawinkan Sri Jayabupati dengan putri dari Darmawangsa Teguh, Bagi Prabu Sanghiyang Ageung (ayah Sri Jayabupati), memperolh 2 keuntungan, yaitu: tetap Menjalin silaturahmi dengan dinasti Sonjaya, karena Sonjaya berasal dari  Sunda. Dan yang kedua Prabu sanghiyang Ageung seolah ingin memeperkokoh kedudukannya  dalam tatanan global. Karena Prabu Sanghiyang Ageung beristrikan putri dari Sriwijaya. Karena itu seakin kokhlah keberadaan Prabu Sanghiyang Ageung ini, menjadi besan raja Sriwijaya dan mempunyai menantu dari Medang Bhumi Mataram.

b.. Gelar dan Corak Jawatimuran
Sri jayabhupati bergelar Sri Jayabhupati Maharaja: Jayabhupati Jaya Manahen Wisnumurti Samarawijaya   calakabhuana  mandalecwaranindita Harogowardhana wikramottunggadewa.
 Gelar ini bercorak Keraton Jawa Timur-an, merupakan  hadiah perkawinan dari mertuanya, Sri Dharmawangsa Teguh. Hadiah nama gelar semacam itu, diterima pula oleh Prabu Airlangga, menantu Sri Darmawangsa Teguh lainnya, dan digunakan sebagai gelar resmi, setelah Prabu Airlangga menjadi raja. Istrinya merupakan adik dari  Dewi Laksmi, istri Airlangga (1019-1042 M), yang kemudian menjadi prameswarinya.  Karena pernikahannya tersebut, ia kemudian mendapat anugrah gelar dari mertuanya (Dharmawangsa), gelar ini yang dicantumkan dalam prasasti Cibadak.

c.. Keluarga
Sri jayabupati menikah dengan anak Prabu Darmawangsa, dan merupakan adik dari Dewi Laksmi, istri dari raja Airlangga. Dari istrinya putri Darmawangsa, ia mempunyai beberapa orang anak,  diantaranya: Prabu dharmaraja yang dikemudian hari menggantikan sebagai raja, dan wikramajaya yang menjadi panglima angkatan laut.
Sri Jayabhupati menikah juga dengan Dewi Pertiwi, yang kemudian mempunyai anak yang bernama  Resiguru Batara Hiyang Purnawijaya. Dan lain lain.
Setelah ia meninggal, tahta jatuh ke anaknya yang bernama Prabu Dharmaraja (1042-1065 M), atau dalam Naskah Carita Parahiyangan  disebut “ Nu Hilang di Winduraja”, yang menjadi raja sunda  selama 23 tahun. 
  
BAB II MASA PEMERINTAHAN
Pada masa kekuasaannya, Sri Jayabhupati diuntungkan oleh sistem kekeluargaan besar di zamannya. Ibunya merupakan putri dari raja Sriwijaya, sedang istrinya berasal dari Medang Bhumi Mataram. Jadi secara politik, dia diuntungkan oleh sistem kekluargaan tersebut.
Tetapi hal ini menjadi lain, ketika justr terjadi persaingan antara Sriwijaya dengan penguasa Medang Bhumi Mataram waktu itu. Dan penulis sejarah sering mengatakan bahwa kerajaan mertuanya hancur  kalah karena serangan raja Wura Wuri, yang merupakan sekutu Sriwijaya di Jawa. 

BAB III PRASASTI PENINGGALAN SRI JAYABHUPATI
Prasasti peninggalan Sri Jayabhupati ditemukan di daerah Cibadak Sukabumi, sehingga kemudian prsasti ini dikenal dengan nama Prsasati jayabhupati atau Prasasti Cibadak.
Prasasti ini terdiri dari 40 baris sehingga memerlukan 4 buah batu untuk menulisnya. Prasasti ini ditulis dalam bahasa  dan huruf Jawa kuno, yang sekarang  disimpan di museum pusat, dengan code D73 (dari Cicatih), D96, D97, D98

Isi ketiga batu pertama (menurut Pleyte):

D73
//0// Swasti  shakawarsatita 952 Karttikamasatithi dwadashi  shuklapa –ksa.ha.ka.ra. wara Tambir. Iri ka diwasha nira prahajyan Sunda maharaja Shri Jayabhupati Jayamana-hen wisnu murtti samarawijaya shaka labhuw anamandales waranindita harogowardhana wikra mottunggadewa, ma-

D96
Gaway tepek i purwa sanghyang tapak ginaway  denira shri jayabhupati prahajyan Sunda. Mwang tan hanani baryya baryya shila. Irikang iwah tan pangalapa ikan sesini iwah. Makahiyang sanghyang tapak wates kapujan I hulu, I sor makahingan  ia sanghyang tapak wates kapujan I wungkalogong kalih matangyan pinagawayaje n pra sasti pagepageh. Mangmang sapatha.

D 97:
Sumpah denira prahajyan  sunda. Iwirnya nihan. 
  
Terjemahan:
Selamat, dalam tahun saka 952 bulan kartika tanggal 12 bagian terang, hari hariang, kaliwon, ahad, wuku tambir. Inilah saat raja Sunda Maharaja Sri Jayabupati  Jayamahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabuwana mandaleswara  nindita haro gonawardhana wikramottung gadewa, membuat  tanda  disebelah timur sanghiyang tapak. Dibuat  oleh Srijayabhupati Raja Sunda. Dan jangan ada yang melanggar  ketentuan ini. Disungai ini jangan (ada yang) menangkap ikan  di sebelah sini sungai dalam batas  daerah pemujaan  sanghiyang tapak di sebelah hulu.  Disebelah hilir dalam batas daerah  pemujaan sanghiyang tapak pada dua batang  pohon besar. Maka dibuatlah prasasti (maklumat) yang dikukuhkan dengan  sumpah)

Sumpah yang diucapkan oleh raja Sunda  lengkapnya tertera pada prasasti  ke-4 (D 98). Terdiri dari 20  baris, yang intinya menyeru semua  kekuatan gaib didunia dan di surga agar ikut  melindungi keputusabn raja.. Siapapun yang menyalahi  ketentuan tersebut diserahkan penghukumannya  kepada semua kekuatan itu agar dibinasakan  dengan menghisap otaknya, menghirup  darahnya, memberantakan ususnya  dan membelah dadanya. Sumauh itu ditutup dengan kalimat seruan, ” I wruhhanta kamunghyang kabeh” ( Ketahuilah olehmu parahiyang semuanya).


Tanggal pembuatan Prasasti Jayabupati ini bertepatan dengan 111 Oktober 1030 M, Isi prasasti ini dalam segala hal  menunjukan corak jawa timur, tidak hanya huruf, bahasa dan gaya , melainkan juga gelar raja di lingkungan raja di keraton Dharmawangsa, karena ia sendiri merupakan menantu dari Dharmawangsa.

(Lanjut.....)

By Adeng Lukmantara
Sumber: Id.Wikipedia