Pengantar
Untuk menuju kesempurnaan dalam tulisan adalah dengan
mencari sumber data yang banyak, tetapi itupun tidak menjamin ada tulisan akan
sempurna. Yang sempurna bagi penulis adalah proses evolusi tulisan ke
tulisan menuju perbaikan dan perbaikan. Karena tidak ada yang sempurna, maka
sesungguhnya bagi orang adalah mencoba menulis dengan kerendahan hati agar
tulisan tulisan yang kita tulis agar mendapat koreksi dari orang orang yang
lebih dulu mengetahui atau memang orang ahli dalam bidangnya.
Karena itu setelah kisah kisah sebelumnya, seperti Ciung
wanara, Sanjaya, raden Wijaya, Prabu Surawisesa, Prabu Linggabuana, dan sang
Wretikandayun, maka kisah /atau cerita yang ke-7 akan dibahas tentang Prabu
Anggalarang atau Prabu Niskala Wastukancana yang sering digelari sebagai Prabu Wangi Sutah.
Prabu Anggalarang atau Prabu Niskala Wastukancana merupakan
putra dari Prabu Linggabuana yang meninggal di Bubat, ketika mengantar
putrinya, Diah Pitaloka. Prabu Linggabuana karena telah membawa keharuman tanah
sunda maka ia digelari dengan nama Prabu Wangi.
Raja Anggalarang terkenal karena kekuasaanya yang
bijaksana, dan menjadikan negeri sunda menjadi negeri yang makmur. Karena
ketercapaiannya dalam pemerintahan yang sukses, maka ia disebut sebagai raja
yang membawa keharuman kerajaan sunda menjadi kerajaan yang disegani oeh bangsa
lain di nusantara, dan dianggap sebagai pembawa harum negara, sehingga ia
digelari sebagai Prabu Siliwangi Atau penggantinya Prabu wangi, ayahnya
sendiri. Tetapi karena Prabu Siliwangi sering diidentitifikasikan kepada Prabu Jayadewata, maka mengabil istilah Naskah Wangsakerta yang menulis bahwa Wastukancana sering disebut dengan nama Prabu Wangi Sutah.
Salah satu ungkapan yang terkenal dalam prasasti kawali, diantaranya:
”Negara akan jaya
dan unggul perang bila rakyat berada dalam kesejahteraan (kareta beber), raja
harus selalu berbuat kebajikan (pakena gawe rahayu)” (Prabu Niskala
wastu kancana dalam Prasasti Kawali)
Dan tentang Prabu Anggalarang atau dalam Naskah Cariita
parahiyangan lebih dikenal dengan nama Wastukacana, sebagai berikut:
Boga anak, Prebu Maharaja, lawasna jadi ratu tujuh taun, lantaran keuna ku
musibat,
Kabawa cilaka ku anakna, ngaran Tohaan, menta gede pameulina.
Urang rea asalna indit ka Jawa, da embung boga salaki di Sunda. Heug wae
perang di Majapahit.
Aya deui putra Prebu, kasohor ngaranna, nya eta Prebu Niskalawastu kancana,
nu tilem di Nusalarang gunung Wanakusuma. Lawasna jadi ratu saratus opat taun,
lantaran hade ngajalankeun agama, nagara gemah ripah.
Sanajan umurna ngora keneh, tingkah lakuna seperti nu geus rea luangna, lantaran
ratu eleh ku satmata, nurut ka nu ngasuh, Hiang Bunisora, nu hilang di
Gegeromas. Batara Guru di Jampang.
Sakitu nu diturut ku nu ngereh lemah cai.
Batara guru di Jampang teh, nya eta nyieun makuta Sanghiang Pake, waktu nu
boga hak diangkat jadi ratu.
Beunang kuru cileuh kentel peujit ngabakti ka dewata. Nu dituladna oge
makuta
anggoan Sahiang Indra. Sakitu, sugan aya nu dek nurutan. Enya eta lampah nu
hilang ka Nusalarang, daek eleh ku satmata. Mana dina jaman eta mah daek eleh
ku nu ngasuh.
Mana sesepuh kampung ngeunah dahar, sang resi tengtrem dina ngajalankeun
palaturan karesianana ngamalkeun purbatisti purbajati 35). Dukun-dukun
kalawan
tengtrem ngayakeun perjangjian-perjangjian make aturan anu patali jeung
kahirupan,
ngabagi-bagi leuweung jeung sakurilingna, ku nu leutik boh kunu ngede moal
aya
karewelanana, para bajo ngarasa aman lalayaran nurutkeun palaturan ratu.
Cai, cahaya, angin, langit, taneuh ngarasa senang aya dina genggaman
pangayom jagat.
Ngukuhan angger-angger raja 36), ngadeg di sanghiang linggawesi, puasa,
muja taya wates wangenna.
Sang Wiku kalawan ajen ngajalankeun angger-angger dewa, ngamalkeun
sanghiang
Watangageung. Ku lantaran kayakinan ngecagkeun kalungguhanana teh.
Diganti ku Tohaan Galuh, enya eta nu hilang di Gunung tiga. Lawasna jadi
ratu tujuh taun, lantaran salah tindak bogoh ka awewe larangan ti kaluaran.
NASKAH
BAB I ISTANA SURAWISESA KAWALI
SUNDA-GALUH TAHUN 1348 M
Pada tahun 1348 M, Sang Aki Kolot, Raja Sunda, sangat bahagia
sekali atas kelahiran cucu lelakinya, yang diberi nama Niskala wastukancana.
Demikian juga, sang pangeran mahkota, Pangeran Linggabuana yang merasa bahagia
yang tiada taranya, karena setelah anak yang kedua dan anak yang ketiganya
meninggal, lahir seorang laki-laki yang tampan. Sudah lama Sang Kakek dan sang
Ayah mengharapkan kedatangan seorang putra untuk menjadi pewaris tahta
penggantinya kelak, sehingga silsilah keturunan Raja Raja Sunda terjaga.
Sang Aki Kolot merupakan nama dalam Naskah Carita Parahiyangan
untuk Maharaja Prabu Raga Mulya Luhur Prabawa, Raja sunda yang berkuasa 10
tahun dari tahun dari tahun 1340 sampai 1350 M. Sang Aki Kolot merupakan putra
raja Sunda sebelumnya Prabu Ajigunana Wisesa (mp. 1333-1340M).
Pangeran Linggabuana merupakan putra pertama dari Sang Aki Kolot
atau Prabu Raga Mulya Luhur prabawa.
Karena itu Linggabuana kemudian diangkat sebagai putra mahkota kerajaan atau
Pangeran. Bagi sang Pangeran anaknya yang pertama Diah Pitaloka sudah menginjak
umur 9 tahun, dan anak yang kedua serta ketiga meninggal ketika masih kecil.
Sehingga kelahiran Wastukancana seolah merupakan anugrah yang tiada
bandingnya. Sang Pangeran sangat bahagia sekali.
Setelah 2 tahun kelahiran Pangeran kecil yang dinanti,
kakeknya Sang Aki Kolot atau Maharaja Prabu Raga Mulya Luhur Prabawa,
meninggal dunia. Sang Aki kolot kemudian dipusarakan di Taman, karena itu ia
kemudian terkenal dengan nama Salumah Ing Taman.
Setelah ayahnya Sang Aki Kolot meninggal, kemudian Lingga Buana naik
tahta menjadi raja Sunda dengan gelar Maharaja Prabu Linggabuana Wisesa, dan dinobatkan
pada tanggal 14 bagian terang bulan palguna tahun 1272 Saka (22
Februari 1350 M),
1. Rencana Sang Raja Prabu
Linggabuana Ke Majapahit
Sang pangeran kecil (wastukancana) diasuh dalam istana dengan
kasih sayang dari ayah dan juga ibunya. Hingga ada rencana Sang ayah, Prabu
Linggabuana, yang akan ikut mengantarkan kakaknya, Diah Pitaloka yang akan
menikah dengan Hayam Wuruk,Raja Majapahit pada tahun 1357 Massehi ( atau tahun
1257 Saka).
Keputusan Sang Raja yang
akan pergi mengantar sang putri, Diah Pitaloka, ke negeri Majapahit, ditentang
oleh Mangkubumi Suradipati Bunisora. Tetapi sang raja tetap bersikukuh akan
keberangkatannya ke Majapahit, untuk mengantar sang putri. Dengan alasan untuk
menyambung persaudaraan, karena raja raja Majapahit merupakan turunan dari
Raden Wijaya yang berasal dari Sunda.
Karena putra mahkota, Wastukancana masih berumur belia (9 tahun),
ia ditinggal di istana yang didampingi oleh pamannya Prabu Bunisora yang
menjabat sebagai patih kerajaan. Dan untuk urusan pemerintahan diserahkan
sementara pada adik sang Raja Mangkubumi Prabu Suradipati Bunisora yang
menjabat patih/ mangkubumi kerajaan.
2.Tragedi Perang Bubat Tahun 1357
M
Mangkubumi Suradipati Bunisora merasa khawatir terhadap kepergiaan Sang Raja
yang akan mengantarkan putrinya ke negara Majapahit. Sang Mangkubumi mengetahui
betul perangai Patih Gajahmada yang tidak bisa dipercaya dan licik, yang selalu
mengambil keuntungan dalam setiap kesempatan di kala orang orang lengah.
Maka berangkatlah sang Raja bersama rombongan yang dikuti oleh
prameswari dan juga sang pengantin, kemudian diikuti oleh para mentri yang
mengikutinya beserta para para istrinya. Kepergian Sang raja bersama rombongan
menimbulkan rasa haru yang mendalam, baik bagi orang yang mau meninggakan Kawali
dan juga yang ditinggalkan di negerinya.
Isak tangis sang putra mahkota seolah tenggelam dalam riuhan yang
saling berpamitan satu sama lain dan dalam lautan rakyat Sunda yang merasa
terharu dan sedih ditinggalkan Sang Raja yang terkenal sangat bijaksana
tersebut.
Sudah sekian lama sang Raja berangkat, terdengar khabar bahwa sang
raja sudah gugur dalam perang di medan Bubat, karena penghianatan gajah Mada.
Gajah Mada ajimumpung karena itu ia memamfaatkan situasi dimana sang Raja Sunda
tidak membawa senjata yang lengkap dan pasukan yang sedikit. Tentu hal ini
dianggap sebagai suatu penghianatan terhadap sikap ksatria.
Raja dan para pengiring penganten tidak merasa takut meskipun
mereka hanya membawa peralatan pernikahan. Rombongan sang raja tidak merasa
gentar meskipun jumlah pasukannya hanya sedikit dan juga berada di negeri
mereka yang siap dengan pasukan penuh.Dengan peralatan yang seadanya dan juga
pasukan yang sedikit, para pembesar sunda dengan gagah beraninya melawan
pasukan Gajah Mada, yang dilukiskan dalam Kidung Sundayana bahwa ada awalnya
Patih Gajah Mada dan pasukannya terdesak, hingga pasukan bantuan datang dari
ibukota Majapahit.
Dan Raja Sunda dan pengikutnya akhirnya gugur juga karena jumlah pasukan
yang tidak berimbang. Dan khabar Gugurnya sang raja telah tiba ke Sang
Mangkubumi. Maka sangat marahlah dia, ia kemudian mengumpulkan seluruh raja
raja bagian dan pasukan dari berbagai negeri sunda. Disamping untuk membahas
tragedi Sang raja di Majapahit, juga untuk membahas suksesi yang dipercepat.
Disamping kemungkinan untuk menyerang wilayah Majapahit.
Tetapi kemudian datang utusan dari Majapahit, yang diwakili oleh
utusan dari Bali, yang menyampaikan
surat dari Prabu Hayam Wuruk yang meminta maaf atas kejadian di Bubat.
3. Diangkatnya Raja Pendamping
Karena putra mahkota, Pangeran Wastukancana masih kecil (usia 9 tahun),
dan masih terguncang oleh kematian ayah, ibu dan juga kakaknya. Maka disepakati
bahwa Pangeran Wastukancana akan diangkat menjadi raja setelah ia dewasa. Dan
untuk mengisi kekosongan tahta, maka diangkatlah raja pendamping, yaitu
pamannya sendiri, Mangkubumi Suradipati. Dan bergelar Prabu Bunisora.
Peristiwa kematian sang raja dan bangsawan bangsawan sunda telah
begitu menyedihkan, dan menjadi tragedi nasional dari kerajaan Sunda. Dan tidak
sedikit dari para raja bagian dan juga kaum bangsawan lainnya, yang merasa
bahwa mereka harus balas dendam dengan menyerang kerajaan Majapahit. Tetapi hal
ini bisa tidak dilakukan karena Raja Hayam wuruk meminta maaf atas kejadian
tersebut, dengan mengutus utusan raja dari Bali.
Dan supaya tidak terjadi hal serupa, maka kemudian sang Raja baru
mengumumkan suatu maklumat yang disebut dengan Larangan Estri ti kaluaran. Yang
melarang seluruh anggota keluarga kerajaan untuk kawin dengan di luar
negeranya.
BAB II ERA WASTUKANCANA
BERKUASA
Wastukancana merupakan putra ke-4 dari Prabu Linggabuana dengan
prameswari yang bernama Lara Lisning. Anak pertama Prabu Lingga Buana yang
bernama Dewi Citrresmi atau kemudian terkenal dengan nama Dyah Pitaloka gugur
bersama ayahnya dalam tragedi Bubat.
Wastukancana tumbuh dibawah bimbingan ibunya Lara Lisning yang
tidak ikut ke majapahit dan juga pamannya, Prabu Suradipati Bunisora yang
menjadi raja pendamping selama 13 tahun, dari tahun 1357 hingga 1371 M. Di
bawah bimbingan pamannya, Wastukancana kemudian berkembang menjadi
seorang raja yang seimbang, kebesaran budi pekertinya, seperti tersebut
dalam wasiatnya yang tertulis pada prasastinya kawali.
Pada tahun 1357 M, pada usia 23 tahun, Wastukancana kemudian
dinobatkan sebagai raja Sunda dengan gelar Mahaprabu Niskala Wastukancana atau
Prabu Resi Buana Tunggal Dewa. Karena Prabu Bunisora lebih memilih untuk menjadi
seorang pertapa.
Sebelum menjadi raja wastukancana sering melanglang buana ke
Lampung yang waktu itu merupakan wilayah kerajaan Sunda. Sehingga pada usia 20
tahun, ia menikah dengan anak penguasa Lampung, Resi Susuk Lampung, yang
bernama Dewi Sarkati dan berdiam di keraton Pakuan. Dan setelah dinobatkan
menjadi raja, pada usia 23 tahun, ia juga menikah dengan putri dari Prabu Suradipati
Bunisora yang bernama Mayangsari, yang berdiam di keraton Surawisesa Kawali.
Diceritakan bahwa Prabu Niskala Wastukancana dikarunia panjang
umur (127 tahun), dan ia sendiri berkuasa hampir 104 tahun dengan bijaksana.
Ia meninggal dan dipusarakan di Nusalarang sehingga
ia kemudian dikenal dengan Sang Mokteng Nusalarang. Dan membagi wilayah sunda
kepada 2 orang anaknya, yang satu berkuasa disunda sebelah barat (pakuan) dan
sunda sebelah timur (galuh).
1. Masa
Kekuasaan (mp. 1371-1475
M).
Prabu Niskala
wastukancana diberi karunia umur panjang. Sehingga ia memerintah di tanah sunda
selama 104 tahun (mp.
1371-1475 M).. Selama memerintah di masa
pemerintahannya ia memerintah dengan bijaksana. Bahkan sangat dipuji oleh
penulis Carita Parahiyangan dalam naskahnya:”
Boga anak, Prebu Maharaja, lawasna jadi ratu tujuh taun, lantaran keuna
ku musibat,
Kabawa cilaka ku anakna, ngaran Tohaan, menta gede pameulina.
Urang rea asalna indit ka Jawa, da embung boga salaki di Sunda. Heug
wae perang di Majapahit.
Aya deui putra Prebu, kasohor ngaranna, nya eta Prebu Niskalawastu
kancana, nu tilem di Nusalarang
gunung Wanakusuma. Lawasna jadi ratu saratus opat taun, lantaran hade ngajalankeun agama, nagara gemah ripah.
Sanajan umurna ngora keneh, tingkah lakuna seperti nu geus rea luangna,
lantaran ratu eleh ku
satmata, nurut ka nu ngasuh, Hiang Bunisora, nu hilang di Gegeromas. Batara Guru di Jampang.
Sakitu nu diturut ku nu ngereh lemah cai.
Batara guru di Jampang teh, nya eta nyieun makuta Sanghiang Pake, waktu
nu boga hak diangkat jadi
ratu.
Beunang kuru cileuh kentel peujit ngabakti ka dewata. Nu dituladna oge
makuta
anggoan Sahiang Indra. Sakitu, sugan aya nu dek nurutan. Enya eta
lampah nu hilang ka
Nusalarang, daek eleh ku satmata. Mana dina jaman eta mah daek eleh ku nu ngasuh.
Mana sesepuh kampung ngeunah dahar, sang resi tengtrem dina
ngajalankeun
palaturan karesianana ngamalkeun purbatisti purbajati 35). Dukun-dukun
kalawan tengtrem
ngayakeun perjangjian-perjangjian make aturan anu patali jeung kahirupan,
ngabagi-bagi leuweung jeung sakurilingna, ku nu leutik boh kunu ngede
moal aya
karewelanana, para bajo ngarasa aman lalayaran nurutkeun palaturan
ratu.
Cai, cahaya, angin, langit, taneuh ngarasa senang aya dina genggaman
pangayom jagat.
Ngukuhan angger-angger raja 36), ngadeg di sanghiang linggawesi, puasa,
muja taya wates
wangenna.
Sang Wiku kalawan ajen ngajalankeun angger-angger dewa, ngamalkeun
sanghiang Watangageung.
Ku lantaran kayakinan ngecagkeun kalungguhanana teh.
Diganti ku Tohaan Galuh, enya eta nu hilang di Gunung tiga. Lawasna
jadi ratu tujuh taun,
lantaran salah tindak bogoh ka awewe larangan ti kaluaran.
2.Kota Pelabuhan &
Perkembangan Islam Di Tanah Sunda
Sejak era kekuasaan Sang
Aki Kolot ada perpindahan ibukota kerajaan sunda, dari Pakuan ke Kawali. Raja
raja Sunda di era itu hingga Prabu Wastukancana berdiam di istana Surawisesa di
Kawali.
Karena keraton resmi
berpusat di Keraton Surawisesa Kawali. Maka pelabuhan yang menamin perdagangan
dengan negara negara lainnya, berpusat pada 2 pelabuhan penting yang relatif
dekat dengan pusat kekuasaan di Kawali, yaitu: Karawang dan Cirebon. Hal ini berbeda
dengan era Pakuan dimasa cucunya, Prabu Jaya dewata, pelabuhan yang penting
adalah Sunda kalapa dan banten. Meskipun kedua pelabuhan Cirebon dan Karawang
juga masih memegang peranan penting. Terutama Cirebon telah menjadi penting
dalam islamisasi di tanah sunda.
Karena menjadi pusat
perdagangan dengan dunia luar, maka kedua kota pelabuhan kerajaan ini juga
menjadi tempat awal kontak dengan pedagang pedagang Islam dari berbagai negara,
baik timur tengah, India dan negeri negeri asia tenggara lainnya. Kedatangan
Syekh Quro ke Karawang dan Syekh Datuk Kahfi ke Cirebon menandai era Islam
mulai masuk ke tataran Sunda.
a.. Kota Pelabuhan Cirebon
Pelabuhan Cirebon mempunyai
peranan penting dalam perdagangan kerajaan Sunda di era keraton di Kawali. Apalagi
ketika syahbandar dipegang oleh kerabat istana sendiri. Sehingga Crebon
kemudian menjadi pelabuhan utama. Karena
itu banyak sekali yang datang ke Cirebon ini dalam urusan perdagangan dan
lainnya.
Dan tidak ketinggalan
banyak tokoh tokoh Islam yang mulai menetap di kota ini, diantaranya Syekh
Datuk Kahfi atau kemuudian terkenal dengan nama Syekh Nurjati. Dan karena
pengaruh tokoh ini, dan juga tokoh tokoh istana yang beragama Islam, telah
menjadikan Cirebon kemudian berubah menjadi pusat Islamisasi di tanah sunda.
b.. Kota Pelabuhan Karawang
Pelabuhan di Karawang
merupakan salah satu pelabuhan yang terkenal di era Prabu Wastukancana di era
istana di Kawali, selain cirebon. Kasrena dilewati oleh aliran Sungai Citarum,
menjadikan kota ini dianggap salah atu kota pelabuhan terpenting di era istana
Kawali.
Karena itu banyak orang
yang datang, baik dalam upayanya sistem perdagangan. Dan salah satu tokoh Islam
justru tinggal dan menaetap di kota ini, yaitu Syekh Quro.
3.Ditakdirkan
Menyaksikan Runtuhnya Majapahit
Setelah peristiwa Bubat pada tahun pada tahun 1357 M, seolah Majapahit
telah kehilangan kepercayaannya dari para relasinya. Peristiwa Bubat dianggap
telah mencoreng jiwa ksatria, sehingga menjadi bahan cemoohan terhadap
Majapahit dari relasi relasinya. Dan lambat laun pengaruhnya juga mulai menurun
dalam kancah international. Tanda tanda kemunduran Majapahit mulai kelihatan
ketika Hayam Wuruk masih berkuasa. Dengan dipersalahkannya Gajah Mada dalam
peristiwa Bubat telah memasuki Majapahit ke arah kemundurannya.
Hal ini berbanding terbalik dengan kerajaan Sunda. Konon setelah
peristiwa tragedi Bubat ini nama sunda semakin harum. Bahkan nama prabu
Linggabuan yang meninggal dalam peristiwa bubat digelari dengan nama Prabu
Wangi, karena begitu harum namanya di dunia international. Jadi sedemikian
terkenalnya nama sunda, maka ketika orang orang eropa datang ke nusantara, maka
yang ia dapati adalah anama sunda. Sehingga dalam peta yang dibuat oleh orang
eropa, dia membaginya dengan nama Sunda besar dan Sunda kecil. (sunda besar
untuk menamai pulau pulau sumatra, kalimantan dan Jawa. Sedang sunda kecil
untuk menmai gugusan pulau pulau kecil di sebalah timur indonesai sekarang.
Kemunduran dan kehanncuran Majapahit ini juga sangat mengherankan bagi
Prabu Wastukancana, seolah tanpa serangan dari luarpun lambat laun Majapahit
telah kehilangan pengaruhnya, terutama dalam hubungan international. Bahkan
setelah raja Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389 M, Majapahit telah memasuki
masa yang suram. Dan puncaknya terjadi perang saudara yang disebut dengan
Perang Paregreg yang diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406 M.Dengan
demikian tidak lebih 50 tahun setelah perang bubat, majapahit justru menuju
kehancurannya. Wilayah Majapahit terpecah pecah menjadi negara negara kecil.
Perang Paregreg terjadi karena perebutan kekuasaan antara Wirabhumi dan
Wikrawardana. Hayam Wuruk dari prameaswarinya tidak mempunyai anak laki laki.
Putrinya dari prameswari yang bernama Kusumahwardani, yang menjadi putri
mahkota, menikah dengan sepupunya sendiri yang bernama Wikrawardana, menjadi
pewaris kekuasaan selnjutnya. Tetapi putra Hayam wuruk dari selir, yang bernama
Wirabumi menuntut hak tahta, karena ia merasa sebgai anak laki laki sang Raja.
Perang Paregreg ini dimenangkan oleh Wikrawardana, dan Wirabhumi kemudian
dihukum pancung.
Wikrawardana berkuasa di Majapahit hingga tahun 1426 M. Kemudian
dilanjutkan oleh putri Wikrawardana yang bernama Ratu Suhita yang berkuasa dari
tahun 1426 hingga 1447 M. Kemudian tahta
turun ke adik Ratu Suhita yang bernama Kertawijaya(memerintah hingga 1451 M. Dan
seterusnya kekuasaanya menyempit dari
waktu ke waktu hingga jatuh diserang Demak pada tahun 1478 M. Majapahit jatuh
atau hanya tinggal nama setelah Prabu Wastukancana meninggal 3 tahun
sesudahnya, dan digantikan oleh putranya Prabu Ningrat Kancana. Karena itu
setelah Prabu Wastukancana meninggal, terjadi pengungsian besar besaran dari
wilayah Majapahit ke wilayah kerajaan Sunda. Dengan demikian Prabu Wastukancana
di takdirkan berumur panjang untuk menyaksikan bentuk penghianatan, gugurnya
sang ayah dan kehancuran negara yang membinasakan sang ayah.
3.Prasasti
Prabu Niskala wastukancana adalah salah seorang raja sunda yang
banyak meninggalkan prasasti, diantaranya ditemukan di situs Astana Gede
kawali. Situs ini terletak di dusun Indrayasa desa kawali. Prasasti ini pertama
kali ditemukan oleh seorang letnan gubernur jendral Inggris, Thomas Stamford
Raffles pada tahun 1817 M.
Bunyi dari prasasti tersebuat, sebagai berikut:
“Nihan tanpa Kawali ma siya
mulia tanpa bhagya parebu raja wastu mangadeg di kuta kawali nu mahayu na
kadatuan surawisesa nu marigi saliling dayeuh nu najur sagala desa aya ma nu
pandeuri pakena gawe rahhayu pakeun heubeul jaya dina buana.”
(Yang bertapa di kawali ini adalah yang mulia pertapa yang berbahagia Prabu Wastu
yang bertahta di kota Kawali, yang memperindah Keraton Surawisesa yang membuat
parit (pertahanan) sekeliling ibukota, yang mensejahterakan (memajukan
peranian) seluuh negeri . Semoga mereka yang dikemudian, membiasakan diri
berbuat kesejahteraan sejati agar tetap unggul dalam perang.”)
BAB III TURUNAN PRABU
NISKALA WASTUKANCANA
1.. Dari Istri Pertama,
Dewi Sarkati
Dari istri pertamanya, Dewi Sarkati,Resi Susuk Lampung, Prabu
wastukancana mempunyai seorang putra yang diberi nama sang Haliwungan, yang lahir di istana / keraton Pakuan. Karena
itu dikemudian hari Sang Haliwungan menjadi raja di Pakuan dengan gelar Prabu
Susuk Tunggal.
Prabu Susuk Tunggal (mp. 1382-1482 M) berkuasa di tanah kerajaan Sunda,
dari sungai citarum ke barat. Ia berkuasa cukup lama (selama 100
tahun), sebab sudah dimulai saat ayahnya masih berkuasa di daerah
timur.
Prabu Susuk Tunggal atau
Sang Haliwungan menggantikan tahta kerajaan Sunda dari ayahnya, di daerah
Parahiyangan bagian barat yang bertahta di Pakuan, sedang saudara seayah lain
ibu, Prabu Dewa Niskala berkuasa di galuh (parahiyangan timur).
Prabu Susuk Tunggal
yang berkuasa di Pakuan , kemudian membangun pusat pemerintahan dan
membangun keraton Sri Bima Punta narayana Madura Suradipati.
Prabu Susuk Tunggal tidak
mempunyai anak laki-laki. Putrinya, Kentrik Manik Mayang
sunda, kemudian menikah dengan Jayadewata, putra Prabu Dewa Niskala
dari kraton Galuh. Dengan demikian jadilah raja Sunda dan Galuh yang
seayah (keduanya putra dari Wastukencana) menjadi besan.
Setelah Prabu Susuk
Tunggal, tahta Sunda kemudian digantikan oleh mnenantunya, Prabu Jayadewata, yang kemudian
bergelar Sri Baduga Maharaja, yang mempersatukan 2 istana Sunda, keraton Galuh
dan Pakuan.
2.. Dari istri Kedua,
Mayangsari
Dari istri keduanya, Mayangsari, putri dari mangkubumi Prabu
Suradipati Bunisora, Prau Niskala Wastukancana mempunyai 4 orang anak, yaitu:
Ningrat Kancana, Ki Gedeng Sindang Kasih, Surawijaya sakti atau Ki Gedeng
Singapura, dan Ki Gedeng tapa.
a..Ningrat Kancana
Ningrat Kancana atau dikemudian hari dikenal dengan nama Prabu
Dewa Niskala merupakan anak pertama Wastukancana dari istrinya Mayangsari.
Sebagai putra pertama ia kemudian dijadikan putra mahkota dan juga diberi
jabatan penting dalam keraton Surawisesa di kawali. Sebelum diangkat menjadi
Raja Galuh, ia telah menjabat menjadi mahamantri keraton Surawisesa.
Ningrat Kancana kemudian diangkat menjadi raja galuh, dengan gelar
penobatan Prabu Dewa niskala. Ia berkuasadi timur sungai Citarum hingga sungai
Cipamali.
(Lanjut)
Dari berbagai sumber
By Adeng Lukmantara
Peminat Studi Peradaban Sunda dan Islam
Asal Hariang - Buahdua - Sumedang