Jumat, 31 Januari 2014

MENCARI SEJARAWAN YANG BENAR BENAR BERBICARA SEJARAH

Sangat sulit memang mencari sejarawan idealis yang ingin mengungkap sejarah yang sesungguhnya dari suatu peradaban, baik di wilayahnya atau dalam tataran yang lebih luas. Kita harus angkat topi kepada sejarawan yang mendedikasikan untuk sejarah itu sendiri, tanpa kepentingan polittik sesaat yang ditunggangi oleh penguasa di zamannya. Sulit memang mencari sesuatu yang ideal, tetapi tidaklah sulit mencari orang yang benar-benar mendedikasikan dalam sejarah.  Dan tidak sulit juga mengidentifikasikan sejarawan kacung atau sejarawan bayaran, hanya untuk kepentingan sesaat atau bayaran untuk melegalkan kepentingan seseorang. Sebagai contoh dalam kasus Rancamaya, untuk melegalkan perumahan Rancamaya di Bogor, para tokoh yang ingin menghancurkan sisa-sisa sejarah, berusaha untuk membenarkan bahwa memang situs Rancamaya adalah mitos, dengan juru bicaranya seseorang yang menganggap dirinya sebagai sejarawan. Orang inilah yang disebut sejarawan kacung, yang tidak layak diambil pendapatnya.
Mungkin yang harus dijadikan prinsip oleh sejarawan sekarang adalah “informasi yang sedikit merupakan awal dari pencarian”. Maksudnya jika ada informasi sejarah, maka sebenarnya harus dari sanalah kita meneliti sejarah.  Harus kita sadari bahwa tidak mungkin, dalam hitungan ratusan tahun dengan jumlah populasi yang banyak tidak mempunyai sejarah. Yang jelas dengan komunitas yang banyak dengan lokasi yang menyebar pasti ada sejarahnya. Sesuatu hal yang tidak mungkin kalau tidak punya sejarah.
Sumber sejarah bisa digali dari berbagai cerita masyarakat, atau mitos sekalipun. Tetapi hal ini belum bisa disebut sejarah, karena sejarah harus berdasar pada sumber tulisan, misal prasasti atau karya tulis yang dibuat di zaman pelaku sejarah atau sejarawan negara lain yang menceritakan tentang kerajaan atau wilayah tersebut dizamannya. Tetapi mitos sebenarnya bisa dijadikan sebagai awal dari pencarian bukti tertulis. Setiap cerita atau mitos kadang di awali dari sejarah daaerahnya/ seseorang diwilayahnya. Tetapi karena sumber lisan sangat dominan dalam budaya indonesia, maka cerita sejarah kadangmengalami penambahan atau pegurangan. Penambahan atau pengurangan (distorsi) sejarah terjadi karena daya ingat seseorang yang terbatas, terutama penceritaan dari generasi-ke generasi pasti ada sesuatu yang hilang atau ditambah. Sehingga cerita kehilangan makna sejarah, karena hanya mengandalkan lisan, dan hanya sedikit yang di tulis dalam bentuk tulisan.
Dari anggapan ini, kita sebagai generasi yang kekurangan sejarah, jangan terlalu prontal dalam membangun paradigma sejarah. Tetapi sejarah harus dikembalikan pada pengungkapan sejarah yang sebenarnya yang didasari oleh berbagai informasi sejarah. Informasi sejarah adalah tulisan sejarah. Jika tidak ada tuisan di negara kita, maka kita harus mencari sumber lain dari sejarah negara lain di zamannya.
Negara indonesia memasuki wilayah sejaarah baru pada abad ke-4 masehi, setelah ditemukan prasasti kerajaan di kutai di kalimantan. Dan  sumber sejarah pertama di jawa ditemukan di wilayah tatar sunda (wilayah barat jawa), dengan ditemukannya prasasti peninggalan dari kerajaan Tarumanagara. Sejarah kerajaan Tarumanagara semakin kuat karena ada sejarawan dari negara lain (Cina) yang menceritakan kerajaan ini. Di tanah sunda juga ada naskah waangsakerta yang banyak menceritakan tentang kerajaan Tarumanegara ini. Meskipun naskah ini  kadang diperebatkan karena kehebatannya dalam mengungkap sejarah padahal ditulis di abad ke-17 M, sehingga sebagian sejarawan beranggapan “tidak mungkin” penulis sejarah kita dapat mengungkap sejarah begitu detailnya.Sehngga karya dari wangsakerta ini tidak dajarkan dalam sejarah di negeri ini.
      Jika orang yang berpikir sejarah, mungkin sejarawan negeri ini harus mengacungkan jempolnya pada Pangeran Wangsakerta ini, meskipun karyanya banyak diragukan orang karena demikian detailnya, tetapi bagi sejarawan yang idealis ini merupakan karya besar yang memungkinkan penyelidikan sejarah dinegeri ini lebih gampang. Karena awal penyelidikannya sudah jelas. Apakah cerita dalam tulisan wangsakerta itu memang sejarah atau bukan. Yang berarti para sejarawan  berikutnya harus bekerja lebih intensif untuk memberikan sejarah yang lebih akurat.
Dalam sejarah sunda, sumber yang paling bisa dijadikan pengkajian sejarah, disamping naskah wangsakerta juga ada naskah Carita parahiyangan yang ditulis apa abad ke-16 M, disaat kehancuran kerajaan pajajaran  dengan anaisis yang cukup membantu pengungkapan sejarah sunda. Meskipun berlatar belakang sejarah Galuh, dan tidak menceritakan kerajaan sunda yang detail, tetapi cukup memberi informasi yang penting, termasuk urutan penguasa, lamanya berkuasa, tempat dimakamkan, dan kondisi saat berkuasannya raja tretentu yang dianggap gagal dan berhasil. Naskah carita Parahiyangan ini, tidak hanya para sejarawan negeri ini yang meneliti, tetapi sejumlah sejarawan belanja juga meneliti tentang naskah ini.
Disamping naskah Carita parahiyangan, naskah primer lainnya adalah naskah Bujangga Manik. Bujangga manik adalah bangsawaan sunda yang kemudiaan mengambil jalan  resi/ pendeta sebaagai jaalan hidupnya. Ia kemudian melakuan perjalanan ke timur termasuk bali, dan menceritakan tempat-tempat yang dilewatinya. Sejumlah tempat sekarang banyak yang sudah ada sejak dulu. Setidaknya jika perkiraan Prabu Bujangga Manik melakukan perjaanan diawal abad ke-16 M, dari lokasi-lokasi yang beraada di naskah ujangga manik, berarti sudah ada 400 tahun yang lalu.
Dari cerita Bujangga manik, nama Sumedang  belum dikenal, nama sumedang dizamnaanya masih disebut Medang Kahiyangan, sedang gunung tanpomas dan sungai cimanuk sudah dikenal di masanya. Lokasi atau koata atau tempat yang cukup dikenal tua dalam sejarah sunda adalah galuh (sekarang lokasinya sekitar ciamis). Galunggung, dan Kuningan. Kuningan adalah kota yang didirikan sekitar abad ke 8 atau 9 M, oleh Seuweukarma (Demunawan), yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap kerajaan sunda, karena pengaruh kekuasaan agamanya. Jadi jika ada sejarawan yang mengait-ngaitkan asal nama kuningan dengan abad sesudahnya, termasuk dengan sejarah sunan Gunung Jati adalah kebohongan besar, kecuali hubungannya dengan sejarah penaklukan Kuningan oleh Sunan Gunung Jati, siapa yang menaklukan, penguasa kuningan waktu itu dan lain-lain, hal tersebut memang  sejarah. Tetapi jika mengait-ngaikan asal usul nama setelah abad ke 8 M, maka berarti sudah ada rekayasa. Galunggung adalah nama tempat yang banyak disebut-sebut dalam cerita parahiyangan. Galunggung merupakan pusat keagamaan di kemaharajaan sunda. Tempat ini sangat berpengaruh karena didirikan oleh anak pendiri kerajaan Galuh, yang bernama Sempak Waja. Turunan Sempak Waja inilah yang dikemudian hari paling dihormati dalam bidang keagamaan di tanah sunda. Galunggung sekarang ini hanya dikenal sebagai nama gunung, yaitu gunung Galunggung yang pernah meletus di era tahun 1990-an.
 Dalam Sejarah kita banyak dikisahkan sebagai sejarah bumi hangus, jika suatu negara berkuasa maka saingannya atau wilayah terdekat harus dibumihanguskan. Sejarah Singosari dan Kediri menandai sejarah bumi hangus tersebut. Di era Pajajaran terakhir juga demikian, setelah pakuan dikuasai oleh kerajaan banten, istana kerajaan ada kemungkinan dihancurkan, karena untuk menghilangkan agar tidak ada lagi raja yang diangkat di tanah tersebut. Sehingga simbol pengangkatan raja-raja juga diboyong ke Sarasowan Banten. Jadi kerajaan Pajajaran seolah sirna, karena simbol kejayaannya sudah hancur dan hingga kini sisa-sisanya belum ditemukan di mana berada.
Karena belum ditemukan hingga kini, maka kaum yang mengidolakan sedemikian besarnya atau yang tidak menerima realitas, sehinggga membangun mitos-mitos bahwa balatentaranya berubah menjadi hariamau. Dan kaum sejarawan beriktnya juga seolah prustasi karena belum ditemukannya sisa-sisa kerajaan Pajajaran, sehingga banyak dimamfaatkan oleh pengembang perumahan, jadilah sejarawan kacung, yang menerima dalil sejarah karena bayaran, atau pesanan, seperti kasus Rancamaya. Padahal dalam Carita parahiyangan diceritakan bahwa Sri Baduga Maharaja atau Prabu siliwangi dipusarakan di Rancamaya. Harusnya para sejarawan mengkaji dan menyelidiki, dimana letak pusara atau makam Prau Siliwangi tersebut, bukan malah dengan mudahnya membangun dalil karena bayaran.
Citarum merupakan pusat peradaban sunda di mulai. Sungai peradaban, begitulah yang sangat cocok untuk menamai kata lebih untuk sungai ini. Karena Dari nama sungai inilah kerajaan Tarumanagara beasal. Jadi kemungkinan di sekitar aliran sungai Citarum ini pasti terdapat pusat-pusat peradaban sunda. Citarum hingga kini masih sangat berperan bagi peradaban masa kini. Citarum adalah penghasil listrik terbesar, disana setidaknya ada 3 bendungan besar, yaitu Jatiluhur, saguling dan citara yang menghasilkan ratusan megawatt listrik, yang mensuplay jawa barat dan juga jakarta.
     Sifatnya yang mengalir, sungai dianggap sebagai sumber penghidupan, sehingga lama kelamaan menjadi pusat peradaban. Tetapi kadang sungai itu juga mengalami aliran yang deras atau  banjir, sehingga sungai kadang bisa meluluhlantakan pusat-pusat peradaban di alirannya.  Karena sebagai transfortasi terpenting, kemungkinan di sekitar aliran sungai citarum terdapat pusat-pusat peradaban atau pusat-pusat keagamaan. Naskah Wangsakerta meceritakan tentang percandian di wilayah sungai Citarumin ini. Hingga sekitar tahun 1990-an, berita ini dianggap bohong, Tetapi ditahun 1990-an dengan ditemukan situs candi di Batujaya, menandai bahwa naskah ini tidaklah bohong. Percandian di Batujaya dikatakan sebagai penemuan candi terbesar di tahun 1990-an. Candi-candi ditemukan digundukan-gundukan/ bukit-bukit kecil di persawahan di Batujaya Karawang.
Denga demikian Sejarah harusnya membuat orang lebih insfiratif. Sejarah itu bukan hapalan kekuasaan dari tahun ke tahu atau dokrin-dokrin sejarah yang dipaksakan seperti kalau kita belajar sejarah dinegeri ini, sejarah yang penuh rekayasa. Sebenarnya bagi generasi sekarang ini harusnya lebih instens dalam mempelajari sejarah, karena sumber-sumber sejarah demikian gampang untuk di akses. Meskipun perlu penelusuran dari sumber satu dengan sumber yang lain, tetapi setidaknya, kita tidak harus seperti zaman sejarawan “ATJA” yang berusaha untuk menterjemahkan bahasa kuno ke dalam bahasa sekarang ini.
Dan sejarah juga harusnya membuat inspiratif dari berbagai bidang, sebagai contoh, dalam bidang perfilman, para produser dan sutradara generasi muda sekarang harusnya banyak treinsfirasi oleh sejarah ini. Bukan hanya film-film horor atau kekerasan yang menjadi wilayah tontnan indonesia yang tidak mendidik. Sebagai misal “tentang kekuasaan setelah Prabu Siliwangi atau Prabu jayadewata” atau dimasa Prabu Surawisesa. Dalam Carita Parahiyangan diceritakan bahwa Prabu Surawisesa di zamannya melakukan 15 kali pertempuran dengan pasukan Cirebon-Demak, dan tidak mengalami kekalahan, perang di Kalapa (Jakarta) dengan Arya Burah, perang di Tanjung, di Ancol Kiyi, Wahanten girang (Banten), di simpang, di Gunung Batu, di Saung agung,  di Rumbut, d Gunung Banjar, di Padang, di Pagoakan, di Muntur, di Hanum dan di Madangkahiyangan (sumedang). Baru setelah penggantinya satu persatu wilayahnya dapatditaklukan. Kalapa dalam carita parahiyangan di taklukan pada era Raja Nusa Mulya, raja terakhir 5 generasi setelh Prabu Surawisesa.
Kembali lagi ke awal, sejarah harusnya memberikan banyak insfiratif bagi generasi skarang. Di tanah Sunda banyak sekali guru dan dosen sejarah, tetapi kebanyakan dari mereka adalah para dokriner yang siap memberikan dokrin-dokrin sejarah, bukan ahli sejarah atau peneliti sejarah, atau termasuk yang suka menulis dan mendokumentasikan sejarah. Jadi meskipun sudah ada buku, mereka kebanyakan bagai sejarawan di masa lisan (prasejarah) hanya menceritakan kata penulis sejarah yang ditunjuk oleh penguasa, tanpa ikut serta menjadi  pengkritik sejarah dan juga pengembang dan penulis sejarah. Mereka juga mungkin banyak yang tidak pernah membaca Carita parahiyangan, atau Naskah Bujangga Manik, atau Naskah Wangsakerja, yang termasuk sumber sejarah primer di tanah sunda. Padahal, sebenarnya sumber primer tersebut harusnya menjadi insfirasi penyelidikan sejarah sejarah yang lebih lengkap.
Saya teringat oleh nasehat seseorang, yang mungkin juga mengutip dari orang lain  juga, “Jika tidak jadi pembuat sejarah, jadilah penulis sejarah. Meskipun anda bukan ahli sejarah. Dan yang paling baik dari itu semua adalah sebagai pembuat sejarah di masanya”. Sejarah disini bukan sejarah dalam arti sejarah an sich, tetapi menyangkut juga ilmu-ilmu lainnya, termasuk tekhnologi


By Adeng Lukmantara
(lokasi di Cipanas Cileungsing Buahdua Sumedang)

Jumat, 10 Januari 2014

MEMBANGKITKAN LAGI KEMAUAN (NGABANGKITKEUN DEUI KAHAYANG)

   
Orang tua siabah dari dulu selalu menasehatinya, "Jang lamun hirup teh kudu loba kahayang (Nak kalau hidup itu harus banyak kemauan). Masalah berhasil atau tidak berhasil itu merupakan urusan lain, Mungkin karena kurang yakin terhadap kahayang (kemauan) sendiri atau karena kurang sabar atau kurang tekun dalam menggapai kemauan ini sehingga tidak berhasil. Yang penting dari semua itu berarti kita telah mencoba melakukan hal tersebut."
     Kemauan atau kahayang siabah itu sangat banyak, tetapi yang paling diidamkan oleh siabah bukan harta yang banyak ataupun kedudukan yang mumpuni. Tetapi siabah hanya ingin melakukan perubahan pola pikir kaumnya atau kalau lebih luasnya bangsa ini agar lebih baik. Siabah tidak merasa puas dengan keadaan ekonomi yang mungkin cukup untuk diri dan keluarganya, sedang masayarakat banyak dibiarkan menderita, karena memang sengaja disingkirkan atau istilah orang iinteleknya "dimarjinalkan" dengan dihilangkannya akses-akses menuju perbaikan, atau memang mau tidak mau termarjinal (terpinggirkan  dengan sendirinya) karena intelektual, pola pikir dan kemampuan ekonomi yang terbatas atau melarat.
     Tujuan negara dibangun sesungguhnya untuk membangun masyarakat adil dan makmur atau masyarakat yang sejahtera. Tetapi hal itu merupakan tulisan diatas kertas yang dibaca tiap minggu ketika upacara atau upacara besar, yang mungkin setiap orang sudah bosan untuk mendengarkannya. Realitasnya kekuasaan demi kekuasaan hanya mengikuti tradisi-tradisi kekuasaan pendahulunya tanpa perubahan pola pikir, bahwa sesungguhnya kita membangun negara itu untuk kemakmuran masyarakat.
     Jika melihat sejarah, karena negara ini dibangun di bekas jajahan yang sama (hindia Belanda), maka bersatunya masyarakat Indonesia ini sebenarnya lebih disebabkan oleh penderitaan yang sama, bukan oleh suatu cita-cita besar membangun bangsa besar atau membangun masyarakat yang makmur. Hanya sgelintir orang idealis yang mencita-citakan bangsa ini menjadi bangsa yang besar, masyarakatnya yang adil dan makmur, yang ia tuangkan dalam mukadimah dan Undang-undang. Itupun dalam sejarahnya yang membuat undang-undang tersebut banyak yang dipenjara oleh penguasa selanjutnya yang lebih pragmatis. Orang-orang idealis pencetus undang-undang dasar yang mulia banyak yang dipenjara dan disingkirkan, karena perbedaan politis. Itulah perjalanan sejarah, pada realitasnya yang benarpun kadang tidak banyak mendapat tempat.
      Siabah dalam hal ini tidak akan berbicara tentang sejarah, tetapi siabah hanya ingin mengajak kepada rekan-rekan terpelajar atau para penguasa negeri ini agar memulai membangun pola pikir baru dari sama menderita ke arah membangun bangsa yang lebih bermartabat ke depan. Meskipun kita membangga-banggakan negeri sendiri sebagai negeri bermartabat, negeri yang kaya. Kita harus banyak membandingkan dengan negara lain. Sebagai misalnya, mengapa gaji profesional kita di negeri yang kata orang sebagai negeri kaya justru lebih besar dari gaji pembantu negeri tetangga seberang.. Dari pendapatan saja kita masih kalah oleh para pembantu, jadi dimana cita-cita anak bangsa ini, diamana 'kaharayang:' yang sebenarnya dari anak bangsa ini. Dari hal tersebut diatas saja sudah membuktikan bahwa sesungguhnya bangsa ini disi oleh penguasa-penguasa yang tidak punya kahayang (kemauan) untuk membangun bangsanya semartabat dengan bangsa yang sudah makmur, minimal sama dengan negeri JIran, setidaknya dari segi penghasilan.

By Adeng Lukmantara
(foto. bersama ibu, lokasi di Cipanas Cileungsing Buahdua Sumedang)

JANGAN AJARKAN CERITA KERAJAAN SINGOSARI DI PELAJARAN SEKOLAH NASIONAL

    “Jangan ajarkan cerita kerajaan singosari dalam pelajaran nasional, biarkan cerita itu diajarjan di daerahnya saja,” Demikian siabah berkomentar tentang pelajaran sejarah yang banyak membahas tentang kerajaan tersebut. Siabah menambahkan:” mending tiap daerah mencoba menggali sejarahnya sendiri yang sangat kaya, yang banyak dilupakan oleh kaum intelektual daerahnya, sehingga jiwa mengekor menjadi bagian dari karakter hidupnya, karena tidak bangga terhadap sejarahnya sendiri.
     Dalam sejarah singosari sangat erat kaitannya dengan intrik kudeta, merebut istri orang, dan saling bunuh membunuh antara keturunan yang berbeda. Dalam cerita,  Ken Arok mengkudeta Tunggul Ametung, dan merebut istrinya,  Ken Dedes. Setelah Ken Arok meninggal, kekuasaannya jatuh ke putranya, tetapi kemudian dibunuh oleh putra dari turunan Tunggul Ametung. Dibunuh lagi oleh turunan Ken Arok dan dibunuh lagi oleh turunan Tunggul Ametung.
     Jika cerita Singosari itu diceritakan di daerahnya (jawa timur) maka hal itu tidak menjadi masalah karena itu merupakan bagian dari sejarahnya. Tapi apa hubungannya cerita tersebut jika diceritakan dalam buku sejarah secara nasional. Tidak ada korelasi yang jelas, dengan tujuan bangsa yang hendak dicapai. Karena jika diajarkan terus maka politik bumi hangus, politik balas dendam akan menjadi bagian sejarah indonesia ke depan, karena ada pembenaran sejarah.
     Para sejarawan daerah harusnya mulai kritis. Misalnya sejarawan aceh, mulailah membuat sejarah yang komprehensif tentang aceh, yang kaya akan hasil intelekttualnya dan juga pengaruhnya yang luas. Dalam sejarah aceh sangat berpengaruh terhadap masuknya islam di negeri nusantara termasuk indonesia sekarang ini, Bahkan jawa berada di bawah pengaruhnya. Para wali kebanyakan ada kaitannya dengan aceh ini. Contoh lain adalah kerajaan banjar, yang dulu menguasai kalimantan selatan, ka;imantan tengah dan sebagaian kalimantan timur dan barat.  Mereka mempunyai raja-raja yang heroik. Demikian juga kerajaan kutai, kerajaan pertama di indonesia. Juga kerajaan Sunda/ Pajajaran yang sumber sejarahnya juga sangat kuat.
       Cerita Singosari diceritakan karena ada kaitannya degan Majapahit yang dianggap sebagai awal dari cerita indonesia, untuk memberi kesan bahwa indonesia sekarang ini telah disatukan oleh majapahit. Hal ini juga sangat keliru. Indonesia adalah wilayah ex. Jajahan belanda yang dulu disebut dengan hindia belanda. Jadi tidak ada keterkaitan antara Majapahit dan Indonesia. Sejarah Majapahit sengaja direkayasa untuk membuat suatu pembenaran bahwa indonesia sudah dibangaun sejak dulu. Padahal negara indonesia sekarang ini adalah seluruhnya bekas jajahan belanda (hindia belanda)
      Pembenaran bukan berarti kebenaran. Pembenaran dilakukan biasanya dalam hubungannya dengan kekuasaan dan pengaruh. Bagaimana suatu bangsa itu supaya kokoh maka biasanya dibuat mitos-mitos yang jauh dari sejarah yang sebenarnya. Sejarah majapahit dan singosari memang ada, tetapi tidak sesignifikan kekuasaan Hindia Belanda,
     Kembali lagi ke dalam cerita singosari, jika diajarkan secara nasional, maka secara psikologi kita mengajarkan pada politik pembenaran dan politik bumi hangus atau politik balas dendam yang sangat kental dalam sejarah ke-indonesiaan,
     Harusnya ke depan kaum sejarawan lebih arif dalam membuat pelajaran sejarah. Jangan membuat kita dibuai oleh ajaran yang justru sebenarnya sangat kontradiktif dengan cita-cita bangsa Indnesia modern. Harusnya kita berpatokan pada “ikut mencerdaskan bangsa”, dengan suatu kajian sejarah yang sebenarnya dan sangat kaya, jangan terjerumus pada budaya mencari pembenaran.
    Banyak cerita sejarah yang mungkin bisa ditampilkan. Dan bukan hanya itu, yang tidak kalah pentingnya adalah menceritakan juga tentang hasil karya yang diaabangun oleh pelaku sejarah tersebut. Jika hubungannya dengan intelektual, hingga kini di indonesia tidak pernah mengalahkan karya-karya dari kerajaan aceh. Dan secara arsitektural mungkin perlu dikaji lagi daerah mana yang dominan. Tetapi dari peneuan-penemuan candi, kerjaan-kerajaan di jawa tengahlah yang sangat dominan dlam segi arsitektural. Dibidang kemiliteran banyak yang harus diungkapkan: kerajaan majapahit, kerajaan mataram, kerajaan sunda, kerajaan sriwijaya, kerajaan banten dan lainnya.

    Jadi kesimpulannya, kita harus arif dalam memandang sejarah, daripada menceritakan perebutan wanita, saling bunuh membunuh antara keturunan, maka seyogyannya kaum sejarawan mulai berpikir yang lebh cerdas dalam membuat cerita dalam pelajaran sejarah Indonesia yang beragam. Harus lebih mengarah kepada hasil karya, baik hasil karya tulisan, maupun karya-karya arsitektural, dan tetap mengkaji yang sebenarnya pengaruh kekuasaannya.