Selasa, 03 Desember 2013

JALUR SELATAN JAWA BARAT MUTIARA YANG DISIA-SIAKAN

    Bali sangat gencar membangun fasiliatas wisata diberbagai pelosok wilayahnya, sehingga sekarang banyak alternatif obyek wisata di Bali yang banyak dikunjungi. Jadi jika ke Bali sekarang wisatawan tidak hanya ke pantai kuta, pantai sanur, besakih, bedugul atau kintamani yang biasa dikunjungi oleh wisatawan paketan. padahal sebenarnya banyak sekali obyek wisata lainnya di Bali yang sangat bagus untuk dikunjungi.
    Jika melihat tentang  Bali di televisi, sangat sempurna untuk tujuan wisata. Dan masyarakat Bali seolah telah menangkap peluang dengan bagus, dengan memaksimalkan segala potensi, baik alam maupun kekayaan budaya.
     Di Jawa, mungkin Jogjakarta yang men-serius-kan diri dalam obyek wisata ini. Wilayah Yogyakarta sangat kaya akan warisan kebudayaan tempo dulu berupa bangunan candi yang spektakuler seperti candi borobudur atau candi roro jongrang, dan candi lainnya. Disni juga ada keraton yang masih lestari. Tetapi kelemahan dari Jogjakarta adalah tidak punya pantai putih yang indah seperti Bali. 
      Di daerah pulau jawa yang mempunyai keindahan pantai seperti bali adalah di pantai selatan Jawa Barat. Seperti Pangandaran, dan lainnya hingga ke Pelabuhan Ratu di Sukabumi. Jadi jika melihat peluang sebenarnya jalur pantai selatan Jawa Barat adalah gugusan mutiara yang disia-siakan. 
     Waktu pilkada jawa barat, calon gubernur yang mengkampanyekan tentang pembangunan wilayah selatan adalah bapak Dikdik dari independen. Pa Dikdik adalah putra jawa barat yang banyak melanglangbuana ke luar jawa barat karena tugas mengharuskan pindah-pindah ke daerah lain. Mungkin dia banyak melihat, banyak menyaksikan, banyak membandingkan bahwa sesungguhnya wilayah selatan jawa barat mempunyai potensi yang sangat besar Dengan membuka akses ke selatan berarti membuka potensi. Tetapi Dikdik mungkin orang yang belum berhasil, dan ide-idenya harus kandas, seiring dengan tergerusnya dia dari calon gubernur, karena suaranya yang minim di tempat buncit. 
      Dalam pilkada gubernur  tersebut dimenangkan oleh Ahmad Heryawan dan Dedy Mizwar. Jika Ahmad Heryawan atau Aher mengetahui peluang, harusnya semacam bapak Dikdik itu dirangkul misal menjadi asisten khusus untuk pembangunan wilayah selatan. Tidak akan rugi jika Aher menggandeng dia untuk pembangunan wilayah selatan Jawa Barat, yang hingga kini seolah disia-siakan. 
      Kembali lagi ke potensi wialayah selatan yang menurut siabah bagai mutiara yang disia-siakan. Harusnya mulai digarap dengan serius. Yang pertama yang harus dibangun adalah akses melingkar dari pelabuhan ratu ke pameumpeuk garut, tasikmalaya kemudian ke pangandaran di ciamis / banjar. Kemudian membangun akses-akses dari utara langsung ke selatan, misal dari bandung ke Jampang dan lain-lain. Kemudian membangun bandara international di wilayah selatan, misal di tasikmalaya. Kalau perlu Bandara Atang Sonjaya diperbesar dan dipermodern, sehingga nantinya bisa menjadi akses ke daerah-ddaerah wisata diselatan jawa barat, pangandaran, garut dan lain-lain. ............. (lanjut)

Minggu, 01 Desember 2013

NASEHAT SIABAH KEPADA AHER DAN DEDI MIZWAR

 
Menurut siabah kesalahan manusia yang sulit untuk dihilangkan adalah bahwa mereka merasa telah melakukan banyak hal sesuai dengan prestasinya. Padahal hal demikian telah banyak dilakukan oleh orang-orang sebelumnya, atau justru pencapaiannya mungkin lebh dari yang sekarang ini. Mudah-mudahan kebiasaan seperti ini tidak terjadi pada pasangan gubernur jawa barat sekarang ini, Aher dan Dedi Mizwar. Tetapi sebagai manusia yang selalu diliputi oleh kesalahan, tugasnya 'amar ma'ruf nahi munkar harus selalu didengungkan walaupun terasa pahit. Konon semakin banyak orang yang mengingatkan kepada kita maka sesungguhnya orang itu begitu perhatiaanya terhadapnya sama besarnya dengan pengharapannya agar menjalankan tugas berada dalam rel yang benar.
    Kata Mang Dadang mah Siabah ini kapasitasnya sebagai apa? kok menulis  memakai kata "Nasehat Siabah kepada Aher dan Dedi Mizwar",. Menurut Mang Dadang mereka itu seorang gubernur dan wakil gubernur, sedangkan Siabah itu siapa?. Suatu kritikan yang menurut siabah benar juga. Yang jelas menurut Mang dadang tidak ada hak siabah memberi nasehat kepada gubernur dan wakil gubernur, karena siabah ini rakyat biasa.
    Siabah tidak mau berpolemik tentang kapasitas siabah yang orang biasa menasehati sang gubernur, menurut siabah itu merupakan tanggung jawab manusia dengan manusia yang lainnya, yang harus saling mengingatkan dalam kebenaran, dalam kebaikan (fastabiqul khairat),
     Analisis Siabah terhadap Aher, menurut Siabah ketika Aher pertama kali menang menjadi gubernur dan wakilnya Dede Yusuf, mungkin mereka termasuk orang yang tidak percaya bahwa mereka akan menjadi gubernur, karena lawannya yang begitu hebat-hebat. Ditahun pertamanya merupakan tahun euforia karena ketidakpercayaan dan  penyesuaian dengan sistem birokrasi yang baru. Di tahun kedua mereka baru bisa menerima realitas bahwa mereka benar-benar jadi gubernur. Tahun kedua merupakan tahun penyesuaian dan pembelajaran yang sebenarnya. Tahun ketiga mereka baru bisa menjadi gubernur yang sebenarnya, dan ditahun ini mereka mulai mengetahui orang-orang yang sejalan dengannya. Ditahun ke-4 sebenarnya proses pematangan kekuasaanya, dan mungkin ditahun-tahun ini ide-ide barunya baru muncul. Di tahun ke-4 ini ketika ide-idenya mulai matang, ditahun ke-5 justru harus melakukan terobosan-teobosan untuk memenangkan pilkada berikutmya.
   Diakhir tahun kepemimpinannya, biasanya mereka menyanyangkan terhadap diri sendiri bahwa sebenarnya mereka seharusnya banyak melakukan hal-hal yang signifikan. Tetapi karena harus berhadapan dengan akhir kepemimpinnya, maka mereka harus melakukan terobosan terobosan untuk melakukan pemenangan pilkada berikutnya.
    Ketika pilkada berikutnya dimenangkan, harusnya bapak Aher melakukan lompatan besar, dan terobosan baru dengan pencapaian-pencapan yang signifikan. Karena di tahun ke-6 ini proses pematangan dalam berpikir dan dalam melakukan kebijakan sesungguhnya di mulai. Hasil karya sekarang dan ke depan jangan diukur 5 tahun ke belakang, karena  5 tahun ke belakang adalah proses pembelajaran dalam birokrasi yang itu-itu saja(stagnan). Harusnya Aher pada tahun ini melakukan lompatan-lompatan yang besar, melakukan revolusi dalam kebijakan di jawa barat yang mempunyai potensi ekonomi sangat besar. Tetapi sepertinya mengikuti kebijakan pendahulunya, yaitu kebijakan yang mengekor dibelakang kebijakan Jakarta tetap dipertahankan.
      Keberhasilan 5 tahun ke belakang mungkin terlalu banyak melihat pencapaian di dalam wilayahnya, tanpa melihat dari kejauhan. Menurut siabah kadang-kadang kita harus melihat daerah kekuasaan kita dari jauh, atau membandingkan dengan pencapaian-pencapaian di daerah lainnya. Karena akan begitu nampak kekurangan-kekuragannya.  Tetapi karena terbiasa memandang dari dalam, sesuatu yang biasapun seolah begitu wah, padahal didaerah lain hal itu belum apa-apanya.
       Seperti ketika siabah pulang kampung ke kampung halaman di jawa barat. sangat kontras ketika melalui jalan di wilyah jawa barat, padahal itu merupakan jalan provinsi, Kata istri siabah yang orang jawa timur, tidak ada pilihan ketika melewati jalan-jalan yang dialaluinya, maksudnya saking jeleknya, sehingga tidak ada pilihan lagi, mau tidak mau harus melewati jalan itu. Hal itu belum masuk  ke jalan desa-desa. Jika menanggapi komentar-komentar istri siabah tentang jalan yang dilaluinya,  ia memuji kesabaran orang sunda, dan menurutnya jika hal ini terjadi di Jawa Timur  maka orang-orang akan protes atau demo. Jadi mengapa  dikampungnya jalan lebih mendingan dari jalan di kampung suaminya.
     Kesabaran yang dipendam oleh para sopir melalui jalan jelek tersebut, bukan karena ia tidak mau protes. karena menurutnya harus protes ke siapa, karena para penguasa tetap diam dan tetap tidak mau tahu. Mereka mengumpat tiap hari terhadap pemimpin-pemmpin mereka yang tidak pernah memperdulikan kaum lemah. Umpatan-umpatan yang didengar setiap hari oleh pengguna jalan,  mungkin akan menjadi hambatan sang pemimpin dalam menuju surga. Padahal dulu akses jalan ke kampung tersebut  tidak pernah sejelek itu,. Sesungguhnya siapa yang salah, kebijakan yang salah atau pemimpin yang tidak pernah memperhatikan rakyatnya atau pemimpin yang telah puas terhadap kebijakan-kebijakan yang telah dianggapnya sebagai kebijakan yang berhasil. Sebenarnya siabah bukan hanya kasihan terhadap masyarakatnya, tetapi juga kepada para pemimpinnya yang telah membuat hambatan menuju surga. Hal ini mungkin berbeda dari para pejabat, yang tiap hari menggunakan mobil Volvo atau Mrcedes Benz, dan di rumahnya  dipenuhi oleh fasilitas negara  yang taiada terbatas.
   Siabah selalu mengingatkan bahwa sesungguhnya keberhasilan penguasa suatu daerah adalah banyak membuat akses warganya agar lebih mudah, Adalah kebohongan yang besar jika kita berbicara tentang kemakmuran, kesejahteraan dan kemajuan sedang jalan-jalan di wilayahnya, aksesnya begitu memprihatinkan, begitu jeleknya atau bahkan tidak ada akses sama sekali, Atau akses yang awalnya bagus, ketika kita berkuasa ternyata banyak yang rusak, jadi tolak ukur keberhasilannya dimana?
   Konon orang yang banyak membuka akses masyarakat lebih baik, atau lebih banyak maka akan memudahkan kita dalam menuju surga. Surgaa jika dikonfersikan dalam arti di dunia, berarti kesejahteraan masyarakat, karena nikmat yang begitu besar di surga. jadi ketika seseorang banyak membangun akses jalan yang bagus, yang manusiawi sesungguhnya mereka telah membangun  jalan menuju surga kesejahteraan.
   Jadi menurut siabah jika seseorang berkuasa jangan muluk-muluk kita berbicara tentang kemakmuran masyarakat, kesejahteraan masyarakat, sedangkan jalan dimana-mana jelek. Padahal akses jalan sesungguhnya merupakan dasar menuju kemakmuran. karena dengan akses/ jalan bagus maka perekonomian akan jalan sendiri.
    Dan yang perlu dibangun di daerah jawa barat adalah fasilitas transfortasi yang layak, dan secara ekonomi dapat membangkitkan kinerja ekspor. Karena siabah melihat bahwa disamping transfortasi darat banyak yang rusak. Transfortasi udara dan lautpun jauh dari kata yang layak. Padahal potensi ekonomi yang sangat besar, penduduk terbanyak, tempat para tenaga ahli atau juga pekerja yang melanglang ke mana-mana (banyak yang ke luar pulau). Suatu potensi transfortasi udara yang sangat menjanjikan, disamping itu daerah jawa barat merupakan surganya wisata kuliner, wisata alam dan mode.
      Siabah karena sering berada di luar daerahnya, sehingga mereka dengan jelas memandang daerahnya sendiri sebagai surgawi yang penuh potensi. tetapi karena kurang keberanian dalam melakukan kebijakan (atau mungkin kurang punya ide). Konon kekurangan orang jawa barat itu kurang suka pamer, sehingga  mereka kadang kurang bisa keras menepuk dadanya sendiri. Ide-ide yang brilyan kadang dipendam di dalam hati, sehingga ide-ide besar pun seolah tidak banyak bermamfaat.
      Menurut siabah kita harus 'loba kahayang', harus banyak kemauan, sehingga ide-ide itu  akan muncu dengan sendirinya. Dan jangan lekas puas terhadap prestasi yang kita kerjakan. Karena sifat lekas puas sebenarnya justru menutup diri dari keberhasilan-keberhasilan yang sesungguhnya. Karena jika kita lekas puas terhadap pencapaian-pencapaian yang kita kerjakan, berarti kita baru puas terhadap asumsi-asumsi yang dibuat kita sendiri, bukan oleh pendapat banyak pihak.
      Jika melihat potensi yang dimiliki oleh wilayah jawa barat sesungguhnya, harusnya kita banyak melakukan lompatan-lompatan besar, atau membuat alternatif-alternatif  ataupun membuat terobosan-terobosan yang besar. Jawa barat itu adalah potensi yang tiada terbatas, disini terdapat ppusat-pusat intelektual yang bergengsi, alamnya bagaikan surga yang memberikan banyak keindahan yang sangat layak untuk dikunjungi, pusat mode di indonesia, dan surganya kuliner dinegeri ini. Disamping itu pusat-pusat industri juga terdapat di daerah ini.
       Melihat potensi tersebut harusnya  hal ini memberikan ide-ide untuk membuat akses-akses transfortasi untuk mempermudah orang untuk mengunjunginya. Tetapi rupanya hal inilah yang justru tidak digarap sama sekali oleh para penguasa  jawa barat. Suatu potensi yang disia-siakan.  Menurut siabah di jawa barat itu tidak akan rugi jika dibangun bandara atau lapangan pesawat terbang 3 buah juga yang bertaraf international, karena potensi ekonomi yang sangat menjanjikan, potensi penduduk yang sangat melimpah, dan potensi wisata yang sangat mejanjikan. Harusya di Jawa barat itu minimal ada 23 bandara yang dibangun berbarengan,  bisa di Karawang, atau di majalengka, di bandung dan daerah selatan, di Tasikmalaya. Jika bapak gubernur sering jalan-jalan ke luar pulau, sangat banyak para pekerja yang bekerja di berbagai pulau, sbegai tenaga ahli atau sebagai tenaga kerja/ kontraktor, dimana mereka  kadang tiap bulan atau tiap tiga bulan mereka harus pulang pergi dari kampung halamannya ke pulau tersebut.
     Disamping itu, potensi ekspor dari jawa barat harus melalui pelabuhan tanjung priuk di jakarta, sehingga kjawa barat harus puas dengan kebagian 40 persen dari jasa ekspor inpor, sedang 60 persennya harus berbagi dengan pemilik pelabuhan. Suatu kerugian yang sangat besar. Keuntungan yang harusnya bisa untuk membangun daerahnya justru harus rela dbagi dengan perbandingan yang lebih kecil. Suatu kesalahan yang sangat patal. harusnya di jawa barat dibangun pelabuhan bertaraf international seperti di karawang atau di subang.
     Jika PT. angkasa Pura tidak berminat membangun bandara di Jawa barat, maka bisa bekerja sama dengan pengelola dunia. Dan jika Pelindo tidak berminat untuk membangun pelabuhan di jawa barat, hal ini juga harusnya membuka peluang kita untuk bekerjasama dengan pelabuhan dunia, atau bisa dikelola sendiri dengan membangun perusahaan  daerah. Hal itu sagngat tergantung pada kemauan dari gubernurnya. kalau tidak ada kemauan atau teu boga kahayang, harusnya jangan jadi gubernur saja, karena hal ini berarti dia telah menghambat masyarakatnya untuk maju.
     Menurut siabah harusnya gubernur jawa barat itu membuat terobosan-terobosan yang spektakuler, jangan membiarkan hanya menjadi pengikut yang merasa puas dengan pencapaian-pencapaian, padahal tidak melakukan apa-apa.
    Jika melihat bandara ibukota propinsi di bandung misalnya, sangat jauh dari kota-kota  di balikpapan misalnya. Apalagi dibandingkan dengan surabaya, medan, makasar, sungguh sangat memprihatinkan. Menurut siabah kita ini mempunyai penduduk terbesar, potensi wisata yang besar, potensi tenaga ahli yang besar, tapi karena dadanya kurang dibusungkan. Potensi yang besar dibiarkan hilang begitu saja.
    Empat tahun lalu ketika kerja siabah di bontang kalimantan timur, bandara sepingan Balikpapan belum apa-apa. tetapi 2 tahun yang lalu sudah ada perubahan, dan sekarang mungkin balikpapan akan mempunyai bandara yang signifikan, Di Bandung dari dulu cuma itu itu saja. jadi sesungguhnya sangat sulit dimana sesungguhnya keberhasilan ketika  berkuasa,
     Mungkin dulu siabah sering menyampaikan hal demikian ke facebook bapak dede yusuf yang waktu itu menjadi waikil  gubernur, dan  sudah 5 tahun, ternyata ketika siabah ke bandung melalui bandara Husein, sungguh sangat memprihatinkan.  Bandara kota besar mungkin fasilitasnya jauh dari layak untuk ukuran kota besar. Hal ini menunjukan bahwa sesungguhnya para penguasanya kurang mempunyai greget untuk membangun, kurang greget dalam menangkap peluang dan  kurang bisa membusungkan dadanya. ,,,,,,,,,,,,,,
      Jadi suatu kesempatan yang baik bagi bapak Aher untuk melakukan lompatan-lompatan besar, karena di tahun ke-6 ini merupakan tahun kematangan seorang gubernur, karena setelah 5 tahun ke-depan mereka harus lengser dengan sendirinya. Sungguh suatu kegagalan jika kita tidak melakukan apa-apa, tanpa melakukan terobosan-terobosan yang signifikan. Mungkin kita akan cuma dikenang dalam daftar yang hanya lewat dalam daftar gubernur yang tidak mempunyai prestasi yang lebih. Jadi apa yang membedakan diri kita semasa berkuasa dengan gubernur sebelumnya. Jika dibandingkan dan ditelusuri dengan seksama, mungkin prestasi kita belum sberapa. Jadi alangkah indahnya jika bapak Aher sekarang ini memulai melakukan terobosan-terobasan atau lompatan-lompatan besar untuk membangun daerahnya dengan prestasi yang mungkin akan dikenang oleh generasi berikutnya.    ......(lanjut)

By. Adeng Lukmantara
(Foto. Abah Olin bersama cucu-nya, Lokasi di Hariang Buahdua Sumedang)

Kamis, 28 November 2013

MENYEDERHANAKAN LOGIKA BERPIKIR JIKA MENJADI PENGUASA DAERAH/ NEGARA

Banyak orang berpikir muluk-muluk jika menjadi penguasa, ingin mensejahterakan masyarakat, ingin membuat daerahnya maju, atau idiom-idiom lainnya yang seolah akan terlaksana begitu mudahnya. Padahal pada realitasnya mereka hanya seperti penguasa-penguasa lainnya yang punya keberuntungan bisa dengan mudah berkuasa, dan tidak melakukan apa-apa, kecuali kebiasaan-kebiasaan yang sebenarnya bisa dilakukan oleh setiap orang jika berkuasa.

Jika seseorang berkuasa pada intinya hanya melakukan tradisi-tradisi yang seolah bahwa dia telah begitu berjasa dalam membangun daerahnya, padahal sesungguhnya masyarakat dibiarkan stagnan, dan keeradaan sang penguasa hanya menggantikan tradisi-tradisi sebelumnya yang sangat membosankan. Mengapa hal ini terjadi? Karena para penguasa terlalu berpikir yang muluk-muluk padahal tidak melakukan apa-apa kecuali upacara-upacara  yang stagnan.

Ada trik dari siabah jika anda berkuasa menjadi penguasa suatu daerah. Menurut siabah banyak orang terlalu muluk-muluk ketika berkuasa padahal realitasnya mereka tidak melakukan apa-apa, atau kebanyakan mereka tidak melakukan apa-apa karena memang mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. Menurut siabah kebanyakan para penguasa sesungguhnya tidak melakukan apa-apa karena dia terlalu rumit dalam berpikir, sehingga harus disederhanakan agar prestasi selama berkuasa nampak jelas, yaitu:

1. Menurut siabah yang petama kali ada kata-kata yang harus mulai ditinggalkan atau dihindari jika kita berkuasa, yaitu:
  • Penguasa harus menghindari berkata “harus”. Kata harus ini,  harus itu, harus demikian dan sebaginya. Kata harus adalah milik orang-orang males, sehingga tidak banyak pilihan. Menurut siabah ketika sesorang berkuasa mulailah pergunakan kata “bagaimana” atau dalam istilah sundanya “kumaha”. Kita harus berbicara bagaimana bukan harus. Jadi jika kita berpikir supaya masyarakat itu sejahtera itu bagaimana, bukan harus sejahtera. Jadi bagaimana masyarakat itu sejahtera. Setelah ada pertanyaan bagaimana atau kumaha? Maka menurut siabah menginjak ke point yang kedua yaitu pemetaan masalah.
  • Penguasa harus menghindari kata-kata " Tergantung peran serta  masyarakat atau tergantung kerja sama masyarakat". Atau kata-kata untuk menghindari tanggung jawab lainnya. Sang penguasa harus pandai mencari akar permasalahannya, kemudian mengungkapkan solusi-solusinya, dan mengungkapkan sisi kebaikan dan keburukan masa depan jika kebijakan diambil.

2. Pemetaan. Seorang penguasa harus pandai memetakan masalah. Contoh jika kita ingin mensejahterakan masyarakat, jangan terlalu muluk-muluk masyarakat harus berpendidikan tinggi atau yang lainnya. Tetapi harus pada pokok permasalahan sebenarnya yaitu akses-akses menuju kesejahteraan. Jika kita hanya berpikir bahwa dengan sekolah masyarakat akan berubah sehingga akan tercapai kesejahteraan dikemudian hari. Mungkin hal itu benar atau betul, tetapi sekolah perlu puluhan tahun, untuk itu. Jadi sebenarnya yang paling utama menuju kesejateraan masyarakat adalah membuat akses menuju kesejahteraan. Akses itu adalah akses jalan atau akes transformasi dari daerah ke daerah lainnya. Karena jika akses apapun dibuka maka banyak peluang didepannya. Jadi intinya penguasa yang berhasil adalah yang banyak membuat jalan  yang manusiawi, yang tidak banyak bolong-bolong seperti sekarang ini. Jika jalan bagus, akses ke berbagai kampung biasa dengan mudah diakses maka perekonomian akan berjalan dengan sendirinya, Jadi kita tidak usah banyak ngomong kesejahteraan rakyat padahal jalanya rusak-rusak, itu adalah pembohongan yang nyata,

3. Maping. Setelah kita memetakan masalah sebenarnya, kita harus belajar maping, atau mewanai daerah-daerah yang bermasalah baik secara ekonomi, akses jalan atau mutu pendidikan atau daerah-daerah yang sudah dibangun. Maping sagat bermamfaat supaya tidak terjadi kebijakan yang bertumpuk pada suatu daerah, sedang daerah lain dibiarkan terlunta-lunta.

4. Peta. Jika menonton film tentang Muhammad Al fatih, sang penguasa Turki Utsmani yang menaklukan ibukota Romawi, Konstantinopel, yang terkenal selama ratusan tahun tidak pernah tertaklukan. Al atih adalah orang yang menguasai medan perang yang akan dilakukannya, sehingga ia dapat menaklukan benteng konstantinopel yang terkenal sangat kokoh, karena ia sangat menguasai medan perang. Di lantai ruang kerjanya sang sultan terdapat peta daerah kekuasaanya dan daerah-daerah yang akan ditaklukannya. Ia sangat menguasai peta, sehingga ia tahu lokasi mana saja yang perlu diabangun benteng, dan dimana ia harus menyerang, kemana kalau terdesak dan sebagainya. Dengan menguasai peta berarti menguasai peta permasalahan tiap daerah. Jadi menurut siabah kalau kita jadi pengasa harus mengikuti apa yang dilakukan oleh penguasa-penguasa besar. Kalau perlu diruang kerja harus ada peta besar daerah kekyuasaan kita, dan jika perlu kita harus mewarnai apa-apa yang kurang dan apa-apa yang sudah dikerjakan. Sehingga sangat jelas permasalahan yang sebenarnya. Jika suatu daerah terisolir maka harus dibuat jalan, Jika daerah itu sering banjir maka harus dicari permaslahannya, Jika daerah itu sumber kemacetan maka harus ada penangannan yang lebih atau akses alternatif.


5. Sering Keiling daerah kekuasaannya tanpa  ada protokoler. Untuk semua hal tersebut diatas kita harus sering berkeliling ke daerah kekuasaan kita tanpa pengawalan yang ketat atau protokoler. Karena jika ada protokoler sebenanya telah ada kebohongan dalam setiap kunjungan.

Itulah 5 tips dari siabah, jika kita berkuasa atau memimpin suatu daerah. Siabah tidak terlalu muluk-muluk mengharap kepada para penguasa di negeri ini, karena kebanyakan dari mereka lebih banyak faktor keberuntungan daripada prestasi. Tapi tiak masalah, hanya kata siabah itu hanya berpesan, jika kita berkuasa karena faktor apapun (keturunan, keberuntungan dan lainnya), maka kuasailah daerah kekuasaan kita dalam arti yang sebenarnya, kuasai permasalahannya, sehingga kita akan dengan mudah dalam menyelesaikannya. Dan menurut siabah yang terpenting dalam kita berkuasa adalah membuka semua akses daerah kekuasaan kita, yaitu membangun jalan-jalan yang bagus, yang menghubungkan antar daerah kekuasaan kita, Jika akses sudah bagus, maka masyarakat akan dengan sendirinya bergerak. Ekonomi akan dengan sendirinya meningkat, karena sumber daya alam yang mereka tanam akan dengan mudah di jual ke daerah lain.








Sabtu, 20 April 2013

MENGENALKAN KEMBALI PEMIKIRAN SUNDA KLASIK, SUATU PERBINCANGAN DENGAN SIABAH

   
Menarik sekali berbincang-bincang dengan Siabah tentang sejarah pemikiran sunda yang kata Siabah memang sudah dilupakan oleh para intelektuanya atau memang sengaja dilupakan. Berbicara tentang kesjarahan dalam hubungannya dengan naskah-naskah sunda klasik, menurut siabah meskipun sudah mulai bermunculan yang mulai meng"eksis"kan pada kajian kesundaan, seperti kelompok "Salakanagara", tapi menurut siabah masih terlalu sedikit daripada penduduk tataran sunda yang lebih dari 45 juta jiwa.
   Menurut siabah:" Sekarang  ini banyak orang sunda yang tidak mengenal naskah naskah peninggalan kaum intelektual nenek moyangnya.  Yang lebih mengkhawatirkan lagi justru hal ini juga melanda kalangan intelektual masyarakat sunda itu sendiri. Mereka lebih peduli dengan sejarah sejarah  yang berasal dari daerah lain daripada daerahnya sendiri. Nasionalisme yang dikembangkan oleh bangsa ini telah menggerus sendi sendi budaya bangsanya sendiri. Mereka mendidik anak bangsa yang tidak pernah mengenal hasil budayanya sendiri. Mereka telah mendidik manusia-manusia mengambang yang tidak mempunyai pijakan yang sangat kokoh."
    Siabah membandingkan dengan bangsa jepang yang termasuk bangsa yang maju/ Siabah berkata:"Berbeda dengan Jepang, meskipun mereka telah menjadi negara maju, tetapi  komunikasi eengan sejarah masa lampaunya tidak pernah dilupakan, Makanya cerita-cerita masa lampaunya telah banyak menginspirasi kemajuan jepang itu sendiri juga termasuk yang berkaitan dengan kisah-kisah lama yang termodernkan. Karena itu jepang meerupakan negara yang sangat modern yang tidak terputus dengan peradaban masa lampaunya."
    Siabah mengkritik ketidakpedulian kaum intelektual sunda terhadap sejarahnya sendiri yang justru mendapat dukungan dari penguanya yang dinilai siabah tidak terlalu cerdas. Menurut siabah:"Masyarakatnya yang kurang peduli,  mendapat tempat pada penguasanya yang  kurang cerdas, sehingga potensi masa lampau yang dapat memperkaya kekinian justru  terputus, atau dengan kata lain, bahwa masayarakat sunda  kini telah terputus dengan peradaban masa lampaunya, sehingga dalam menjalani kehidupannya mereka telah kehilangaan orientasi (disorientation) terhadap peradabannya itu sendiri. Menjadi manusia sempurna dalam arti yang tidak melakukan apa apa telah melanda masyarakat sunda.  Padahal dalam sejarahnya, manusia sunda adalah maanusia proses yang menuju kepada perbaaikan ke perbaikan selanjutnya (rancage). Dan dapat dilihat dari kisah carita parahiyangan bagaimana para leluhur kita membuat suatu kerajaan, mereka meninggalkan pertapaan karena kritik dari seekor burung, yang mengatakan bahwa “sang pendiri? Yang awalnya seorang pertapa telah dikritik habis-habisan, bahwa dia hanya orang yang tidak berguna yang pekerjaannya hanya duduk saja dan tidak bisa melakukan apa-apa."
    Siabah juga mengatakan bahwa pentingnya menjaga situs-situs kebudayaan klasik sebagai tanggung jawab terhadap generasi berikutnya. Siabah berkata:"Menjaga hasil karya peraadaban klasik harusnya  merupakan suatu kebanggan dari anak bangsa sekarang ini. Meskipun dari kebudayaan yang berbeda, dari agama yang berbeda. Karena hasil peadaban masa lampau akan menginspirasi anaak bangsanya dikemudian hari. Karena itu menjaga situs-situs kebudayaan kuno bukan berarti menjaga tahayulisme seperti yang dikembangkan kaum dukun, tetapi lebih upaya daripada pencarian jatidiri kita sebagai manusia sunda, untuk membangun peradabannya ke depan."

Pembodohan dari kaum sejarawan nasional
    Siabah tidak hanya menyoroti tentang ketidakpedulian masyarakatnya tehadap kebudayaan sunda itu sendiri, tetapi memang ada pembodohan yang dikembangkan oleh kaum sejarawan penguasa. Si abah berkata:"Jauhnya masyarakat sunda dari kebudayaannya bukan hanya dikarenakan ketidakpedulian dari masyarakatnya, tetapi lebih disebabkan oleh para sejarawan nasional yang dikuti oleh kaum sejarawan sunda yang kurang kritis terhadap berbagai permasahan kesundaan. Para sejarawan nasional telah bersikukuh menjadikan kitab negarakertagama sebagai sumber sejarah rujukan untuk membuat peran-peran majapahit agar lebih menonjol. Para sejarawan sunda yang berpendidikan formal kebanyakan kurang percaya diri menjadikan carita parahiyangan sebagai sumber berita tentang keberadaan kerajaan sunda."
    Siabah berkata:"Sejarawan nasional telah membuat sejarah majaoahit seolah menjadi cikal bakal negara indonesia. Padahal indonesia merupana warisan dari ex. Jajahan belanda. Jadi secara de fakto sejarah indonesi bermula dari penjajahan belanda. Karena 100 persen negara indonesia merupakan ex, jajahan belanda., yang tidak ada hubungannya dengan kerajaan majapahit yang sudah hancur pada abad 15 M. Jadi tidak ada hubungannya antara majapahit dengan indonesia sekarang ini."
     Siabah iri dengan negara-negara maju, seperti di inggris yang banyak membuat fil-filmya yang diangkat dari cerita-cerita klasiknya. Siabah berkata:"Negara negara barat sepeti dalam cerita-cerita di negeri inggris banyak dipengaruhi oleh cerita-cerita trdisionalnya, meskipun kadang tidak masuk akal. Tapi bagi mereka bukan masuk akal atau tidaknya, hal tersebut tidak terlalu penting. Yang penting darinya adalah cerita-cerita tersebut dianggap sebagai awal dari penyelidikan untuk pengkajian sejarahnya. Jadi perbedaan kaum intelek di negeri elisabet dengan sejarawan kita adalah, jika mereka mencari sumber dari sumber sedikit kemudian dilakukan penyelidikan-penyelidikan. Kalau dinegeri ini informasi yang banyakpun seolah dibiarkan terlunta, karena keengganan untuk berpikir dan sikap pengekornya begitu kuat, apalagi informasi sedikit, oleh para sejarawan kita dianggap sebagai dongeng yang tiada berguna. Makanya jangan heran situs-situs di tanah sunda seolah di telan bumi. Keberadaannya juga selalu ditutup-tutupi oleh kaum intelektualnya itu sendiri."

Tanggung Jawab Generasi Sekarang
     Siabah menekankan tentang tanggungjawab dari gebnerasi sekarang ini, untuk mengumpulkan cerita, cerita atau dongeng-dongeng, atau sejarah yang berkaitan dengan pembentukan sutu daerah atau kerajaan, yang kemudian dipublikasikan. Menurut siabah:"Sebeleum mencapai ke tingkat penyelidikan kesejarahan tanah sunda, generasi sekarang mungkin  harus membuka wacana seluas-luasnya, dengan mengumpulkan sumber yang banyak dari berbagai pelosok tataran sunda. Kumpulkan dan publikasikan, mungkin sekarang ini yang harus kita lakukan, hingga munculnya kaum intelaktual /sejarawan  sunda yang kritis yang tidak terikat oleh kaum sejarawan para penguasa, yang cenderung menghilangkan potensi-potensi kesejarahan sunda itu sendiri."
    Menuerutnya juga:" Cerita-cerita, dongeng-dongeng dari tanah sunda dari siapapun mulai sekarang harus mulai dikumpulkan dan dipublikasikan. Hal ini untuk mendorong sistem crosscek sejarah dari sumber-sumber yang mungkin memiliki cerita sama tetapi dari analisa yang berbeda, sehingga menimbulkan cerita atau sejarah berbeda."
     Siabah juga mengkritik para pembuat sejarah kekuasaan, sejarah hanya untuk legitimasi kekuasaan yang ada. Menurut siabah:"Jangan percaya kepada kaum sejarawan sekarang ini, karena sejarawan indonesia, termasuk dari sunda adalah pendukung atau penganut sejarah kekuasaan. Jadi bagi mereka sejarah yang mendukung dan menguntungkan kekuasaan yang sedang berkuasa itulah yang mereka dukung dan kembangkan. Padahal sejarah itu sendiri adalah independen. Tetapi semua buku wajib kita miliki dan baca untuk memperkaya intelektual kita itu sendiri, Tetapi menyangkut kesimpulan sejarah, kita mungkin harus mengembangkan sejarah yang kritis. Dan yang terpenting dari kita sekarang ini adalah kita harus berprinsip, sekecil apapun informasi, sedikit apapun berita, harus dijadikan awal dari penyelidikan kita terhadap sejarah."

(Mengenal Pemikiran Pemikiran Siabah, hasil dari suatu diskusi By. Adeng Lukmantara)
Foto. Abah Olin & Emut Muchtar (adiknya)

Kamis, 04 April 2013

TEKS NASKAH "CARITA PARAHIYANGAN"



   Carita Parahiyangan merupakan suatu naskah Sunda kuno yang berbahasa Sunda kuno, yang dibuat pada akhir abad ke-16 M, yang menceritakan sejarah tanah sunda, mengenai kerajaan Sunda, yaitu isatana (keraton) galuh dan istana (keraton) pakuan. Naskah ini tersimpan di Museum Nasional Jakarta.
   Naskah Carita Parahiyangan terdiri dari  47 lembar  daun lontar ukuran 21 x 3 cm, yang tiap lembarnya berisi 4 baris. Huruf yang digunakan dalam penulisan naskah ini adalah aksara Sunda kuno.
   Naskah ini pertama kali diteliti oleh K.F. Holle, kemudian C.M Pleyte. Naskah ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia  oleh Purbacaraka sebagai tambahan laporan mengenai u Tulis dibogor, dan selanjutnya oleh beberapa sarjana sunda.
   Naskah Carita Parahiyangan ini menceritakan  sejarah sunda dari awal kerajaan Galuh  pada zaman Wretikandayun sampai runtuhnya Pakuan Pajajaran (ibukota kerajaan Sunda) akibat serangan kesultanan Banten, Cirebon dan Demak.
   Berikut ini adalah terjemahan Carita Parahiyangan dalam bahasa sunda, yang bersumber dari penterjemahnya, Atja dalam buku “Carita Parahiyangan: Naskah Titilar Karuhun Urang Sunda.”  Bandung: Jajasan Kebudajaan Nusalarang. 1968

I
Enya kieu Carita Parahiyangan teh.
Sang Resi Guru boga anak Rajaputra.
Rajaputra boga anak Sang Kandiawan jeung Sang Kandiawati, duaan adi lanceuk.
Sang Kandiawan teh nyebut dirina Rahiyangta Dewaradja.
Basa ngajalankeun kahirupan sacara rajaresi, ngalandi dirina Rahiangta di Medangjati,
oge katelah Sang Lajuwatang, nya mantenna nu nyieun Sanghiang Watangageung.
Sanggeusna rarabi, nya lahir anak-anakna limaan, mangrupa titisan Sang Kusika, Sang Garga, Sang Mestri, Sang Purusa, Sang Puntandjala, nya eta: Sang Mangukuhan, Sang Karungkalah, sang Katungmaralah, Sang Sandanggreba jeung Sang Wretikandayun.

II
Aya manuk ngaranna si Uwur-uwur, oge katelah Si Naragati, nyayang di pangjarahan Bagawat Resi Makandria. Anakna dihakan ku jaluna. Dicarekan ku bikangna.
Carek bikangna: “Kacida hinana, lamun urang teu boga anak teh. Bireungeuh tuh
Bagawat Resi Makandria!Tatapa soteh bane bae sangsara da henteu boga anak.”
Carek Bagawat Resi Makandria: “Kumaha rek boga anak. Da kawin oge henteu.”
Ti dinya, carek Bagawat Resi Makandria: “Aing dek indit ka Sang Resi Guru, ka
Kendan.”
Manehna datang ka Kendan.
Carek Sang resi Guru: “Na nahaon bejana, hidep Bagawat Resi Makandria, nu matak datang ka dieu?” “Pangampura bae; saleresna aya piwartoseun. Dek nyuhunkeun pirabieun. Lantaran kawartosan ku manuk si Uwur-uwur, nu nelah oge si Nagaragati.
Sanggemna kacida hinana, lamun urang teu gaduh anak.”
Carek Sang resi Guru: “Jig hidep ti heula ka patapan deui. Anaking Pwah Rababu
geuwat susul Bagawat Resi Makndria. Lantaran nya manehna pijodoeun hidep teh,
anaking.”
Pwah Rababu terus nyusul, dating ka patapan Sang Resi Makandria, teu diaku   rabi.
Kabireungeuheun aya widadari geulis, ngarupakeun Pwah Mandjangandara, nya geuwat Rasi Makandria ngajadikeun dirina Kebowulan. Terus sanggama.
Carek Sang Resi Guru: “Enten, anaking Pwah Sanghiang Sri! Jig hidep indit ngajadi ka lanceuk hidep, ka Pwah Aksari Jabung.”
Ti dinya Pwah Sanghiang Sri indit sarta terus nitis, nya lahir Pwah Bungatak
Mangalengale.

III
Carek sang Mangukuhan: “Nam adi-adi sadaya urang moro ka tegalan.”
Sadatang ka tegalan, kasampak Pwah Manjangandara reujeung Rakean Kebowulan.
Diudag ku limaan, sarta beunangna pada jangji, yen saha anu pangheulana keuna
numbakna, nya manehna piratueun.
Keuna ditumbak ku Sang Wretikandayun, Kebowulan jeung Pwah Manjangandara teh.
Kebowulan lumpat ka patapan, sadatangna hos bae paeh.
Ku Sang Wretikandayun dituturkeun, kasampak pwah Bungatak Mangalengale keur
nyusu ka Pwah Manjangandara.
Pwah Bungatak Mangalengale teh ku Sang Wretikandayun di bawa mulang ka Galuh, ka Rahiangta di Medangjati.

IV
Rahiyangan di Medangjati lawasna ngadeg ratu limawelas taun. Diganti ku Sang
Wretikandayun di Galuh, bari migarwa Pwah ngatak Mangalengale.
Ari Sang Mangukuhan jadi tukang ngahuma, Sang Karungkalah jadi tukang moro, Sang Katungmaralah jadi tukang nyadap sarta Sang Sandanggreba jadi padagang.
Nya ku Sang Wreti Kandayun Sang Mangukuhan dijungjung jadi Rahiangtung Kulikuli,
Sang Karungkalah jadi Rahiangtang Surawulan, Sang Katungmaralah jadi Rahiyangtang Pelesawi, Sang Sandanggreba jadi Rahiangtang Rawunglangit.
Sabada Sang Wretikendayun ngadeg ratu di Galuh, nya terus ngajalankeun kahirupan sacara rajaresi sarta ngalandi dirina jadi Rahiangta di Menir. Dina waktu bumenbumen,
harita teh nya nyusun Purbatisti.
Lawasna jadi ratu salapanpuluh taun. Diganti ku Rahiang Kulikuli, lawasna jadi ratu
dalapanpuluh taun. Diganti ku Rahiangtang Surawulan, lawasna jadi ratu genep taun,
katujuhna diturunkeun, lantaran goreng lampah. Diganti ku Rahiangtang Pelesawi,
lawasna jadi ratu saratusdualikur taun, lantaran hade lampah. Diganti ku Rahiangtang Rawunglangit, lawasna geneppuluh taun.

V
Diganti ku Rahiangtang Mandiminyak.
Anak Rahiangta di Menir teh aya tiluan, nu cikal nya Rahiang Sempakwaja, ngadeg
Batara Dangiang Guru di Galunggung; Rahiangtang Kidul, ngadeg Batara Hiang Buyut di Denuk; Rahiangtang Mandiminyak ngadeg ratu di Galuh.
Carek Sang Resi Guru: “Karunya aing ku Rahiang Sempakwaja henteu boga pamajikan.
Anaking Pwah Rababu! Hidep leumpang ungsi Rahiang Sempakwaja, lantaran aya
manehna pibatureun hidep tatapa.”
Sang Resi Guru ngagesek totopong jadi jaralang bodas, nya indit nyampeurkeun
Rahiang Sempakwaja, nu harita kabeneran keur ngawelit.
Carek Sanghiang Sempakwaja: “Na naha nya aya jaralang bodas etah?”
Cop nyokot sumpit, terus diudag rek disumpit. Pwah Rababu kapanggih eukeur mandi di talaga Candana.
Carek Rahiang Sempakwaja: “Ti ma etah nu mandi?” Sampingna dileled ku sumpit,
beunang. Aya baturna para Pwah Aksari, tuluy lalumpatan ka tegalan.
Pwah Rababu dibawa ku Rahiang Sempakwaja, dipirabi. Kacida dipikaasihna. Nya lahir anakna lalaki duaan, nya eta Rahiang Purbasora jeung Rahiang Demunawan.

VI
Barang ngadenge tatabeuhan ngaguruh teu puguh rungukeuneunana, tatabeuhan di
Galuh, Pwah Rababu terus mulang ka Galuh di dinya teh taya kendatna nu ngigel.
Sadatangna kaburuan ageung, cek Rahiangtang Mandiminyak: “Patih, na naon eta
ateh?”
“Bejana nu ngigel di buruan ageung!”
“Eta bawa pakean awewe sapangadeg, sina marek ka dieu. Keun tanggungan aing.
Geuwat bawa sacara paksa!”
Patih indit ka buruan ageung. Pwah Rababu dibawa ka kadaton. Dipirabi ku
Rahiangtang Mandiminyak. Kacida bogohna ka Pwah Rababu. Tina sapatemonna, nyalahir anak lalaki dingaranan Sang Sena.

VII
Carek Rahiang Sempakwaja: “Rababu jig indit. Ku sia bikeun eta budak ka Rahiangtang Mandiminyak, hasil jinah sia, Sang Salahlampah.”
Rababu tuluy leumpang ka Galuh.
“Aing dititah ku Rahiang Sempakwaja mikeun budak ieu, beunang sia ngagadabah aing tea.”
Carek Rahiangtang Mandiminyak: “Anak aing maneh teh, Sang Salah?”
Carek Rahiangtang Mandiminyak deui: “Patih ku sia budak teh teundeun kana
jambangan. Geus kitu bawa kategalan!”
Dibawa ku patih ka tegalan, Samungkurna patih, ti eta tegalan kaluar kila-kila nepi ka awang-awang. Kabireungeuh ku Rahiangtang Mandiminyak.
“Patih teang deui teundeun sia nu aya budakna tea!”
Ku patih diteang ka tegalan, kasampak hirup keneh. Terus dibawa ka hareupeun
Rahiangtang Mandiminyak. Dingaranan Sang Sena.

VIII
Lawasna jadi ratu tujuh taun, geus kitu Rahiangtang Mandiminyak diganti ku Sang
Sena. Lawasna jadi ratu tujuh taun, diganti lantaran dilindih ku Rahiang Purbasora.
Kajaba ti eta Sang Sena dibuang Gunung Merapi, boga anak Rakean Jambri.
Sanggeusna manehna sawawa indit ka Rahiangtang Kidul, ka Denuh, menta
dibunikeun.
Carek Rahiangtang Kidul: “Putu, aing sangeuk kacicingan ku sia, bisi sia kanyahoan ku ti Galuh. Jig ungsi Sang Wulan, Sang Tumanggal jeung Sang Pandawa di Kuningan,
sarta anak saha sia teh?”
Carek Rakian Jambri: “Aing anak Sang Sena. Direbut kakawasaanana, dibuang ku
Rahiang Purbasora.”
“Lamun kitu aing wajib nulungan. Ngan ulah henteu digugu jangji aing. Muga-muga
ulah meunang, lamun sia ngalawan perang ka aing. Jeung deui leuwih hade sia indit ka tebeh Kulon, jugjug Tohaan di Sunda.”
Sadatangna ka Tohaan di Sunda, tuluy dipulung minantu ku Tohaan di Sunda. Ti dinya ditilar deui da ngajugjug ka Rabuyut Sawal.
Carek Rabuyut sawal: “Sia teh saha?”
“Aing anak Sang Sena. Aing nanyakeun pustaka bogana Rabuyut Sawal. Eusina teh,
‘retuning bala sarewu’, anu ngandung hikmah pikeun jadi ratu sakti, pangwaris Sang Resi Guru.”
Eta pustaka teh terus dibikeun ku Rabuyut sawal. Sanggeus kitu Rakean jambri miang ka Galuh.
Rahiang Purbasora diperangan nepi ka tiwasna. Rahiang Purbasora jadina ratu ngan
tujuh taun. Diganti ku Rakean Jambri, jujuluk Rahiang Sanjaya.

IX
Carek Rahiang Sanjaya: “Patih, indit sia, tanyakeun ka Batara Dangiang Guru, saha kituh anu pantes pikeun nyekel pamarentahan di urang ayeuna.”
Sadatangna patih ka Galunggung, carek Batara Dangiang Guru: “Na aya pibejaeun
naon, patih?”
“Pangampura, kami teh diutus ku Rahiang Sanjaya, menta nu bakal marentah, adi
Rahiang purbasora.”
Hanteu dibikeun ku Batara dangiang Guru.
Carek Batara Dangiang Guru: “Rahiang Sanjaya, indit beunangkeun ku sorangan.
Elehkeun Guruhaji Pagerwesi, elehkeun Wulan, Sang Tumanggal, elehkeun Guruhaji
Tepus jeung elehkeun Guruhaji Balitar. Jig indit Rahiyang Sanjaya; elehkeun Sang
Wulan, Sang Tumanggal, Sang Pandawa di Kuningan. Maranehna meunang kasaktian,
nu ngalantarankeun Sang Wulan, Sang Tumanggal, Sang Pandawa di Kuningan henteu kabawah ku dangiang Guru. Lamun kaelehkeun bener maneh sakti.”
Rahiang Sanjaya tuluy perang ka Kuningan. Eleh Rahiang Sanjaya diubeuber, nepi ka walungan Kuningan. Rahiang Sanjaya undur.
“Teu meunang hanteu aing kudu ngungsi ka dieu, lantaran diudag-udag, kami kasoran.”
Ti dinya Rahiang Sanjaya mulang deui ka Galuh, Sang Wulan, Sang Tumanggal mulang deui ka Arile.
Rahiang Sanjaya tuluy marek ka Batara Dangiang Guru, Carek Batara Dangiang Guru:
“Rahiang Sanjaya, naon pibejaeun sia, mana sia datang ka dieu?”
“Nya eta aya pibejaeun, apan kami dipiwarang, tapi kami eleh. Ti mana kami unggulna,
anggur kami diuber-uber ku Sang Wulan, Sang Tumanggal jeung Sang Pandawa di
Kuningan.” Sanggeus kitu Rahiang Sanjaya tuluy mulang ka Galuh.

X
Carek Sang Wulan, Sang Tumanggal, sang Pandawa di Kuningan: “Mawa pisajieun,
urang miang ka Galunggung, pakean lalaki sapangadeg, pangcalikan, munding sarakit (?), beas sacukupna pikeun dahar.”
Sadatang ka Galunggung, eureun di Pakembangan. Kasampak ku (Sang) Pakembangan.
tuluy popojan ka Batara Dangiang Guru.
Carek Batara Dangiang Guru: “Aya beja naon?”
“Pun Batara Dangiang Guru! Aya Sang Wulan, Sang Tumanggal jeung Sang Pandawa di Kuningan.”
“Kacida bagjana sia datang ka dieu. Jung miang ka Galuh. Ondang Rahiang Sanjaya,
caritakeun, kudu mawa pisajieun, pakean lalaki sapangadeg, pangdiukan wulung,
munding sarakit (?), kawali beusi jeung beas sacukupna pikeun dahar.”
Sadatang sia ka Galuh, carek Rahiyang Sanjaya: “Aya pibejaeun naon, sia
Pakembangan?”
“Kami teh dititah ku Dangiang Guru. Rahiang Sanjaya supaya mawa pisajieun
salengkepna. Aya Sang Wulan, Sang Tumanggal jeung Sang Pandawa di Kuningan.”
Rahiang Sanjaya indit.
Barang nepi ka hareupeun Dangiang Guru, carek Dangiang Guru: “Rahiang Sanjaya!
Lamun kaereh ku sia Sang Wulan, Sang Tumanggal jeung Sang Pandawa di Kuningan,
aing bakal nurut kana sagala ucapan sia. Da beunang ku aing kabawah. Turut kana ucapan aing. Da aing wenang ngelehkeun, hanteu kasoran. Da aing anak dewata.”
Sang Wulan, Sang Tumanggal, Sang Pandawa di Kuningan kabawah ku Batara
Dangiang Guru.
Sang Wulan dijenengkeun Guruhaji di Kajaron.
Sang Tumanggal dijieun Guruhaji Kalanggara di Balamoha.
Sang Pandawa di Kuningan jadi Guruhaji Lajuwatang.
Sang Puki jadi Guruhaji di Pagerwesi.
Sang Manisri dijadikeun Buyuthaden Rahesa di Puntang.
Buyuthaden Tujungputih di Kahuripan.
Buyuthaden Sumajajah di Pagajahan.
Buyuthaden Pasugihan di Batur.
Buyuthaden Darongdong di Balaraja.
Buyuthaden Pagergunung di Muntur.
Buyuthaden Muladarma di Parahiangan.
Buyuthaden Batuhiang di Kuningan.

XI
Rahiyang Sanjaya tumetep di Medang Ratu di Galuh, Sang Seuwakarma.
Ari adina Ratu Galuh, miara sabaraha hiji anak munding, nyieun padumukan pikeun
muja. Pindah-pindah tempat, sewabakti ka Batara Upati.
(Nelah) Rahiang Wereh, nu matak disebut kitu, waktu ditilar, adi lanceuk masih laleutik keneh.
Teu tulus jadi ratu, lantaran (huntuna) rohang, mangkana katelah Rahiang
Sempakwaja. Rahiyang Kidul oge hanteu bisa jadi ratu sabab burut, nya jadi Wikuraja.
Sang Seuweukarma jadi Tohaan di Kuningan, lahirna di patapan, enya eta anak Rahiang Sempakwaja.
Cek Rahiang Sanjaya: “Atuh masih pernah dulur aing, aki! Lamun kitu mah karah. Ulah weleh mere bantuan ka aing, aki patih!”
Cek patih: “Muga-muga bae bisa deui urang ngamalkeun Sanghiang Darmasiksa. Ulah teu digugu!”
Omongan para patih ka Rahiang Sanjaya: “Lamun haying unggul perang, geura
mangkat ti Galuh!” Prang ka Mananggul, eleh sang ratu Mananggul, Pu Anala
pamanggul juritna. Tuluy ka Kahuripan, diperangan, eleh Kahuripan, Rahiangtang
Wulukapeu taluk. Tuluy ka Kadul, diperangan eleh Rahiang Supena, taluk. Tuluy ka
Balitar, diperangan, eleh sang ratu Bima.
Ti dinya Rahiang Sanjaya nyabrang ka wilayah Malayu. Kemir diperangan, eleh
Rahiangtang Gana. Perang deui ka Keling, eleh Sang Sriwijaya. Perang ka Barus, eleh ratu Jayadana. Perang ka Cina, eleh pati(h) Sarikaladarma.
Mulang Rahiang Sanjaya ka Galuh ti sabrang.
Tunda.

XII
Rahiangtang Kuku, Sang Seuweukarma di Arile, ngayakeun gempungan jeung para
patih; raja dicaritakeun hal pangajaran kaparamartaan.
“Nam urang rek marek, mawa kiriman ka Rahiang Sanjaya. Cokot emas sakati, lima boehna, bawaeun urang ka Rahiang Sanjaya.”
Dina danget eta, oge di Galuh ngayakeun kumpulan jeung para patih sakabeh.
“Nam urang nyieun labur di jalan gede pakeun ngabageakeun Sang Seuweukarma,
lantaran enya eta Rahiang Kuku.”
“Barang datang ka sisimpangan ka Galuh jeung ka Galunggung, dipapag, dihormat
disayagian cai pikeun sibanyo.”
Carek Rahiangtang Kuku: “Sang patih, bawa kami marek ka rahiang Sanjaya. Tah emas sakati, lima boehna.”
Carek sang patih: “Pun Tohaan! Boh emas boh beusi henteu diajenan ku Rahiang
Sanjaya. Nu diajenan teh ngan huripna jalma rea.”
Rahiangtang Kuku jadi kabingungan. Terus mulang deui ka Arile. Carek Rahiangtang
Kuku: “Na naon pakeun urang bakti ka Rahiang Sanjaya?”

XIII
Sakitu mulyana, ieu tangtu Rahiang Sempakwaja. Ayeuna urang caritakeun
Rahiangtang Kuku, indit ka Arile, ngababakan di Kuningan.
Kasohor Rahiangtang Kuku, enya eta Sang Seuweukarma, ngadeg di Kuningan, anakna Rahiang Sempakwaja. Indung bapana teh tempat panyaluuhan jalma rea.
Dayeuh, desa, pulo jeung sakurilingna: ti Keling bakti ka Rahiangtang Kuku;
Rahiangtang Luda di puntang; Rahiangtang Wulukapeu di Kahuripan; Rahiangtang
Supremana di Wiru; Rahiang Isora di Jawa sang ratu Bima di Bali (tar); di Kulon di Tu(n)tang Sunda nyabrang ka wilayah Malayu. Rahiangtang Gana ratu di Kemir; Sang
Sriwijaya di Malayu, Sang Wisnujaya di Barus, Sang Bramasidi di Keling. Patihna Sang Kandarma di Berawan; Sang Mawuluasu di Camara Upatah; Sang Pa(n)cadana ratu di Cina.
Kabeh kabawah ku Rahiangtang Kuku. Kabeh ngaku ratu ka nu calik di Saunggalah.
Kabawah ku Sang Seuweukarma, sabab Ngukuhan ajaran Dangiang Kuning.
Di Galuh Rahiang Sanjaya nanyakeun: “Kumaha sang patih, pilukeun urang? Urang
hanetu dianggap kulawarga ku Rahiangtang Kuku. Sang patih! Jig indit sidikkeun ku sorangan ka Kuningan. Bisa jadi urang dipajarkeun turut campur kana karia, padahal urang henteu dibejaan, daek indit.”
Sang patih nepi ka Kuningan, marek ka kadaton, terus ngabakti ka Rahiangtang Kuku.
Carek Rahiangtang Kuku: “Oh sang patih!Na naon bejana, mana dating ka dieu?”
Carek sang patih: “Kami dititah ku Rahiang Sanjaya. Diparentah nyidikkeun ka dieu.
Saha nu dijungjung, nu dijenengkeun ratu?”
Carek Rahiang Kuku: “Eh sang patih! Pantesna nya aing dijungjung dijenengkeun ratu ku balarea. Ngan ti Rahiang Sanjaya mah henteu diharepkeun, lantaran kulawarga,
jeung moal ka kami mah, sabab dianggapna resep maehan kulakadang baraya. Malah aing ditempatkeun ka Kuningan oge ku Rahiang Sempakwaja. Aing beunang Rahiang Sempakwaja nempatkeun ka Kuningan ieu teh.
Mana aing teyu diganggu ku Rahiang Sanjaya.”
Sang patih mulang ka Galuh.
Ditanya ku Rahiang Sanjaya: “Aki, kumaha carek Rahiangtang Kukuka urang?” “Pun,
Rahiang Sanjaya! Rahiangtang Kuku teh tapana kataekan. Ngagem Sanghiang Darma kalawan Sanghiang Siksa. Tumut kana wisik Sang Rumuhun, jadi lulugu dina Hirup kumbuh. Kukituna ku urang turut tanpa rasa gigis. Tembongkeun ku urang, da urang jeung Tohaan teh saturunan, kabeh ge pada-pada turunan dewata.”
Geuwat dicokot pustaka ku Rahiang Sanjaya. Barang nepi terus diungkab eta pustaka teh. Unina kieu: “Ong awignam astu, kretajugi balam raja kretayem rawanem sang tata dosamem, sewa ca kali cab pratesora sang aparanya retuning dewata, sang adata adining ratu dewata sang sapta ratu na caturyuga. Sang Resi Guru tipekur di nu suni ngayuga Sang Kandiawan jeung Sang Kandiawati. Nya puputra Rahiangtang Kulikuli,
Rahiangtang Surawulan, Rahiangtang Pelesawi, Rahiangtang Rawunglangit, bungsuna
Sang wretikandayun.
Sang Wretikandayun boga anak Rahiang Sempakwaja, Rahiang Kidul, Rahiangtang
Mandiminyak. Rahiangtang Mandiminyak boga anak Sang Sena, sang Sena boga anak Rahiang Sanjaya.”
Awewe geulis, Dobana mawa parahu, panjangna tujuh deupa, dibagian hareupna
dimomotan rupa-rupa pakarang.
“Urang ka nusa Demba!” Nya terus maranehanana balayar.
Kareungeu ku Sang Siwiragati. Dek ngamuatkeun Pwah Sangkari Pucanghaji
Tunjunghaji, ditumpakkeun dina gajah putih. Kakara ge leumpang sapanjang buruan.
Teu disangka-sangka Rahiangtang Kuku, Sang Seuweukarma cunduk ka nusa Demba,
tuluy ka kadaton, diuk tukangeun Sang Siwiragati.
Rahiangtang Kuku diudag ku gajah putih, lumpat ka buruan mawa Pwah Sangkari.
Henteu aya balik deui ka kadaton gajah putih teh, ngawula ka Rahiangtang Kuku.
Rahiangtang Kuku mulang deui ka Arile, dibawa dina gajah putih jeung Pwah Sangkari.
Pwah sangkari teh ngomong: “Naha henteu aya emas saguri, sapotong sapaha jeung salengkepna papakean?”
Tuluy bae ka Galuh, ka Rahiang Sanjaya, henteu nyimpang ka Arile. Dibawa na gajah putih ditutup ku lungsir putih tujuh kayu diwatangan mas mirah komara inten.
Barang dating ti nusa Demba, tuluy ka kadaton, sanggeus cunduk, Rahiangtang Kuku nyarita ka Rahiang Sanjaya, naha resep mireungeuh gajah putih.
Tanyana: “Mana?”
Tuluy gajah putih teh ditumpakan, Pwah Sangkari disanghareupkeun ka Rahiyang
Sanjaya. Sanggeus nepi ka padaleman, henteu balik deui.
Carek Rahiang Sanjaya: “Na naon nu jadi karempan teh? Ayeuna aing hayang runtut raut. Aing jeung bapa, Rahiang Kuku, Sang Seuweukarma. Ayeuna aing moal ngalawan.
Ayeuna urang tetepkeun: tanah bagaian Dangiang Guru di tengah, bagian Rangiang
Isora ti Wetan; jauhna nepi ka kalereun Paraga jeung Cilotiran, ti Kulon Tarum, ka
Kulon bagian Tohaan di Sunda.”
Sanggeus Rahiangtang Kuku mulang ka Arile, sadatangna ka Arile, putus hancana di dunya, hilang dina umur nu kacida kolotna.
Rahiang Sanjaya sasauran, ngawulang anakna, Rakean Panaraban, enya eta Rahiang Tamperan: “Ulah arek nurutan agama aing, lantaran eta aing dipikasieun ku jalma rea.”
Lilana jadi ratu salapan taun, diganti ku Rahiang Tamperan.

XV
Mimiti Sang Resi Guru ngawangun kuta pulo Jawa, kutana teh nyaeta Galunggung, tiwetana Jawa.
Di wates Sunda, aya pandita sakti, dipateni tanpa dosa, ngaranna Bagawal Sajalajala.
Atma pandita teh nitis, nya jadi Sang Manarah. Anakna Rahiang Tamperan duaan jeungdulurna Rahiang Banga.
Sang manarah males pati.
Rahiang Tamperan ditangkep ku anakna, ku Sang Manarah. Dipanjara beusi Rahiang Tamperan teh.
Rahiang Banga datang bari ceurik, sarta mawa sangu kana panjara beusi tea.
Kanyahoan ku Sang Manarah, tuluy gelut jeung Rahiang Banga. Keuna beungeutna
Rahiang Banga ku Sang Manarah.
Ti dinya Sang Manarah ngadeg ratu di Jawa, mangrupa persembahan.
Nurutkeun carita Jawa, Rahiang Tamperan lilana ngadeg raja tujuh taun, lantaran
polahna resep ngarusak nu tapa, mana teu lana nyekel kakawasaanana oge.
Sang Manarah, lilana jadi ratu dalapanpuluh taun, lantaran tabeatna hade.
Sang Manisri lilana jadi ratu geneppuluh taun, lantaran pengkuh ngagem Sanghiang
Siksa.
Sang Tariwulan lawasna jadi ratu tujuh taun.
Sang Welengan lawasna jadi ratu tujuh taun.

XVI
Enya kieu, mimiti Sang Resi Guru boga anak Sang Haliwungan, nya eta Sang
Susuktunggal nu ngomean pakwan reujeung Sanghiang Haluwesi, nu nyaeuran
Sanghiang Rancamaya.
Tina Sanghiang Rancamaya aya nu kaluar.
“Ngaran kula Sang Udubasu, Sang Pulunggana, Sang Surugana, ratu hiang banaspati.”
Sang Susuktunggal, enya eta nu nyieun pangcalikan Sriman Sriwacana Sri Baduga
Maharajadiraja, ratu pakwan Pajajaran. Nu kagungan kadaton Sri bima-untarayana
madura-suradipati, nya eta pakwan Sanghiang Sri Ratudewata.
Titinggal Sang Susuktunggal, anu diwariskeunana tanah suci, tanah hade, minangka
bukti raja utama.
Lilana ngadeg ratu saratus taun.

XVII
Rahiang Banga lawasna ngadeg ratu tujuh taun, lantaran polahna hanteu didasarkeun kana adat kabiasaan anu bener.
Rakean di Medang lilana ngadeg ratu tujuh taun.
Rakeanta Diwus lilana jadi ratu opatlikur taun.
Rakeanta Wuwus lilana jadi ratu tujuhpuluh dua taun.
Nu hilang di Hujung Cariang lilana jadi ratu taun, kaopatna teu cucud, lantaran salah lampah, daek ngala awewe ku awewe.
Rakean Gendang lilana jadi ratu tilulikur taun.
Dewa Sanghiang lilana jadi ratu tujuh taun.
Prebu Sanghiang lilana jadi ratu sawelas taun.
Prebu Datia Maharaja lilana jadi ratu tujuh taun.
Nu hilang di winduraja lilana jadi ratu tilulikur taun.
Nu hilang di Kreta lawasna jadi ratu salapanpuluhdua taun, lantaran ngukuhan kana
lampah anu hade, ngadatangkeun gemah ripah.
Diganti deui ku nu hilang di Winduraja, henteu lila ngadegna ratu ngan dalapanwelas taun.
Diganti ku Sang Rakean Darmasiksa, titisan Sanghiang Wisnu, nya eta nu ngawangun sanghiang binajapanti.
Nu ngajadikeun para kabuyutan ti sang rama, ti sang resi, ti sang disri, ti sang tarahan tina parahiangan.
“Tina naon berkahna?” Ti sang wiku nu mibanda Sunda pituin, mituhu Sanghiang
Darma, ngamalkeun Sanghiang Siksa.
Boga anak nu hilang di Taman, lawasna jadi ratu genep taun.
Boga anak deui nu hilang di Tanjung, lilana jadi ratu dalapan taun.
Boga anak nu hilang di Kikis, lilana jadi ratu dualikur taun.
Nu hilang di Kiding, lilana jadi
ratu tujuh taun.
Boga anak Aki Kolot, lilana jadi ratu sapuluh taun.

XVIII
Boga anak, Prebu Maharaja, lawasna jadi ratu tujuh taun, lantaran keuna ku musibat,
Kabawa cilaka ku anakna, ngaran Tohaan, menta gede pameulina.
Urang rea asalna indit ka Jawa, da embung boga salaki di Sunda. Heug wae perang di Majapahit.
Aya deui putra Prebu, kasohor ngaranna, nya eta Prebu Niskalawastu kancana, nu tilem di Nusalarang gunung Wanakusuma. Lawasna jadi ratu saratus opat taun, lantaran hade ngajalankeun agama, nagara gemah ripah.
Sanajan umurna ngora keneh, tingkah lakuna seperti nu geus rea luangna, lantaran ratu eleh ku satmata, nurut ka nu ngasuh, Hiang Bunisora, nu hilang di Gegeromas. Batara Guru di Jampang.
Sakitu nu diturut ku nu ngereh lemah cai.
Batara guru di Jampang teh, nya eta nyieun makuta Sanghiang Pake, waktu nu boga hak diangkat jadi ratu.
Beunang kuru cileuh kentel peujit ngabakti ka dewata. Nu dituladna oge makuta
anggoan Sahiang Indra. Sakitu, sugan aya nu dek nurutan. Enya eta lampah nu hilang ka Nusalarang, daek eleh ku satmata. Mana dina jaman eta mah daek eleh ku nu ngasuh.
Mana sesepuh kampung ngeunah dahar, sang resi tengtrem dina ngajalankeun
palaturan karesianana ngamalkeun purbatisti purbajati 35). Dukun-dukun kalawan
tengtrem ngayakeun perjangjian-perjangjian make aturan anu patali jeung kahirupan,
ngabagi-bagi leuweung jeung sakurilingna, ku nu leutik boh kunu ngede moal aya
karewelanana, para bajo ngarasa aman lalayaran nurutkeun palaturan ratu.
Cai, cahaya, angin, langit, taneuh ngarasa senang aya dina genggaman pangayom jagat.
Ngukuhan angger-angger raja 36), ngadeg di sanghiang linggawesi, puasa, muja taya wates wangenna.
Sang Wiku kalawan ajen ngajalankeun angger-angger dewa, ngamalkeun sanghiang
Watangageung. Ku lantaran kayakinan ngecagkeun kalungguhanana teh.
Diganti ku Tohaan Galuh, enya eta nu hilang di Gunung tiga. Lawasna jadi ratu tujuh taun, lantaran salah tindak bogoh ka awewe larangan ti kaluaran.

XIX
Diganti ku Prebu, putra raja pituin, nya eta Sang Ratu Rajadewata, nu hilang di
Rancamaya, lilana jadi ratu tilupuluhsalapan taun.
Ku lantaran ngajalankeun pamarentahanana ngukuhan purbatisti purbajati, mana
henteu kadatangan boh ku musuh badag, boh ku musuh lemes. Tengtrem ayem Beulah Kaler, Kidul, Kulon jeung Wetan, lantaran rasa aman.
Teu ngarasa aman soteh mun lakirabi dikalangan jalma rea, di lantarankeun ku
ngalanggar Sanghiang Siksa.

XX
Diganti enya eta ku Prebu Surawisesa, anu hilang di Padaren, Ratu gagah perkosa, teguh jeung gede wawanen.
Perang limawelas kali henteu eleh. Dina ngajalankeun peperangan teh kakuatan
baladna aya sarewu jiwa.
Perang ka Kalapa jeung Aria Burah. Perang ka Tanjung. Perang ka Ancol kiyi. Perang ka Wahanten Girang. Perang ka Simpang. Perang ka Gunungbatu. Perang ka Saungagung.
Perang ka Rumbut. Perang ka Gunungbanjar. Perang ka Padang. Perang ka Pagoakan.
Perang ka Muntur. Perang ka Hanum. Perang ka Pagerwesi. Perang ka
Madangkahiangan.
Ti dinya mulang ka pakwan deui. Hanteu naunan deui. Ratu tilar dunya. Lawasna jadi ratu opatwelas taun.

XXI
Prabu Ratudeawata, enya eta nu hilang kasawah-tampian-dalem.
Ngajalankeun kahirupan saperti rajaresi. Tanpa Pwah Susu.
Disunatan, maksudna supaya bersih, suci tina kokotor ari dikumbah, disunat ku
tukangna, pituin Sunda eta teh.
Datang huru-hara, musuh loba teu kanyahoan ti mana asalna. Perang di buruan ageung.
Tohaan Sarendet jeung Tohaan Ratu Sanghiang kasambut.
Aya pandita sakti dianiaya, pandita di sumedang. Sang pandita di Ciranjang dipaehann tanpa dosa, katiban ku tapak kikir. Sang pandita di Jayagiri digubruskeun ka sagara.
Aya pandita sakti taya dosana. Munding Rahiang ngaranna, digubruskeun ka sagara,
henteu paeh, hirup keneh, ngilang tanpa ninggalkeun ragana di dunya. Katelah
ngaranna Hiang Kalinganja. Ku lantaran eta masing iatna anu masih tinggal di belakang kali, ulah arek hirup api-api pupuasaan. Tah kitu kaayaan jaman susah teh. Prebu ratudewata, lilana jadi dalapan taun, kasalapanna tilar dunya.

XXII
Diganti ku Sang Ratusakti Sang Mangabatan di Tasik. Enya eta anu hilang ka
Pengpelengan. Lilana jadi ratu dalapan taun, lantaran ratu lampahna cilaka ku awewe.
Larangan ti kaluaran jeung ku indungtere. Mindeng maehan jalma tanpa dosa,
ngarampas tanpa rasrasan, hanteu hormat ka kolot, ngahina pandita.
Ulah diturut ku nu pandeuri, lampah ratu kitu mah. Tah kitu riwayat sang ratu teh.

XXIII
Tohaan di Majaya eleh perang, lantaran kitu hanteu cicing di kadaton. Manehna nu
nyipta sanghiang Panji, ngendahan kadaton, dibalaj diatur mirupa taman mihapitkeun
panto larangan. Nu ngawangun bale bobot tujuhwelas jajar, diukir diparada
diwujudkeun rupa-rupa carita.

XXIV
Dina jaman jalma sajagat hanteu ngalaman kajahatan disebutna jaman kreta.
Henteu aya nu ngajadikeun ancurna jagat.
Dina jaman dopara, jaman parunggu, saterusna diganti ka jaman kali, jaman beusi,
Sang Nilakendra, dilantarankeun lila teuing dina kasenangan, ngumbar hawa napsu.
Bogana anak, kana hatena geus kaancikan ku rekadaya, nya nurunkeun pertapa, incu pateterean.
Inuman keras dianggapna saperti cai wujudna godaan napsu. Jelema nu ngahuma
rewog baranghakan, teu gumbira lamun teu pepelakan. Lila ratu ngalajur napsu dina
barang dahar, teu nurutkeun adat kabiasaan, enggoning ngumbar kasenangan borakborak da nganggap saluyu jeung kabeungharanana.
Lilana jadi ratu genepwelas taun.

XXV
Diganti ku Nusia Mulya. Lilana jadi ratu duawelas (!) taun. Mimiti datangna perobahan.
Buana lemes nyusup ka nu kasar, timbul karusakan ti Islam.
Perang ka Rajagaluh, eleh Rajagaluh. Perang ka Kalapa eleh Kalapa. Perang ka Pakwan,
perang ka Galuh, perang ka Datar. Perang ka Ma(n)diri, perang ka Patege, perang kaJawakapala, eleh Jawakapala. Perang ka Gegelang. Meuntas perang ka Salajo; kabeheleh ku urang Islam.
Kitu nu matak kabawah ka Demak jeung ti Cirebon.