Kamis, 07 Juni 2018

SEBUAH CATATAN KUNJUNGAN KE MUSEUM PRABU GEUSAN ULUN SUMEDANG


Oleh
Adeng Lukmantara
Peminat Study Peradaban Sunda dan Islam
Asal Hariang - Sumedang


Kata Pengantar

Sebenarnya telah begitu lama untuk mendatangi musium Sumedang ini, tapi baru tanggal 6 Juni 2018 terlaksana, bersama adik saya, Ganda LH (Agan) yang menjabat sebagai sekdes desa Hariang. . Kebetulan sekalian pulang kampung Lebaran.Perlu memang untuk menengok ke belakang dulu, supaya langkah kita ke depan lebih kencang dan juga tertata. Karena dunia selalu berputar, zaman selalu berubah. Karena itu inivasi dan kreatisfisme selalu harus dikembangkan. Karena tanpa pengembangan tanpa kreatisfisme dan inovasi maka kita akan stagnan atau diam, padahal dunia itu sendiri selalu berputar, dan zaman selalu berubah.
Banyak orang yang sudah berkunjung ke musium Sumedang ini, tapi seolah kurang begitu terkesan. Hanya melihat foto foto lama, gamelan lama atau koleksi lama dari peninggalan kaum ningrat Sumedang tempo dulu. Jadi kesannya hanyalah untuk pribadi sendiri, dan hanya bilang bahwa saya pernah ke sana, tapi tidak pernah memberi informasi ke orang lain bahwa di Musium Sumedang ini ada koleksi apa dana apa dan seperti apa. 

Mungkin hal ini diakibatkan kita  masih belum nyambung antara yang diceritakan oleh sang guide dengan pemahaman kita yang masih baru, sehingga kesan kebingungan. Karena bgaimanapun banyak orang yang kurang memahami sejarah Sumedang, karena informasi tentang tulisan hal tersebut masih minim. Disamping kalau boleh kritik, keterangan dari subyek yang dipajang juga masih kurang atau bahkan tidak ada sama sekali. Hal ini disayangkan oleh pengunjung awal, karena pengelola musium Sumedang seolah terlalu irit dalam memberi keterangan terhadap suatu subyek yang dipasang.

Berikut ini  biar tidak disebut hanya terkesan saja, saya mencoba menceritakan kesan itu dalam suatu tulisan. Dan mungkin tulisan ini akan terus diperbaiki. Karena  waktu itu ada satu gedung musium yang tidak dikunjungi, katanya dipakai suatu acara.

Berkunjung ke musium Sumedang ini sebenarnya ingin mencari referensi tentang sejarah sumedang itu sendiri. Disamping untuk mencari kebenaran sejarah bahwa sang pendiri kampung desa Hariang dimana saya dilahirkan masih mempunyai silsilah dengan raja atau bupati Sumedang. Dan ternyata hal ini tertera dalam silsilah Sumedang Larang yang ada di Musium Sumedang. Desa atau dulunya kampung Hariang, didirikan oleh Raden Wangsawijaya yang menikah dengan Nyi Mas Bayun (atau dalam silsilah aslinya ditulis Ny Mas Bajoen), yang merupakan putri dari Pangeran Rangga Gede, bupati Sumedang kedua. 

Tulisan ini mudah mudahan berguna bagi orang yang ingin berkunjung ke musium Sumedang, karena kalau sudah mengetahui  lebih awal, sehingga berkunjung ke sana hanya untuk melakukan pembuktian saja atau agar pengetahuan tentang kesejarahan Sumedang semakin sempurna. 

Wassalam
Adeng Lukmantara
Peminat Studi Peradaban Sunda dan Islam
Asal Hariang Sumedang



KUNJUNGAN KE MUSIUM SUMEDANG

A. GEDUNG SRI MANGANTI

Musium Sumedang menggunakan gedung yang bernama Sri Manganti. Gedung ini dalam sejarahnya dibangun oleh Bupati Dalem Adipati Tanumaja.

Dulu gedung ini digunakan untuk tempat tinggal bupati dan keluargana, dan diantara yang pernah tinggal di gedung ini adalah Pangeran Kornel,Pangeran Sugih, Pangeran Mekah dan Dalem Bintang. Tetapi era bupati Dalem Arya  Sumantri kemudian dijadikan kantor kabupatian, sedang bupati dan keluarganya tinggal di gedung Bengkok / Gedung Nagara.  Dan sekarang gedung Sri Mangantai  dijadikan musium Sumedang.

Sebelum memasuki ruangan gedung musium Sumedang, kita harus menengok duli  ke sebelah kiri disana ada Lambang kerajaan Sumedang Larang dan bupati Sumedang Raden Arya Suria Atmaja.

Sebelah kiri yang berwarna merah merupakan lambang dari kerajaan Sumedang Larang. Dan kedua adalah bupati Sumedang, Pangeran Arya Suria Atmaja, yang berkuasa dari tahun 1883 hingga 1919. 





1. RUANGAN PERTAMA


Gbr Ruangan pertama
Setelah memasuki Ruangan pertama kita akan menemukan beberapa buah foto di depan kita dan juga didinding samping kiri ada lukisan / baner Pangeran Arya Suria Atmaja dan sebelah kanannya ada seperangkat Gamelan.

Dan di atas dinding atasnya terdapat foto foto para bupati Sumedang tempo dulu, seperti Pangeran Suria Atmaja, Pangeran Sugih







Gbr. Gamelan di sebalah Kanan
Di dinding sebalah kiri ada lukisan atau banner bergambar Pangeran Arya Suria Atmaja disampingnya bergambar Lingga lambang kabupaten Sumedang. Dan dibawahnya ada tulisan yang berbunyi:" Kita sekalian bersama sama umatnya Tuhan lagi seasal dan seketurunan kalau dipimpin oleh yang paling sempurna yang berhati suci dan bijaksana, aman tentram keadaan negara."

Kanjeng Pangeran Suria Atmaja ini menjadi bupati Sumedang dari tahun 1883 hingga 1919 M.



Gbr. Bupati Pangeran Suria Atmaja,
Sebelah kiri Ruangan 


















a. Peta Ibukota Sumedang era Kerajaan dan Kabupatian

Memasuki ruangan kedua terdapat sebuah peta Sumedang, dengan keterangan jejaknya tempo dulu. Dalam sejarahnya memang Sumedang telah melakukan beberapa kali perpindahan ibukota.

Gbr. Peta Ibukota Sumedang dan Lokasi sejarah lainnya
Dari utara berlawanan dengan arah Jarum jam, dapat diterangkan tiap subyek  dari gambar diatas tersebut sebagai berikut:

a.1.Tegal Kalong
Tegal Kalong sekarang terletak di desa Tegal Kalong kecamatan Sumedang utara. Tegal Kalong ini merupakan ibukota Sumedang di era bupati wedana Pangeran Suriadiwangsa atau Pangeran Rangga Gempol 1 yang berkuasa dari tahun 1601-1625, dan bupati ke-4 sumedang, yaitu Pangeran Panembahann atau Pangeran Rangga Gempol III yang berkuasa dari tahun 1656 hingga 1706 M.

a.2. Kutamaya
Kutamaya merupakan ibukota era Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun (Ratu Sumedang yang ke-8) berkuasa. Sekarang tempat ini disebut situs Kutamaya yang terletak di desa Padasuka Kecamatan Sumedang utara.

a.3. Regol Wetan / Sulambitan
Regol Wetan merupakan ibukota di era pemerintahan Pangeran Panembahan atau Pangeran Rangga Gempol III yang berkuasa dari tahun 1656 hingga 1706 M, setelah kejatuhan ibukota lama oleh serangan Banten, Tegal Kalong. Regol Wetan terletak di kelurahan Regol Wetan kecamatan Sumedang Selatan. Regol wetan merupakan kota Sumedang sekarang.

a.4. CiGuling
Ciguling merupakan ibukota kerajaan Sumedang larang di era Prabu Gajah Agung dan Ratu Nyi Mas Patuakan. Sekarang tempat ini dinamai situs Geger Sunten Ciguling yang terdapat di dusun Ciguling kelurahan Pasanggrahan kabupaten Sumedang Selatan.

a.5.. Dayeuh Luhur
 Dayeuh Luhur merupakan ibukota di era Prabu Geusan Ulun berkuasa ketika komplik dengan Cirebon. Dayeuh Luhur terletak di Dusun Dayeuh Luhur desa Ganeas.

a.6.  Situs Tembong Ageung Girang
Tembong Ageung merupakan kabuyutan Prabu Guru Aji Putih, yang dianggap sebagai cikal bakal dari kerajaan Sumedang Larang. Tembong Ageung terletak di desa Ganeas kecamatan Ganeas.

a.7. Situs Tembong Ageung
Merupakan ibukota di era Prabu Guru Aji Putih dan Prabu Tajimalela, sang pelopor kerajaan Sumedang Larang. Tempat ini terletak di dusun Muhara desa Leuwihideung kecamatan Darmaraja.

a.8.. Situs Canukur
Merupakan ibukota ketika Pangeran Rangga Gede berkuasa.


b.. Foto Para Bupati
Dari sekitar 24  bupati keturunan Prabu Geusan Ulun, raja Sumedang, hanya beberapa orang saja foto para bupati yang terpampang di Musium Sumedang. Diantaranya:

b.1. Pangeran Kornel


Mengenai Pangeran Kornel atau Pangeran Kusumah dinata berupa lukisan tentang kisahnya ketika menerima kedatangan Gubernur Jendral VOC Deandels. Dalam kisah tersebut Pangeran Kornel menerima jabat tangan Deandels dengan tangan kiri.

Foto ini berada di ruangan berbeda dengan foto dari gedung pertama.






b.2. Pangeran Sugih


Pangeran Aria Suria Kusumah Adinata atau terkenal dengan nama Pangeran Sugih, menjadi bupati sumedang pada tahun 1836 hingga 1882 M.

Dia merupakan bupati terkaya di wilayah priangan, sehingga mendapat julukan Pangeran Sugih.













b.3. Pangeran Arya Suria Atmaja 

Bupati Pangeran Arya Suria Atmaja merupakan bupati yang banyak di pampang di Musium Sumedang. Setidaknya di Ruangan pertama, foto Sang Bupati sudah terpampang, bahkan dalam bentuk banner pun ada.


Dan di ruangan berikutnya juga terdapat Foto bupati Pangeran Arya Suria atmaja dengan perkataannya ditulis dalam suatu granit.


Perkataaan dalam tulisan itu sebagai berikut:


Baris Ka Sagala Barudak Sunda

Aing neneda ka gusti nu Maha Kawasa,
Muga muga ati maraneh dibukakeun kana
Elmu panemu, lamun maraneh ngadenge
papatah nu hade supaya tereh ngaharti,
Muga muga maraneh jadi jalma pinter bisa ngaji
Paneda aing ka gusti Alah supaya maraneh
pinaringan kabungahan jeung rejekidi dunia
Ieu teupi kana poe bungsuna sarta muga di
jauhkeu tina bahaya jeung pinaringan umur 
panjang kitu deuimasing runtut rukun
jeung baraya maraneh muga ulah aya
saurang oge maranaeh ....... mikaheman
sakabehna nu mapari ganjaran ka maraneh
maraneh bisa ngeureunkeun kalakuan nu
goreng karana gusti Allah nu kawasa
Nuduhkeun kana jalan ....di
lampahkeun didunia
Tantu maranehjadi conto pikeudi
turutan ku sasama maraneh jeung tangtu
sakabehna manusia sapukaeu ka maraneh
sarta beh ditunna maraneh ngarasa bagja
tepi ka anak incu"
(Pangeran Suria Atmaja, 1920)

Terjemahan bebasnya sebagai berikut:

Kalimat Untuk Semua Anak Anak Sunda

Saya memohon kepada Yang Maha Kuasa
Semoga hati mereka dibukakan kepada
Ilmu pengetahuan, kalau mereka mendengar
pepatah yang baik supaya diberi kemudahan untuk megerti
Semoga mereka menjadi manusia yang pandai mengaji
permohonan saya kepada Allah supaya mereka
diberi kebahagiaan dan rizki di dunia
hingga sampai ke haria akhirna serta semoga di
jauhkan dari bahaya dan diberi umur
panjang, dan begitu juga harus menjaga kerukunan
dengan sudara mereka semoga jangan ada
seorangpun dari mereka..... mikaheman
semuanya yang memberi pahala kepada mereka
mereka bisa menghentikan kelakuan yang
jelek karena Allah  yang maha Kuasa
memberi petunjuk kepada jalan..... di
jalankan di dunia
sehingga mereka menjadi contoh  untuk di
ikuti oleh sesama mereka dan juga
semuanya manuasia .... oleh mereka
Dan nantinya mereka merasa bahagia
sampai anak cucu"

Sebagai catatan bahwa ada beberapa kata yang kurang jelas tulisannya shingga digunakan titk titik, untuk nanti kemudian diperbaiki, jika kembali ke musium.

b.4. Pangeran Mekah


b.5.. Turunan Ningrat Sumedang yang Menjadi Bupati di Daerah Lain

b.5.1. Bupati Sukabumi


Ada foto bupati sukabumi yang merupakan cucu dari Pangeran Sugih. Tetapi saya heran kok disimpen di antara gamelan???













c.. Baju Kebesaran Sang Raja dan Bupati
Dibawah ini merupakan koleksi baju kebesaran para bupati Sumedang. Dan ada juga baju kebesaran bupati Sukabumi, yang dihibahkan ke musium Sumedang, karena sang bupati tersebut merupakan cucu dari bupati Sumedang, yaitu cucu Pangeran Sugih.















































2. MAHKOTA BINOKASIH
Ciri utama atau kelebihan utama dari musium ini adalah koleksinya tentang mahkota eks kerajaan Pajajaran yaitu Mahkota Binokasih. Dengan adanya mahkota ini menandai adanya kesinambungan sejarah masa lalu dengan masa sekarang. Masyarakat kini tidak usah mereka reka bentuk dari mahkota sang raja Sunda tempo dulu. Karena dengan tersimpannya mahkota Binokasih seolah ada jalan komunikasi dengan masa lalu.

Sejak ada tanda tanda kejatuhan ibukota pakuan oleh serangan dari Banten pimpinan Sultan Maulana Yusuf. Pada tahun 1978 empat orang pejabat tinggi kerajaan Pajajaran yang dinamai dengan Kandaga Lante membawa mahkota lambang kerajaan Pajajaran ke Sumedang, untuk diseraahkan kepada putra mahkota kerajaan Sumedang Larang, yaitu Prabu Geusan Ulun.

Ketika ibukota Pakuan jatuh pada tanggal 8 Mei 1579, maka Sultan Maulana Yusuf tidak serta merta dapat menguasai seluruh wilayah pajajaran yang belum dikuasainya, karena mahkota raja lambang kekuasaan telah diberikan kepada penguasa kerajaan Sumedang Larang, yaitu Prabu Geusan Ulun. Sehingga wilayah bekas kerajaan Pajajaran menjadi wialayah Sumedang larang.

Pada hari Jum'at tanggal 22 April 1578, empat orang pejabat tinggi Pajajaran yang mebawa mahkota diterima di keraton Kutamaya oleh raja Sumedang waktu itu, yaitu Pangeran Santri dan istrinya, Ratu Pucuk Umun. Keempat Kandaga Lante tersebut dipimpin oleh Sanghiyang Hawu (Jaya Perkosa), Batara dipati Wiradijaya (Nangganan), Sangiang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana (Terong Peot). Mereka membawa pusaka pajajaran dan alas parabon untuk diserahkan kepada penguasa Sumedang Larang.

Karena penguasa Sumedang larang waktu itu Pangeran santri dan istrinya Ratu Pucuk Umun sudah sudah tua, maka pusaka Pajajaran itu didiserahkan dan diterima oleh putra mahkota, Pangerang Angkawirya. dan sejak itu ia dinobatkan menjadi raja Sumedang Larang dengan gelar Prabu Geusan Ulun, sebagai nalendra penerus kerajaan sunda dan mewarisi daerah bekas wilayah Pajajaran, yaitu perbatasannya meliputi sungai cipamali  sebelah timur  (daerah brebes sekarang), sungai cisadane sebelah barat (perbatasan dengan banten), laut jawa di utara, dan samudra hindia di selatan. Jadi wilayah Sumedang larang tidak mencakup Banten, Cirebon dan jayakarta.


3. PERSENJATAAN
Mungkin kita tidak pernah menduga bahwa masyarakat Sumedang sudah menggunakan meriam sebagai senjata sejak abad ke-17 M. Meskipun hanya sebagai hadiah dari pihak kolonial, tetapi hal ini menandai era modern persenjataan di Sumedang. Tetapi mungkin karena kurang kreatifitas atau kurangnya inovasi dari masyarakat kita, sehingga persenjataan tidak berkembang pesat. Dan koleksi meriam  hanya sebatas yang diberikan pihak kolonial kepada pihak Sumedang.

Terdapat ruangan yang berbeda antara penyimpanan meriam dengan persenjataan tradisional dari kerajaan atau kabupatian sumedang. Senjata tradisional berupa keris, kujang, pedang, tombak dan trisula disatukan dengan ruangan penyimpanan Mahkota Binokasih.

a. Meriam

Meriam ini dinamakan Meriam Kalantaka, yang dibuat kira kira abad ke-17 M. Meriam ini disumbangkan oleh VOC belanda kepada Kanjeng Pangeran Rangga Gempol III atau Pangeran Panembahan yang memerintah Sumedang dari tahun 1656 hingga 1706 M, untuk mengatasi serangan terbuka dari kesultanan Banten.






b. Keris, Tombak, Pedang dan Kujang

b.1. Senjata Para Raja (Pedang, golok, Keris para Raja)


Menurut keterangan dari guide  musium ini, di lemari ini tersimpan koleksi persenjataa dari para raja Sumedang tempo dulu.

Yang paling atas adalah pedang atau golok dari Prabu Tajimalela, pendiri kerajaan Sumedang.  Kemudian dibawahnya lagi keris nya Prabu Gajah Agung, putra dari Prabu Tajimalela yang dikemudian hari menggantikannya menjadi raja.

Disini juga terdapat koleksi keris dari raja raja Sumedang lainnya, termasuk kepunyaan Prabu Geusan Ulun. Di dalam lemari terdapat keterangan dari nama nama senjata para raja dan patih utama kerajaan Sumedang Larang.

Berikut ini nama nama senjata dari para raja dan Patih utama Sumedang Larang:

b.1.1. Pedang Ki Mastak
Pedang ini merupakan nama dari pedang yang dimiliki oleh Prabu Tajimalela, sang pendiri kerajaan Sumedang Larang, yang berpusat di Cihideung Lembur Situ Kecamatan Darmaraja. Tidak diperoleh catatan kapan dan berapa tahun ia lama memerintah, tetapi diperkirakan pada pertengahan abad ke-14 M.




b.1.2. Keris Ki Dukun
Keris ini merupakan milk dari Prabu Gajah Agung, putra dari Prabu Tajimalela, yang dikemudian hari menggantikannya menjadi raja. Ia berkuasa di akhir abad ke-14 M.

b.1.3. Keris Panunggul Naga
Keris milik dari Prabu Geusan Ulun, raja Sumedang, putra dari Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun.

b.1.4. Duhung / Badik Curuk Aul
Merupakan senjata milik dari Sanghiyang Hawu, salah seorang dari 4 kandaga lante dari kerajaan Pajajaran yang ikut serta dalam penyerahan makota raja Pajajaran ke Prabu Geusan Ulun.

b.1.5. Keris Nagasasra
Keris ii merupakan milik Pangeran Rangga gempol III atau Pangeran Panembahan, yang berkuasa dari tahun 1656 hingga 1706 M.

b.1.6. Keris Nagasasra II
Merupakan peninggalan dari RAA Surianagara Kusumah dinata  atau Pangeran Kornel, bupati Sumedang dari tahn 1791. Keris ini yang dibawa dan digenggam ketikan menghadapi Gubernur Jendral Deadels sewaktu ia menengok jalan Cadas Pangeran.

b.2. Senjata Para Bangsawan Lainnya dan Prajurit 

b.2.1. Kujang













b.2.2. Keris dan Pedang





















b.2.3. Tombak dan Trisula


Gbr. Tombak Prajurit Sumedang
















Gbr. Tombak Prajurit Sumedang




















Gbr. Senjata Trisula


















Gbr. Trisula

















4. Kendaraan

Karena tekhnologi kendaraan belum masuk dalam peradaban sumedang tempo dulu, maka kendaraan semacam delman atau sado atau kereta kencana merupakan kendaraan utama sang raja atau bupati tempo dulu.   Setidaknya ada 4 buah koleksi kendaraan milik musim ini.

Berikut adalah koleksi kendaraan yang ada di musium Sumedang:

a. Kendaraan 1





b. Kendaraan 2




















c. Kendaraan 3



d. Kendaraan 4

















5. Perabotan
Di musium ini terdapat beberapa perabotan peninggalan yang digunakan oleh ningrat sumedang tempo dulu. Perabotan disini berupa perabotan rumah tangga dan juga perabotan seperti meja kursi.

a.. Koleksi Perabotan Rumah Tangga

Terdapat koleksi perabotan rumah tangga berupa tampan, dan beberapa koleksi dari sendok, centong, dan lainnya, yang ditempatkan satu ruangan dengan koleksi mahkota Biinokasih.











b. Perabotan Furniture


















































6. Koleksi Hasil Buruan
Dulu karena kuantitas dari binatang buas masih banyak, dan belum ada larangan atau undang undang tentang satwa langka. Maka kegiatan berburu merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh ningrat Sumedang. Berikut ini adalah koleksi yang dimiliki oleh musium sumedang.
















B. KESIMPULAN DAN KRITIK

Sebenarnya banyak yang harus ditampilkan dari musium Sumedang ini.  Panitia atau pengurus terlalu irit dalam membuat keterangan subyek. Sehingga informasi yang didapat sangat minim. Contoh keterangan tentang Gedung Sri Manganti paling atas.

Dan ketika memasuki ruangan pertama juga seolah kurang banyak foto yang ditampilkan. Foto yang ditampilkan hanya beberapa orang bupati saja, padahal bupati sumedang itu banyak, perlu foto foto bupati lainnya.

Dan dari silsilah dapat diketahui, tentang silsilah nenek moyang penulis sendiri dari Pangeran Santri, sebagai berikut:



(lanjut.....)

By Adeng Lukmantara
Peminat studi peradaban Sunda dan Islam
Asal Hariang Sumedang