Pengantar
Yang menjadi cerita selanjutnya setelah
Ciung Wanara, dan dilanjutkan dengan Cerita Rakeyan Jambri Sang Maharaja
Sonjaya, The First and the Greatest King in The Java (raja pertama dan terbesar
di jawa), dan yang ketiga disini akan menceritakan tentang Raden Wijaya, seorang Pangeran dari Sunda sang pendiri dari
Kerajaan Majapahit.
Tentang Raden Wijaya ini memang sangat menarik untuk dibicarakan. Karena ia
merupakan pendiri kerajaan Majapahit, yang berkuasa dari tahun 1293 M
hingga 1309 M. Tetapi yang menjadi pertanyaan, mengapa tokoh sebesar Raden
Wijaya ini tidak diterangkan secara detail sejarah asal usulnya oleh para
sejarawan Jawa kuno. Seolah ada yang ditutupi, dan merupakan keengganan untuk
mengungkap secara detail, padahal ia merupakan tokoh besar.
Tentang Nama Raden Wijaya ini Pararton menulis nama Harsawijaya. Sedang
Kitab Nagarakratagama yang ditulis pada abad ke-14 M, menyebut Dyah Wijaya.
Sedang dalam Prasasti Kudadu yang dikeluarkan oleh Wijaya sendiri pada tahun
1204 M, yaitu Nararya Sanggramawijaya.
Banyak perdebatan tentang Raden Wijaya sang pendiri Majapahit itu? Darimana
asalnya, siapa ibu dan bapaknya. Jawabannya hingga kini masih diperdebatkan.
Karena latar belakang Raden Wijaya yang belum jelas dalam dokumen sejarah
hingga kini.
Ada yang mengaitkan Raden Wijaya dengan Wangsa Rajasa. Menurut kitab
Pararaton ia adalah putra dari Mahisa Campaka Narasinga Murti Ratu Anggabaya,
waktu itu Singasari diperintah oleh Wisnu Wardhana. Tetapi hal itu juga tidak
dapat meyakinkan para sejarawan, dan hal ini baru dalam perkiraan.
Ada yang mengaitkan Raden Wijaya dengan tanah Sunda. Betulkah Raden Wijaya
justru berasal dari tanah Sunda, ayah dari tanah sunda dan ibu dari Singhasari.
Setidaknya kitab Babad Tanah Jawi berkata demikian, yang mengatakan bahwa Raden
Wijaya adalah Jaka Susuruh Pajajaran. Tidak hanya Babad Tanah Jawi yang
berkata demikian, dalam Naskah Wangsakerta pada Pustaka Rajyarajya i
Bhumi Nusantara yang ditulis pada abad ke-17 M, mengatakan bahwa Raden Wijaya
adalah putra dari Pasangan Rakeyan Jayadarma dari kerajaan Sunda yang menikah
dengan Dyah Lembu Tal atau Dyah Singamurti. Putri dari Mahisa Campaka dari
kerajaan Singashari. Naskah Wangsakerta adalah karya intelektual yang hebat
yang dibuat pada abad ke-17 M. Para sejarawan nasional seolah kebakaran jenggot
dengan naskah ini, karena itu ada keengganan mereka untuk menerimanya.
Rakeyan Jayadarma adalah putra mahkota Raja Sunda, yang meninggal masih
muda. Ayah dari Rakeyan Jayadarma adalah Prabu Darmasiksa, adalah raja Sunda
Galuh. Karena suaminya meninggal maka Dyah Singamurti kemudian pamit kepada
mertuanya, Prabu Darmasiksa (raja sunda kala itu). Dyah Singamurti tidak mau
tinggal lama lama di pakuan, dan ingin pulang ke Singashari sambil membawa
anaknya, Wijaya.
Dalam cerita sunda, diceritakan bahwa Raja Raja majapahit adalah turunan
dari Hariang Banga (raja Sunda ke-4), seorang raja yang menjadi saingan dari
Ciung Wanara. Turunan dari Hariang Banga, yang bernama Prabu darmasiksa (raja
ke-26) mempunyai anak yang bernama Jaya Darma. Dan Jaya darma adalah ayah dari
Raden Wijaya tersebut.
Tentang mana yang betul dan mana yang salah, antara Kitab pararton dan
kitab Nagarakratagam juga ada perbedaan. Jika kitab Pararaton menyebut Raden
wijaya anak dari Maahisa campaka, seorang pangeran dari Singasari. Menurut
Kitab pararaton, Narasinghamurti adalah Mahisa campaka, putra Mahisa
Wongateleng. Sedang dalam kitam Nagarkratagama, menyebut raden Wijaya adalah
putra Dyah lembu Tal, putra Narasinghamurti.
Jadi ada kesesuaian antara Kitab nagarakratagama dengan naskah wangsakerta
dalam Pustaka Rajyarajya i bhumi Nusantara, dalam hal nama Dyah lembu tal,
putra dari Mahisa Campaka.
Naskah Wangsakerta menulis bahwa Raden Wijaya berasal dari kerajaan
Sunda. Karena itu sejarah raden Wijaya disini akan dimulai dulu dari zaman pajajaran
(kerajaan Sunda) di era Prabu darmasiksa yang berkuasa pada abad ke-13 M.
NASKAH
RADEN WIJAYA,
PANGERAN SUNDA PENDIRI KERAJAAN MAJAPAHIT (WILWATIKA)
BAB I PAKUAN PAJAJARAN DI TAHUN 1280-AN
Pada tahun 1280-an ibukota kerajaan Sunda, Pakuan,
geger, karena kematian sang putra mahkota kerajaan Sunda, Pangeran Jayadarma,
yang mendadak di usia yang relatif muda. Ada desas desus di masyarakat bahwa
sang putra mahkota itu diracun.
Hal ini menjadikan istri sang putra mahkota, Dyah
Lembu Tal yang berasal dari Singasari sangat terpukul dan resah. Ia akhirnya memutuskan untuk kembali ke
Singasari ke tempat mereka berasal. Ia berpamitan kepada mertuanya Prabu
Darmasiksa untuk kembali ke tanah Jawa (singasari) dengan membawa putranya,
hasil perkawinannya dengan Rakeyan jayadarma yang masih kecil, yang bernama Wijaya
atau lengkapnya Sang Nararya
Sanggramawijaya
Wijaya sebenarnya secara otomatis menjadi putra
mahkota kerajaan Sunda, setelah ayahnya, Rakeyan Jayadarma meninggal. Tetapi
karena ketidakjelasan status Dyah Lembu Tal yang ditinggal suaminya, menjadikan
Sang Putra mahkota Sunda itu akhirnya di ajak pulang oleh ibunya ke negeri kakeknya dari pihak ibunya dari
kerajaan Singasari.
1..
Sang Kakek: Prabu Darmasiksa Raja Sunda ke-25
Dalam naskah Carita parahiyangan kakek Wijaya, yang bernama Prabu Darmasiksa,
raja kerajaan Sunda ke-25, dipuji sebagai titisan Dewa Wisnu.
“Disilihan deui ku Sang Rakéyan
Darmasiksa, pangupatiyan Sanghiyang Wisnu, inya nu nyieun sanghiyang binayapanti, nu ngajadikeun para
kabuyutan ti sang rama, ti sang resi, ti sang disri, ti sang
tarahan, tina parahiyangan.
Ti naha bagina?T i sang wiku nu ngawakan jati
Sunda, mikukuh Sanghiyang Darma ngawakan Sanghiyang Siksa.”
Prabu
Darmasiksa atau Prabu Ghuru Darmasiksa merupakan raja
ke-25 dari kerajaan Sunda dihitung dari maharaja Tarusbawa. Dalam naskah wangsakerta kitab Pustaka Rājya-Rājya
i Bhumi Nusāntara,
Prabu Darmasiksa disebut dengan gelar
Prabu Sanghyang Wisnu atau disebut juga Sang Paramārtha Mahāpurusa
Prabu
Darmasiksa naik tahta sunda menggantikan ayahnya, Prabu Dharmakusuma (mp.
1156-1175 M), dan berkedudukan di Pakuan. Prabu Dharmakusuma merupakan raja sunda ke-24, yang
berkuasa selama 18 tahun. Dalam Naskah carita Parahiyangan, Prabu darmasiksa
ini disebut dengan Sang Lumahing Winduraja (yang dipusarakan di Winduraja).
Menurut
Carita Parahiyangan, Prabu Darmasiksa ini dikaruniai mempunyai umur yang
panjang, dan berkuasa selama 150 tahun. (Lawasniya ratu
saratuslimapuluh tahun). Sedang dalam naskah Wangsakerta
menyebut angka 122 tahun sejak 1097-1219 saka atau 1175-1297 M. Sebagai
perbandingan, setidaknya ada 10 penguasa di Jawa Pawathan yang sezaman dengan
masa pemerintahannya.
Ia naik tahta 16 tahun setelah Prabu Jayabaya
(1135-1159 M), penguasa Kediri Jenggala yang meninggal. Ia juga memiliki
kesempatan menyaksikan lahirnya kerajaan Majapahit pada tahun 1293 M yang didirikan oleh Cucunya, Wijaya.
a.. Istri dan Anak anaknya
Prabu Darmasiksa menikah
dengan putri dari kerajaan Sriwijaya (Swarnabhumi), keturunan Maharaja
Sanggramawijayo tunggawarman. Dari perkawinannya dengan putri Swarnabhumi Raja
Sunda tersebut berputera beberapa orang,
dua orang di antaranya masing-masing yaitu: Rakryan Jayagiri atau Rakryan
Jayadarma dan Rakryan Saunggalah atau sang Prabhu Ragasuci .
a.1. Rakryan
Jayadarma
Rakryan
Jayadarma menikah dengan keluarga Prabhu Jayawiçnuwardhana dari kerajaan
Singashari, yaitu Dewi Singhamurti, yang merupakan putri dari Mahisa
Campaka. Dalam naskah Wangsakerta Dewi Singhamurti itu namanya Dyah Lembu Tal.
Dari
perkawinannya dengan Dewi Singhamurti, Rakeyan Jayadarma mempunyai anak yang
bernama Sang Nararya Sanggramawijaya. Yang dikemudian hari
menjadi pendiri dan raja pertama Wilwatikta atau kerajaan Majapahit,
dengan gelar Kretarajasa Jayawardana atau Rahadyan Wijaya.
Rakryan
Jayagiri Sang Jayadarmma tidak pernah
menjadi Raja Sunda karena ia meninggal masih muda (ayahnya masih hidup). Karena
itu, Dewi Singhamurti dengan putranya yaitu Raden Wijaya waktu masih
kanak-kanak kembali ke negeri asalnya hidup bersama mertuanya yaitu Mahisa
Campaka di Singashari.
a.2. Rakryan
Ragasuci
Rakryan
Ragasuci menikah dengan Darapuspa, putri Maharaja Trailokyaraja
Maulibhuçanawarmmadewa, Raja Melayu Dharmaçraya. Sedang kakaknya Darapuspa
yaitu Darakencana menjadi istri Prabhu Kretanagara dari Singashari. Dan
kakandanya Darakencana yaitu Tribhuwanaraja Mauliwarmmadéwa dijadikan rajamuda
pada waktu itu juga. Kemudian dinobatkan menjadi raja menggantikan ayahnya.
Adapun
perkawinan Sang Prabu Ragasuci dengan puteri Melayu Darapuspa berputera beberapa
orang, salah satu di antaranya Sang Prabu Citraghanda Bhuwanaraja, yang
menggantikan ayahnya yaitu Sang Prabu Ghuru Dharmasiksa menjadi raja Sunda.
a.3. Raden Wijaya
Wijaya sang pendiri Majapahit, dalam
buku buku sejarah biasanya di namai Raden Wijaya. Padahal dalam sejarah tempo
dulu (pada abad 13-14 M) belum dikenal gelar raden. Wijaya dalam Naskah
Pararton disebut dengan
Harsawijaya. Naskah Negarakretagama yang
ditulis pada pertengahan abad ke-14 M, menyebut dengan Dyah Wijaya. Dan dalam
prasasti Kudadu disebut dengan Nararya Sanggramawijaya.
Raden Wijaya adalah putra Rakeyan
Jayadarma, putra mahkota kerajaan Sunda yang meninggal karena diracun, dan
merupakan cucu dari Prabu Darmasiksa, raja sunda ke-26. Ibu Raden Wijaya
bernama Dewi Singhamurti atau Dyah Lembu
Tal merupakan putra Mahisa Campaka dari kerajaan Singashari, ketika suaminya
meninggal, ia membawa sang putra kembali ke negeri asalnya Singashari.
Di
Singhasari ia dibesarkan dilingkungan istana. Diceritakan bahwa ketika Raden Wijaya menginjak remaja,
ia sangat pandai, mahir dalam segala ilmu, mahir memanah dan mahir dalam ilmu
kenegaraan serta ilmu yang lainnya. Karena Raden Wijaya tinggal di
keraton Singhasari bersama saudaranya yaitu Prabu Kretanagara, serta dia selalu
belajar kepada beberapa menteri dan senapati dan orang-orang yang mahir dalam
ilmu pengetahuan. Karena itu, ketika Prabhu Kretanagara menjadi raja
Singashari, Raden Wijaya dijadikan senapati angkatan perang Singhasari.
Ia
menikah dengan putri dari raja Singahsari, Prabu Kertanegara. Karena itu ketika
Prabu Kertanegara meninggal karena serangan dari Jayakatwang dari kediri. Dan
ia dapat memamfaatkan serangan kerajaan Mongol terhadap kediri, sehingga kediri
hancur. Maka ia kemudian diangkat menjadi raja, dan sekaligus membangun
kerajaan baru yang kemudian dinamai kerajaan majapahit atau Wilwatika.
Ia
diangkat menjadi raja pada tanggal 15
kartika 1215 saka atau 10 november 1293 m, dengan gelar Kertarajasa
Jayawardhana.
BAB
II. PERSELISIHAN KERAJAAN KEDIRI DAN SINGHOSARI
Meskipun negara serumpun dan cukup
berdekatan, seolah terjadi perebutan pengaruh antara 2 kerajaan di wilayah
timur Jawa, yaitu antara kerajaan kediri dan kerjaan Singhasari. Keinginan
saling menguasai seolah telah menjadi dendam diantara 2 kerajaan tersebut.
Karena itu mencari kelengahan selalu dicari untuk dapat menguasai lawannya
tersebut.
1.. Jayakatwang (w.1293 M)
Jayakatwang ada yang mengatakan bahwa
ia merupakan raja kerajaan Kediri dan ada yang mengatakan bahwa ia merupakan
bupati geleng gelang (sekitar wilayah Madiun sekarang), tetapi yang terkenal
dalam sejarah bahwa jayakatwang adalah Raja Kediri.
Semenjak Kediri dikalahkan oleh Ken
Arok dari Singasari pada masa
pemerntahan Kertajaya pada tahun 1222 M. Dan semenjak itu Kerajaan Kediri
berada dalam pengaruh kerajaan Singosari. Anak Kertajaya yang bernama Jayasabha
menggantikan Kertajaya dan berkuasa hingga tahun 1258 M. Dan setelah itu
digantikan oleh putra Jayasabha yang bernama Sastrajaya, yang berkuasa hingga
tahun 1271 M. Dan tahun itu juga kekuasaan Kediri jatuh kepada anak Sastajaya
yang bernama Jayakatwang.
Sistem kekerabatan antara Singosari dan
Kediri dijalin dengan pernikahan putra Jayakatwangyang bernama Ardharaja dengan
putri Raja Singosari waktu itu Kertanegara.
Keinginan Jayakatwang untuk menguasai
Singasari seolah mendapat jalan, ketika kedatangan Wirondaya, putra Aria
Wiraraja, yang karena sering menantang Raja Kertanegara kemudian dipindah menjadi penguasa di Sumenep madura.
Wirondaya memberikan surat dari ayahnya, Aria wiraraja, yang menyarankan agar
Jayakatwang segera menyerang Singosari, karena sebagian pasukan kerajaan
Singosari sedang ke luar jawa. Dan Jayakatwang mengirim pasukan kecil dibawah
pimpinan Jaran Guyang dari sebelah utara. Dan pasukan kecil ini kemudian dapat
dikalahkan oleh pasukan Raden Wijaya, salah seorang menantu Raja Kertanegara.
Pasukan Jaran Guyang itu hanyalah
taktik Jayakatwang, untuk memudahkan serangan ke ibukota. Dan iapun mengirim
pasukan besar dibawah pimpinan Patih Mahisa Mundarang, yang menyerang dari
selatan. Dan akhirnya raja Singaosari, Kertanegara tewas. Sehingga kekuasaan
Jawa sekarang berada di tangan Jayakatwang, dan Kediri sebagai ibukotanya. Dan
atas saran dari Aria Wiraraja agar aden Wijaya yang menjadi menantu Raja
Kertanegara agar diampuni dan diberi hutan tarik, yang nantinya untuk kawasan
perburuan.
2..
Prabu Kertanegara (w.1292 M)
Kertangegara merupakan penguasa dari
kerajaan Singasari yang berkuasa dari tahun 1268 hingga 1292 M. Ia dianggap sbagai penguasa terbesar dan
sekaligus terakhir dari kerajaan Singasari. Ia merupakan putra dari raja
Wisnuwardana yang berkuasa dari tahun 1248 hingga 1268 M. Ibu raden Wijaya
bernama Waning Hyun (Jayawardhani), yang
merupakan putri dari Mahisa Wong Ateleng, putra Ken Arok.
Kertanegara tidak mempunyai anak laki
laki. Dari istrinya yang bernama Sri
Bajradewi ia mempunyai 4 orang anak semuanya wanita, yang bernama:
Tribuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi dan Gayatri. Dan salah satunya
dinikahi oleh Raden Wijaya dan Ardharaja, putra Jayakatwang. Tetapi setelah
menjadi raja Majapahit, keempat putri Kertanegara itu dinikahi oleh Raden
Wijaya.
Pada masa kekuasaanya, Kertanegara berusaha untuk menancapkan pengaruhnya di
dunia melayu. Karena itu ia kemudian mengirimkan ekspedisinya ke sumatra dengan
nama ekspedisi Pamalayu. Ekspedisi ini bertujuan untuk menjalin kekuatan
bersama untuk menghadapi ekspansi Mongol
dari dnasti Yuan yang bermarkas di Khan Balik (Beijing sekarang).
Ekspedisi ini dilakukan 2 kali, salah satunya pada tahun 1275 dibawah pimpinan
Kebo Anabrang.
Pada tahun 1289 M, datang utusan dari
Kubelai Khan yang meminta Kertanegara untuk tunduk di bawah kekuasaan Mongol,
Tetapi hal ini ditolak. Karena itu pada tahun 1293 M, pasukan Mongol mendarat
di jawa untuk menyerang Singosari karena telah dianggap menghina kerajaan
Mongol.
Karena kerajaan Singasari telah
tumbang, dan rajanya tewas pada tahun 1292 M oleh Jayakatwng. Kedatangan
pasukan Mongol pada tahun 1293 M ini dimamfaatkan oleh Raden Wijaya untuk
menghancurkan kerajaan Kediri dibawah kekuasaan Jayakatwang. Dan setelah dapat
mengalahkan Jayakatwang, pasukan Mongol ini kemudian diserang oleh pasukan
Wijaya, sehingga kemudian tentara ongol meninggalkan jawa.
(lanjut)
(bY Adeng Lukmantara)
Sumber: Dari berbagai sumber