Minggu, 07 Agustus 2011

BUKTI TERTULIS KEBERADAAN KERAJAAN TARUMANAGARA

Diantara bukti bukti tertulis keberadaan kerajaan Tarumanagara adalah dengan ditemukannya 7 buah prasasti, dan juga berita dari Cina.

1. Prasasti
     Kerajaan tarumanagara adalah kerajaan yang banyak meninggalkan sumber tertulis (prasasti) sebagai bukti eksistensinya dalam peradaban di tanah pasundan. Terdapat sekitar 7 prasasti yang menceritakan keberadan kerajaan ini, yaitu:
  • Prasasti Kebon Kopi
Prasasti kebon kopi dibuat sekitar 400 M. Ditemukan diperkebunan kopi milik milik seorang Belanda  yang bernama Jonathan Rig, di Ciampea Bogor.
  • Prasasti Tugu
Prasasti ini ditemukan  di kampung batuutumbu, desa tuhu, kecamatan Tarumajaya, kabupaten Bekasi. Sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian sungai candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian  sungai gomati oleh  Purnawarman  pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakana gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan purnawarman, dan kekeringan yag terjadi pada musim kemarau.
  • Prasasti Munjul atau Prasasti Cidanghiyang
Prassati ini ditemukan dialiran sungai cidanghiyang yang mengalir di desa lebak, kecamatan munjul kabupaten Pandeglang, banten, yang berisi pujian  kepada raja Purnawaraman.
  • Prasasti Ciaruteun
Prasasti ini ditemukan di sungai Ciaruteun, Ciampea Bogor.
  • Prasasti Muara Cianteun
Prasasti ini ditemukan di muara sungai Cianten, ciampea bogor
  • Prasasti Jambu
Prasasti ini ditemukan di pasir jambu, Nanggung, Bogor.
  • Prasasti Pasir Ciawi
 Prasasti ini ditemukan di pasir awi citeureup bogor.
     Daerah / lahan tempat semua prasasti  itu ditemukan  berbentuk bukit rendah berpermukaan  datar dan diapit tiga sungai: cisadane, cianteun,  dan Ciaruteun. Sampai dengan abad ke-19 M, tempat itu masih dilaporkan dengan nama pasir muara (sekarang masuk kecanmatan Cibungbulang).
     Kampung muara tempat prasasti ciaruteun dan telapak gajah  ditemukan, dahulu  merupakan sebuah kota pelabuhan  sungai yang bandarnya  terletak  dipertemuan cisadane dengan cianten. Sampai abad ke19 M, jalur sungai itu masih  digunakan untuk  angkutan hasil perkebunan kopi.
     Prasasti zaman ini menggunakan aksara Sunda kuno yang pada awalnya merupakan  perkembangan dari aksara tie pallawa lanjut, yang mengacu pada model aksara kamboja dengan beberapa cirinya yang masih melekat. Pada zaman ini aksara tersebut belum mencapai  taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana  yang digunakan naskah-naskah (lotar) abad ke16 M.

a. Prasasti Tugu
       Prasasti ini menerangkan penggalian sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru, dan penggalian sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai ini dimaksudkan untuk  mencegah banjir di musim hujan, dan kekurangan air di musim kemarau.
     Prasasti tugu ini memiliki keunikan yakni terdapat pahatan hiasan tongkat  yang pada ujung-ujungnya dilengkapi semacam trisula. Gambar tongkat itu dipahatkan  tegas memanjang ke bawah seakan berfungsi sebagai batas pemisah antara  awal dan akhir kalimat-kalimat pada prasastinya.
     Dibandingkan  dengan prasasti-prasasti Tarumanagara lainnya, prasasti Tugu  merupakan prasasti yang terpanjang yang dikeluarkan Purnawarman.

Lokasi
     Prasasti ini ditemukan di kampung Batu Tumbu, desa Tugu, Bekasi, (sekarang kelurahan Tugu Selatan, kecamatan Koja, Jakarta Utara), dan sekarang disimpan di Museum Jakarta dengan nomor D.124.

Isi Prasasti
     Prasasti tugu dipahatkan  pada batu berbentuk bulat telur berukuran kurang lebih 1 meter. Prasasti ini bertuliskan aksara pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa sangsekerta dengan metrum Anustubh yang terdiri dari 5 baris melingkari mengikuti bentuk permukaan batu.
     Teks (isi) prasasti ini adalah sebagai berikut:
” Pura rajadhirajena guruna pina bahuna  khata khyatam purim prapya candrabhagarnnavam yayau //  Pravarddhamane dvavingsad vatsare sri gunau jasa nerendradhvajabhut ena srimata puurnavarmmana // Prarabhya phalguna mase khata krsnastami tithane caitra sukla trayodasyam dinais siddhaikavingkaih ayata satsahasrena dehanusam sasatena ca dvavingsena nadi ramya gomati  nirmalodaka // pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim brahmanair ggo sahasrenaprayati krtadaksina //
(Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan yang memiliki lengan kencang serta kuat yakni Purnawarman, untuk mengalirkanya ke laut, setelah kali (saluran sungai) ini sampai di istana kerajaan yang termasyhur, pada tahun ke22 dari tahta yang mulia Raja Purnawarman yang berkilau-kilauan  karena kepandaian dan kebijaksanaanya serta menjadi panjipanji segala raja-raja (maka sekarang) beliaupu menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang permai dan berair jernih gomati namanya. Setelah kali tersebut mengalir melintas di tengahtengah tanah kediaman yang mulia sang pendeta nenekda (raja Purnawarman) pekerjaan ini dimulai pada hari baik, tanggal 8 paro gelap bulan caitra, jadi hanya 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut panjangnya 6122 busur selamatan baginya dilakukan oleh para brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan)


b. Prasasti Ciaruteun
    Prasasti ini ditemukan di sungai Ciaruteun, Ciampea Bogor.

Lokasi
    Prasasti ciaruteun ditemukan di bukit rendah berpermukaan datar dan diapit 3 sungai: Cisadane, cianteun, dan Ciaruteun. Prasasti ini semula terletak dialiran sungai  Ciaruteun, 100 meter dari pertemuan  tersebut dengan sungai Cisadane.

Isi
     Prasasti Cianteun ditulis dalam bentuk puisi 4 baris, yang berbunyi:
”Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termasyhur  Purnawarman penguasa tarumanagara.”
     Pada prasasti  Ciaruteun ini terdapat Pandatala atau jejak kaki, yang berfungsi mirip tandatangan  pada zaman sekarang.

Prasasti Telapak Gajah
     Di Ciaruteun juga ditemuka prasasti Telapak kaki gajah, bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi keterangan  sebaris puisi berbunyi:
   ”Kedua jejak telapak kaki ini adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti airwata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.”
      Menurut mytologi Hindu, airwata adalah nama gajah tunggangan  dewa Indra, dewa perang dan dewa guntur. Gajah perang Purnawarman  juga dinamakan airwata. Bahkan bendera kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai diatas kepala gajah. Demikian juga mahkota yang dikenakan Purnawarman berukiran sepasang lebah. Ukiran bendera dan sepasang lebah itu ditatahkan pada prasasti Ciaruten, yang oleh para ahli hingga kii masih diperdebatkan tentang maknanya.


c. Prasasti Jambu (Prasasti Pasir Koleangkak)
      Prasasti jambu atau prasasti pasir koleangkak,  dipahat  pada batu dengan alami (sisi-sisinya  kurang lebih 2-3 meter). Huruf yang diguunakan adalah huruf Pallawa, dan bahasa sangsekerta, yang disusun dalam  bentuk seloka dengan metrum sragdhara.
    Pada prasasti ini terdapat  pahatan sepasang telapak kaki (tetapi telapak kaki kiri sudah hilang karena batu bagian ini pecah). Prasasti ini tanpa tahun, tetapi menurut analisis paleografis diperkirakan berasal dari pertengahan abad ke-5 M. Dan dalam prasasti ini menyebut nama Purnawarman yang memerintah Tarumanagara.

Lokasi
      Prasasti batu yang berada di bukit koleangkak, desa pasir Gintung kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir  sungai Cikasungka.
     Prasasti ini ditemukan pada tahun 1854 M, oleh Jonathan Rigg, yang dilaporkan  kepada dinas purbakala tahun 1948 M, dan diteliti  pertama kali tahun 1954, yang ditemukan di daerah perkebunan Jambu yang terletak  di pasir Koleangkak (pasir = bukit), Pasir Gintung, desa Parakan Muncang, kecamatan Naggung, Bogor. Dulu, zaman Belanda, lokasi ini termasuk perkebunan  karet Sadeng djamboe (sekarang PT. Perkebunan XI), sehingga kemudian dinamai prasasti Jambu atau pasir koleangkak.

Isi Prasasti
      Bunyi terjemahan prasasti ini, sebagai berikut:
Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada taranya yang termasyhur Sri Purnawarman yang sekali waktu (memerintah) di taruma  dan yang baju zirnya (baju perisai) yang terkenal tidak dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang tapak kakinya yang senantiasa menggempur kota-kota musuh, hormat kepada para pengeran, tapi merupakan duri dalam daging bagi mjusuh-musuhnya.”

d. Prasasti Pasir Awi (Prasasti Ciampea)
     Prasasti pasir awi atau terkenal juga dengan nama prasasti Ciampea., merupakan salah satu dari 7 prasasti peninggalan Tarumanagara.
     Prasasti ini terletak di lereng selatan Pasir Awi dikawasan hutan perbukitan di Cipamingkis, desa sukamakmur, Jonggol Bogor.                        Prasasti ini telah diketahui tahun 1867 M, dan pertama kali ditemukan oleh NW. Hoepermans tahun 1864 M.
     Prasasti ini  bergambar dahan dengan ranting dan dedaunan serta buah-buahan, juga dipahatkan sepasang telapak kaki.


e. Prasasti Kebon Kopi
     Prasasti ini dibuat sekitar tahun 400 M, ditemukan  diperkebunan kebon kopi milik Jonathan Rig, di Ciampea Bogor.


f. Prasasti Cidanghiyang (Prasasti Munjul)
     Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Munjul ditemukan  dialiran sungai Cidanghiyang yang mengalir di desa lebak, kecamatan Munjul, Pandeglang, yang berisi pujian terhadap raja Purnawarman.


g. Prasasti Muara Cianteun
    Prasasti ini ditemukan  pada tahun 1864 M, di muara sungai Cianten, ciampea bogor. Prasasti ini disebut juga dengan prasasti Pasir Muara.  Prasasti ini ditemukan di tepi sungai  Cisadane dekat  Muara Cianten yang dahulu dikenal  dengan sebutan prasasti pasir muara, karena masuk ke wilayah kampung Pasir Muara.
    Prasasti muara cianten ini dipahatkan pada batu besar dan alami dengan ukuran 2,7 x 1,4 x 1,4  m3.


2. Sumber Sumber Luar Negeri

     Sumber sumber luar negeri tentang keberadaan kerajAan tarumanagara adalah semuanya berasal dari Tiongkok (Cina), yaitu:

a. Berita Fa-hsien
Fa shien adalah seorang pendeta budha Cina. Pada tahun 414 M, dalam bukunya yang berjudul Fa Kao Chi, ia menceritakan  bahwa di Ye Po Ti (Jayadhipa) bagian barat,  hanya sedikit yang dijumpai orang-orang yang beragama budha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan beragama kotor (maksudnya, Animisme). To lo mo adalah ucapan lidah orang Cina bagi kata Taruma.
 Menurut cerita, pada tahun 414 M (pada masa Purnawarman berkuasa) Fa hsien berangkat dari Srilangka untuk kembali ke Kanton Cina. Pendeta  budha ini sebelumnya sudah bertahun-tahun belajar tentang  agama budha dari kerajaan-kerajaan yang bercorak budha. Setelah berlayar, kapal yang ditumpanginya diterjang badai. Sang pendetapun terdampar dan terpaksa mendarat di Ye Po ti, ejaan orang Cina untuk Jawadhipa (pulau Jawa), yang kemungkinan besar, tanah yang didarati adalah tarumanagara, yang memang terletak di barat pulau jawa.

b. Berita dari Dinasti Sui
Dari dinasti Sui menceritakan bahwa pada tahun 528 dan 535 M, telah datang utusan (duta) dari To lo mo (Taruma) yang terletak di sebelah selatan. To lo mo adalah ejaan lidah  cina untuk nama taruma.

c. Berita dari Dinasti Tang
Dari dinasti Tang menceritakan bahwa tahun 666 M dan 669 M, telah datang utusan dari Tolomo
Dari tiga berita diatas, para ahli menyimpulkan bahwa istilah To Lo Mo secara fonetis penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanagara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar