Pengantar
Kerajaan Salakanagara merupakan sebuah kerajaan awal di daerah Tatar Sunda, yang berdiri antara abad 2 sampai dengan abad 4 Masehi. .Kerajaan ini dianggap yang pertama yang berdiri di nusantara. Dan kerajaan ini merupakan cikal bakal dari kerajaan Tarumanagara..
Tidak halnya seperti Tarumanagara yang banyak sekali meninggalkan jejak bukti, beupa ditemukannnya prasasti di berbagai tempat, di Tatar Sunda. Referensi yang menceritakan tentang keberadaan kerajaan Salakanagara adalah
salah satu Kitab Naskah Wangsakerta yang bernama Pustaka
Pararatwan i Bhumi Jawadwipa, Kitab ini disusun oleh
satu tim di bawah pimpinan Pangeran Wangsakerta antara tahun 1677 - 1698
Masehi,.
Pangeran Wangsakerta
adalah salah seorang dari tiga putra Panembahan Ratu Carbon dari istrinya yang
berasal dari Mataram. Nama lain Pangeran
Wangsakerta adalah Panembahan Carbon Tohpati bergelar Abdul Kamil Mohammad
Nasarudin.
Kitab Naskah Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa yang sudah ditemukan hingga saat ini terdiri
dari empat buah, semuanya dari parwa pertama. Tiga naskah pertama (sarga 1-3)
merupakan kisah atau uraian mengenai sejumlah negara yang perneh berperan
terutama di Pulau Jawa, sedangkan sarga keempat merupakan naskah panyangkep
(pelengkap) dan isinya berupa keterangan mengenai sumber-sumber yang digunakan
untuk menyusun kisah itu.
Naskah Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa ini
ditulis dengan menggunakan aksara Jawa di pesisir barat (Cirebon) atau aksara
Jawa yang mirip dengan yang disebut oleh Drewes (1969:3) quadrat script. Bahasa
yang digunakan adalah bahasa Jawa kuna dan bahasa Jawa Cirebon. Tulisannya berbentuk
prosa, campuran antara paparan dan kisah. Cara penyajiannya memiliki ciri-ciri
karangan ilmiah, yakni berupa keterangan secara tersurat mengenai sumber
karangan yang digunakan. Atau minimal memeberi informasi awal kepada generasi
kita, untuk pengkajian sejarah dari sumber aslinya atau sumber primer. Tidak
seperti sejarawan kebanyakan, kalau tidak sesuai dengan penulis sejarah
penguasa, dianggap tidak valid atau diragukan. Keraguan itu awal dari
kebenaran, jika kita mau mengkajinya. Bukan seperti sejarawan kebanyakan,
banyak memvonis, tetapi tujuannya untuk melegitimasi pembenaran.
Harusnya cara berpikir
kebanyaan penulis sejarah itu berhipotesa, dengan adanya kisah yang ditulis
oleh Wangsakerta itu, menjadi awal pencarian yang serius. Kemungkinan ada
sumber yang lebih tua, yang kita harus selidiki. Jangan hanya seperti kata si
fulan dan si anu, yang tidak berkesudahan. Kesalahan dalam penulisan sejarah
adalah halyang mungkin, tetapi tidak mungkin salah semua.Karena itu harusnya
para sejarawan harus punya prinsip, dengan informasi yang sedikit, merupakan
awal dari pencarian. Karena setidaknya, bahwa naskah naskah yang ditulis dalam Naskah ini banyak kesesuian dengan
prasasti prasasti yang ditemukan. Meskipun ada penyebutan jawa kulwon, jawa
wetan atau jawa tengah mengindikasikan bahwa naskah ini ditulis relatif baru.
Tetapi yang perlu diacungi jempol adalah info awal yang sangat bermamfaat.
Karena kalau sebuah karangan biasa tidak mungkin bisa bercerita begitu detail,
apalagi menyangkut sejarah.
Dalam Kitab ini juga
disebutkan Daftar Pustaka dalam pengambilan naskah ini, berasal dari delapan kitab,
yaitu:
- Pustaka Nagara Nusāntara
- Pararatwan Sundawamsatilaka
- Serat Ghaluh i Bhumi Sagandhu
- Pustaka Tarumarajyaparwa-warnana
- Pustaka mengenai Warmanwamsatilaka i Bhumi Dwipāntara;
- Pustaka Serat Raja-raja Jawadwipa
- Serat Pûrnawarmanah Mahāprabhāwo Rājā i Tarumanagara;
- Pustaka Sang Resi Ghuru.
II.A. Pendahuluan
Kerajaan Salakanagara adalah kerajaan yang berada di tatar sunda, lokasinya
berada di daerah Pandeglang Banten sekarang, tepatmya di daerah Pulosari, letaknya diperkirakan di Pesisir Teluk Lada,.Sebelum menjadi wilayah salakanagara pada awalnya di perintah oleh penguasa setempat yang bernama Aki Tirem.
Keberadaan tentang kerajaan Salakanagara, diungkapkan dalam naskah Wangsakerta,dalam kitab Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa. Kerajaan Salakanagara menurut naskah tersebut merupakan suatu kerajaan tertua di Nusantara (130-358 M). Disamping itu ada sumber dari Cina yang mengungkap tentang keberadaan kerajaan ini.
Ibukota kerajann Salakanagara adalah Rajatapura. Rajatapura (kota perak) menurut naskah wangsakerta sebagai kota tertua di Pulau Jawa, yang hingga tahun 362 M, menjadi pusat pemerintahan raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman 1 sampai dengan 8). Konon kota inilah yang disebut Argyre oleh Ptolomeus dalam tahun 150 M.
Tarumanagara hingga saat ini dianggap merupakan suatu kerajaan tertua di Tatar Sunda- Jawa. Tetapi beberapa naskah kuno dan sebagian ahli sejarah menulis bahwa sebelum taramanagara di wilayah Tatar Sunda terdapat beberapa kerajaan, seperti Salakanagara, yang diungkap dalam naskah Wangsakerta tersebut, Holotan yang diidentifikasi sebagai Aruteun.
Tokoh awal yang berkuasa di sini adalah Aki Tirem. Sedang raja pertama kerajaan Salakanagara, yaitu Dewawarman, yang bergelar Prabu Darmalokapala Dewawarman haji rakja gpura sagara, yang memerintah sampai tahun 168 M, merupakan menantu Aki Tirem.
Dalam naskah
Wangsakerta, dengan mengutip dari Kitab Pustaka Nusāntara, bahwa sejak awal abad pertama tahun Saka, telah terjadi
kontak antara penduduk di Nusantara dengan pedagang pedagang yang datang dari
India (Bhratanagari). Dan semakin lama semakin banyak yang datang ke negeri
negeri Nusantara, karena berbagai hal, diantaranya: Jasa dan Perdagangan.
Kontak perdagangan diyakini merupakan awal dari hubungan negeri negeri di
Nusantara dengan India. Dorongan dakwah agama, Menghindarkan diri dari bahaya, karena
negeri negerinya dikalahkan atau dikuasai oleh lawan lawan politiknya. Mengharapkan
kesejahteraan yang lebih baik.
Dan arus kedatangan
besar besaran terjadi, ketika negeri negeri mereka berasal, dikalahkan atau
dikuasai oleh lawan lawan politiknya. Dan menurut naskah ini, kebanyakan yang
datang ke negeri nusantara adalah wangsa Salankayana, dan wangsa Pallawa. Dua
wangsa inilah, yang sangat banyak datang
di sini,
Seperti halnya yang dipimpin
oleh Dewawarman 1. Ia berasal dari wangsa Palawa,. Ia berangkat dari tanah
India dengan menaiki beberapa puluh perahu besar kecil untuk menuju Nusantara. Sang
Dewawarman datang di sini dengan membawa banyak pengikut dan harta benda serta
berbagai senjata yang disiapkan.
Mereka datang dengan
tujuan berdagang dan menjual jasa dengan penduduk setempat. Mereka membawa
barang dagangan berupa pakaian, berbagai perhiasan, emas, perak, permata,
obat-obatan, dan berbagai barang lainnya. Barang-barang yang dibelinya di sini
adalah rempah-rempah, hasil bumi, dan lain-lain. Di antara pendatang kemudian
banyak yang bermukim dan memperistri penduduk setempat, serta tidak kembali ke
negeri asalnya. Mereka hidup akrab dan bersaudara.
Sang Dewawarman sudah
bersahabat dengan penduduk daerah pesisir Tatar Sunda, Nusa Apuy, dan Pulau
Sumatra bagian selatan. Sang Dewawarman bersahabat pula dengan penghulu
penduduk setempat, akhirnya bermukim di sini dan lama kelamaan menjadi raja
kecil di daerah pesisir bagian barat dari Tatar Sunda.
Setelah menikah dengan
anak penguasa setempat, Aki Tirem, dan menjadi penggantinya dikemudian hari. Dewawarman
kemudian membangun dasar dasar kerajaan,
yang kemudian menjelma menjadi kerajaan Salakanagara. Pada tahun 52 Saka (= 130
Masehi) Sang Dewawarman dinobatkan menjadi raja. Kerajaannya diberi nama
Salakanagara, ibukotanya diberi nama Rajatapura.
Selanjutnya diuraikan
mengenai pendatang-pendatang baru dari Singhanagari, Salihwahananagari, dan
Bhumi Ghaudi, dari Bharatawarsa (India). Mereka datang di Pulau Jawa pada awal
tarikh Saka. Mereka datang dengan memakai perahu ke berbagai negeri di
Nusantara. Dan kemudian berinteraksi dengan masyarakat pribumi.
II.A.1. Terminologi
Salakanagara, berasal dari kata
Salaka dan nagara. Salaka berarti Perak, sedangkan nagara berarti kota atau
negara itu sendiri. Salakanagara bisa diartikan kota perak. Adanya kota
ini juga disebutkan juga Argyre oleh Ptolomeus, tahun 150 M. Lokasi ini
diperkirakan berada di Teluk Lada sekarang ini, di Kota pandeglang, suatu
kota yang terkenal akan kerajinan logamnya. Pandeglang sendiri berarti
pande geulang (pande adalah pembuat kerajinan dari logam, sedang geulang
berarti perhiasan yang melingkar di tangan/ gelang). Dan beberapa orang
memperkirakan nama Salakanagara ada hubungannya dengan lokasi
sekitarnya, Gunung Salak.
Ada
dugaan kota Argyre yang ditemukan oleh Claudius Ptolomeus tahun 150
M, yaitu kota Perak atau Salakanagara ini. Sedang dari berita Cina dari dinasti
Han, ada catatan bahwa raja Tiao-Pien (Tiao = dewa, Pien = Warman), dari
kerajan Yehtiao atau Jawa mengirim utusan / duta ke Cina pada tahun
132 M.
Dalam
sejarah masyarakat Sunda, kota perak ini sebelumnya diperintah oleh Aki
Tirem atau lengkapnya Aki Tirem Sang Aki Luhur Mulya, yang mana kota ini
bernama Pulasari. Aki Tirem menikahkan putrinya yang bernama Pohaci Larasati
kepada Dewawarman. Dewawarman adalah pangeran yang
berasal dari Palawa di India kidul.
II.A.2. Luas Wilayah dan Kekuasaan
Daerah kekuasaan kerajaan Salakanagara meliputi seluruh pesisir selat Sunda,
yaitu pesisir Pandeglang, Banten wetan, sampai Agrabintapura (gunung
padang, Cianjur), dan juga pulau-pulau di selat Sunda, seperti Apuynusa /
agnynusa (pulau api) yang berada di pulau krakatau dan pesisir selatan Swarnabumi (Pulau Sumatra).
Sepanjang pantai Salakanagara dijaga pasukan Dewawarman termasuk pesisir di Tatar Sunda, Nusamandala atau Pulau Sangiang, Nusa Api dan pesisir sumatra bagian
selatan, bertujuan untuk menjaga keamanan dari gangguan perompak
dilautan. Sebagai imbalnny, para pelaut tersebut diwajibkan membayar upeti.
Sejak pra Aki Tirem wilayah barat pulau jawa tak lekang dari
gangguan para perompak, bahkan keberadaan Salakanagara tak lepas
dari perlunya penduduk kota perak mempertahankan diri dari
gangguan para perompak. Disinilah sebenarnya dewawarman I
berkenalan dengan masyarakat Jawadwipa dan dari tema inilah
kemudian masyarakat Tatar Sunda bersentuhan dengan kebudayaan India.
Konon, di era Salakanagara, pemberantasan perompak memang dianggap sulit
bahkan , ketujuh putra Dewawarman terakhir
terbunuh dilaut ketika menghalau perompak. Karena alasan inilah kemudian
Salakanagara mengadakan hubungan diplomatik dengan Cina dan juga India.
II. Sejarah Kerajaan menurut Kitab Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa,
Menurut kitab Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa, diungkapkan bahwa di tatar Sunda Jawa sebelum abad 1 Masehi sudah terdapat penghuninya dari suku lokal. Dan waktu itu sudah terdapat jalinan perdagangan antara suku lokal dengan pedagang pedagang dari India dan Cina. Pedagang pedagang India sudah datang ke negeri Nusantara, dan banyak juga yang menetap, Dan kedatangan orang orang India semakin banyak, ketika di India terjadi perang saudara, sehingga menimbulkan banyak pengungsia ke daerah daerah nusantara,
1. Migrasi wangsa Salankayana dan wangsa Pallawa di bumi Bharatanagari (India)
Menurut kitab Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa, diungkapkan bahwa di tatar Sunda Jawa sebelum abad 1 Masehi sudah terdapat penghuninya dari suku lokal. Dan waktu itu sudah terdapat jalinan perdagangan antara suku lokal dengan pedagang pedagang dari India dan Cina. Pedagang pedagang India sudah datang ke negeri Nusantara, dan banyak juga yang menetap, Dan kedatangan orang orang India semakin banyak, ketika di India terjadi perang saudara, sehingga menimbulkan banyak pengungsia ke daerah daerah nusantara,
1. Migrasi wangsa Salankayana dan wangsa Pallawa di bumi Bharatanagari (India)
Dalam kitab Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa, diuraikan mengenai pendatang-pendatang
baru dari Singhanagari, Salihwahananagari, dan Bhumi Ghaudi (Benggala), dari Bharatawarsa
(India). Mereka datang di Pulau Jawa pada awal tarikh Saka. Mereka datang
dengan memakai perahu.
Diungkapkan, mula mula mereka tiba di timur Pulau Jawa, kemudian ke Barat Pulau Jawa. Mereka datang dengan tujuan berdagang dan
menjual jasa dengan penduduk setempat. Mereka membawa barang dagangan berupa
pakaian, berbagai perhiasan, emas, perak, permata, obat-obatan, dan berbagai
barang lainnya. Barang-barang yang dibelinya di sin adalah rempah-rempah, hasil
bumi, dan lai-lain. Di antara pendatang kemudian banyak yang bermukim di sini
dan memperistri penduduk setempat, serta tidak kembali ke negeri asalnya.
Mereka hidup akrab dan bersaudara. Para pendatang dari Bharatanagari ini juga
mengajarkan agama mereka kepada penduduk setempat.
Pendatang /dari tanah India tersebut memuja dewa
trimurti di samping dewa-dewa lain. Penduduk setempat asalnya para pendatang
juga, sejak dahulu mereka mengadakan pemujaan kepada nenek moyang. Tidak lama
antaranya banyak pula penduduk yang memeluk agama baru, dan banyak pula para
pendatang yang menikah dengan anak penghulu setempat. Para pendatang itu banyak
yang berasal dari wangsa Salankayana dan wangsa Pallawa di bumi Bharatanagari.
Mereka datang menaiki
beberapa puluh perahu yang dipimpin oleh Sang Dewawarman dari wangsa Pallawa.
Sang Dewawarman sudah bersahabat dengan penduduk daerah pesisir Jawa Barat,
Nusa Apuy, dan Pulau Sumatra bagian selatan. Sang Dewawarman bersahabat pula
dengan penghulu penduduk setempat, akhirnya bermukim di sini dan lamakelamaan
menjadi raja kecil di daerah pesisir bagian barat dari Tatar Sunda. Sang
Dewawarman kemudian beristrikan anak penghulu penduduk wilayah desa, yang bernama Aki Tirem. Sang
penghulu kemudian menganugerahkan pemerintahan wilayah desa kepada menantunya.
Pada tahun 52 Saka (=
130 Masehi) Sang Dewawarman dinobatkan menjadi raja. Kerajaannya diberi nama
Salakanagara, ibukotanya diberi nama Rajatapura. Ia bergelar Sang Prabhu
Dharmalokapala Dewawarma Haji Raksagapurasagara, dan menjadi raja sampai dengan
tahun 90 Saka (= 168 Masehi).
2. Para Penguasa Kerajaan Salakanagara
Sebelum menjadi kerjaan, wilayah salakanagara pada awalnya di perintah oleh penguasa setempat yang bernama Aki Tirem. Aki Tirem atau lengkapnya Aki Tirem Sang Aki Luhur Mulya, berkuasa di suatu kota yang bernama Pulosari. Aki Tirem menikahkan putrinya yang bernama Pohaci Larasati dengan Dewawarman, pangeran yang berasal dari Palawa di India Timur, yang kemudian menggantikannya.
Pada awalnya ia merupakan duta keliling kerajaaan Pallawa dari Bharata (India) di pulau Jawa. Ia kemudian menetap di Barat Pulau Jawa (sekitar Pandeglang) karena menikah dengan putri penguasa setempat, Aki Tirem, yang bernama Dewi Pwahaci Larasati.
Setelah aki Tirem meninggal pada tahun 130 M, ia kemudian menggantikannya, dan kemudian dinobatkan sebagai raja pertama Salakanagara dengan gelar Prabhu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapura Sagara, sedang Dewi Pohaci di beri gelar Dwi Dwan Rahayu. Dan pada saat itu juga diberlakukan penanggalan sunda yang kemudian dikenal dengan sebutan saka sunda. Ia juga mendirikan ibukota Rajatapura.
Dewawarman berkuasa selama 38 tahun, sejak dinobatkan pada tahun 52 saka (130 M) hingga 168 M. Selama masa pemerintahannya, ia mengutus adiknya yang merangkap menjadi senopati, bernama Bahadur Harigama untuk menjadi raja daerah di Mandala Ujung Kulon, sedangkan adiknya yang lain yaag bernama Sweta Liman sakti dijadikan raja daerah Tanjung Kidul dengan ibukota Agrabhitapura.
Dewawarman 1 berkuasa selama 38 tahun. Ia meninggal pada tahun 168 M, dan kemudian digantikan oleh anaknya Sang Prabhu Dhigwijayakasa Dewawarmanputra atau Dewawarman 2.
2. Para Penguasa Kerajaan Salakanagara
Sebelum menjadi kerjaan, wilayah salakanagara pada awalnya di perintah oleh penguasa setempat yang bernama Aki Tirem. Aki Tirem atau lengkapnya Aki Tirem Sang Aki Luhur Mulya, berkuasa di suatu kota yang bernama Pulosari. Aki Tirem menikahkan putrinya yang bernama Pohaci Larasati dengan Dewawarman, pangeran yang berasal dari Palawa di India Timur, yang kemudian menggantikannya.
Setelah aki Tirem meninggal pada tahun 130 M, kekuasaannya kemudian diteuskan oleh menantunya, Dewawarman I, yang dinobatkan sebagai raja pertama salakanagara.
a. Dewawarman 1 (mp. 52-90 Saka/130-168 M)
Dewawarman dianggap sebagai pendiri dan sekaligus menjadi raja pertama kerajaan Salakanagara, Ia berkuasa dari tahun 130-168 M, dengan gelar Prabu Darmaloka Pala Aji Raksa Gapura Sagara, atau terkenal dengan nama Dewawarman 1.
Pada awalnya ia merupakan duta keliling kerajaaan Pallawa dari Bharata (India) di pulau Jawa. Ia kemudian menetap di Barat Pulau Jawa (sekitar Pandeglang) karena menikah dengan putri penguasa setempat, Aki Tirem, yang bernama Dewi Pwahaci Larasati.
Setelah aki Tirem meninggal pada tahun 130 M, ia kemudian menggantikannya, dan kemudian dinobatkan sebagai raja pertama Salakanagara dengan gelar Prabhu Dharmalokapala Dewawarman Haji Raksagapura Sagara, sedang Dewi Pohaci di beri gelar Dwi Dwan Rahayu. Dan pada saat itu juga diberlakukan penanggalan sunda yang kemudian dikenal dengan sebutan saka sunda. Ia juga mendirikan ibukota Rajatapura.
Dewawarman berkuasa selama 38 tahun, sejak dinobatkan pada tahun 52 saka (130 M) hingga 168 M. Selama masa pemerintahannya, ia mengutus adiknya yang merangkap menjadi senopati, bernama Bahadur Harigama untuk menjadi raja daerah di Mandala Ujung Kulon, sedangkan adiknya yang lain yaag bernama Sweta Liman sakti dijadikan raja daerah Tanjung Kidul dengan ibukota Agrabhitapura.
Dewawarman 1 berkuasa selama 38 tahun. Ia meninggal pada tahun 168 M, dan kemudian digantikan oleh anaknya Sang Prabhu Dhigwijayakasa Dewawarmanputra atau Dewawarman 2.
b. Dewawarman 2 (mp. 90 – 117 Saka / 168—195 M)
Raja kedua Salakanagara dari dinasti Dewawarman, dengan gelar Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra, yang menggatikan ayahnya, Dewawarman 1. Ia merupakan putra sulung dari Dewawarman 1 dengan Dewi Pohaci.
Dewawarman 2 berkuasa menjadi raja Salakanagara dari tahun 90 – 117 Saka atau 168—195 Masehi. Ia beristrikan seorang putri dari keluarga Maharaja Singhalanagari. Dari pernikahannya ini lahir di antaranya seorang yuwaraja / penggantinya menjadi raja, yang bernama Prabhu Singhanagara Bhimayasawirya dan menjadi Dewawarman 3. Menggantikan ayahnya menjadi raja yang meninggal tahun 117 Saka / 195 Masehi),
Raja ketiga dinasti Dewawarman, Ia menggantikan ayahnya menjadi raja di Salakanagara pada tahun 117 Saka (= 195 Masehi), dengan gelar Prabhu Singhanagara Bhimayasawirya dan menjadi Dewawarman III.
Dewawarman 2 berkuasa menjadi raja Salakanagara dari tahun 90 – 117 Saka atau 168—195 Masehi. Ia beristrikan seorang putri dari keluarga Maharaja Singhalanagari. Dari pernikahannya ini lahir di antaranya seorang yuwaraja / penggantinya menjadi raja, yang bernama Prabhu Singhanagara Bhimayasawirya dan menjadi Dewawarman 3. Menggantikan ayahnya menjadi raja yang meninggal tahun 117 Saka / 195 Masehi),
c. Dewawarman 3 (mp. 195-238 M)
Raja ketiga dinasti Dewawarman, Ia menggantikan ayahnya menjadi raja di Salakanagara pada tahun 117 Saka (= 195 Masehi), dengan gelar Prabhu Singhanagara Bhimayasawirya dan menjadi Dewawarman III.
Ia menjadi raja sampai dengan tahun 160 Saka (= 238
Masehi). Pada masa pemerintahannya Salakanagara diserang perompak, namun dapat
dibinasakan olehnya. Dewawarman 3, kemudian digantikan oleh menantunya ialah
Sang Prabhu Dharmastyanagara yang menjadi Dewawarman IV.
Ia memerintah pada tahun 160 – 174 Saka (= 238-252 Masehi). Dewawarman 4 digantikan oleh anak perempuannya , yaitu Rani Mahisasuramardini Warmandewi. Ia memerintah bersama suaminya, Sang Prabhu Amatyasarwajala Dharmasatyajaya Warunadewa.
Ia memerintah pada tahun 160 – 174 Saka (= 238-252 Masehi). Dewawarman 4 digantikan oleh anak perempuannya , yaitu Rani Mahisasuramardini Warmandewi. Ia memerintah bersama suaminya, Sang Prabhu Amatyasarwajala Dharmasatyajaya Warunadewa.
d. Dewawarman 4 (mp. 238-252 M)
Deawawrman 4 atau Sang Prabhu Amatyasarwajala Dharmasatyajaya Warunadewa menjadi raja ke-4 kerajaaan Salakanagara, dari dinasti Dewawarman. Ia merupakan menantu Dewawarman 3, yang merupakan raja Ujung Kulon.
Sang Prabhu Dharmastyanagara yang menjadi Dewawarman 4. Ia memerintah pada tahun 160 – 174 Saka (= 238-252 Masehi). Dewawarman 4 digantikan oleh anak perempuannya, yaitu Rani Mahisasuramardini Warmandewi. Ia memerintah bersama suaminya, Sang Prabhu Amatyasarwajala Dharmasatyajaya Warunadewa.
e, Dewawarman 5 (mp. 252-276 M)
Ia menjadi raja Salakanagara ke-5 dari dinasti Dewawarman, menggantikan mertuanya, Dewawarman 4.
Ia menikah dengan putri sulung Dewawarman 4, yang bernama Mahisasuramardini Warmandewi, yang kemudian menggantikannya setelah suaaminya (Dewawarman 5) meninggal dunia.
f, Mahisa Suramardini Warmandewi (mp. 276—289 M)
Ia merupakan putri tertua Dewawarman 4 dan istri dari dewawarman 5. Ia menggantikan suaminya sebagai raja ke-6, ketika suaminya gugur melawan bajak laut.
g. Dewawarman 6 (mp. 289-308 M)
Raja ke-7 dinasti Dewawarman. Ia dijuluki Sang mokteng Samudra. Ia merupakan putra tertua Dewawarman 5. Ia naik tahta dinasti Dewawarman menggantikan ibunya, Mahisa Suramardini.
h. Dewawarman 7 (mp. 308-340 M)
Raja ke-8 dinasti Deawarman, dengan gelar Prabu Bima Digwijaya Satyaganapati. Ia merupakan putra tertua Dewawarman 6.
i. Sphatikanawa Warmandewi (mp. 340-348 M)
Raja ke-9 kerajaan Salakanagara dari dinasti Dewawarman. Ia merupakan putri sulung Dewawarman 7.
j. Dewawarman 8 (mp. 348-362 M)
Raja ke-10 kerajaan Salakanagara dari dinasti Dewawarman, dengan gelar Prabu Darmawirya Dewawarman atau Dewawarman 8. Ia merupakan cucu Dewawarman 6. Sanak keluarga Sang Dewawarman 8 bermukim di Yawananagari, ada pula yang bermukim di Hujung Mendini.
Ia menikah
dengan Sang Spatikārnawa Warmandewi, dari istri
pertamanya ini menurunkan raja-raja yang
ada di Tatar Sunda dan Bakulapura
(sekarang Kutai Kartanegara). Dan ia juga menikah dengan Sang Dewi Candralocana
namanya, putri dari Sang Brahmana Salankayana di bumi Bharata. Dari istri
keduanya ini menurunkan raja raja di Swarnadwipa (Pulau Sumatra), Sanghyang
Hujung, dan Jawa Tengah.
Dewawarman 8 mempunyai
beberapa orang anak perempuan dan laki laki,
diantaranya:
- Yang sulung adalah seorang perempuan, bernama Sang Parameswari Iswari Tunggal Pertiwi Warmandewi, disebut juga Dewi Minawati, di dalam naskah ini dikatakan yang cantik rupanya, bagaikan bulan purnama. Ia kemudian menikah dengan Jayasingawarman. Jayasingawarman ini dikemudian hari menggantikan Dewawarman 8 menjadi raja Salakanagara yang ke-11. Tetapi karena Jayasingawarman memindahkan ibukotanya ke Tarumanagara, maka nama kerajaanpun berubah dengan nama Tarumanagara
- Ada pula seorang putra Sang Dewawarman yang lelaki, yang bernama Aswawarman yang bermukim di Bakulapura atau sekarang kerjaan Kutai Kartanegara. Di sana Sang Aswawarman menikah dengan anak raja setempat, Sang Kudungga. Disana Aswawarman dianggap merupakan pendiri dari kerajaan Kutai..
- Anaknya yang ketiga bernama Dewi Indari, yang kemudian menikah dengan Maharesi Santanu, raja Indraprahasta (sekitar Cirebon ). Anaknya yang ke-4, bernama Dewawarman, pindah ke Sumatra (Swarnadhipa), yang kemudian menurunkan raja raja Sriwijaya, diantaranya Adityawarman
- Anak dari Sang Dewawarman lainnya lagi menjadi putra mahkota. Setelah Sang Dewawarman meninggal, putra mahkota menggantikan ayahnya menjadi raja, tetapi kerajaannya ada di bawah perintah Adityawarman merupakan keturunan dari Sang Dewawarman 8,
Demikian juga
turunan Deawarman 8, Sang Aswawarman menjadi raja yang sangat berwibawa di
Bakulapura / Kutai. Begitu pula seterusnya anak cucu Sang Dewawarman di
kemudian hari menjadi raja yang sangat berwibawa di Swarnabhumi/ kerajaan
Sriwijaya. Mula-mula anak-cucu sang penguasa yang ada di Swarnadwipa, karena cucu
Sang Dewawarman beristrikan putri salah seorang raja setempat.
(Sumber: dari berbagai sumber)
id.wikipedia : Kerajaan Salakanagara
Naskah Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa m Terjemahan
id.wikipedia : Kerajaan Salakanagara
Naskah Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa m Terjemahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar