Selasa, 02 Juni 2015

PRABU WASTUKANCANA, SANG PRABU WANGI SUTAH

Pengantar

Untuk menuju kesempurnaan dalam tulisan adalah dengan mencari sumber data yang banyak, tetapi itupun tidak menjamin ada tulisan akan  sempurna. Yang sempurna bagi penulis adalah proses evolusi tulisan ke tulisan menuju perbaikan dan perbaikan. Karena tidak ada yang sempurna, maka sesungguhnya bagi orang adalah mencoba menulis dengan kerendahan hati agar tulisan tulisan yang kita tulis agar mendapat koreksi dari orang orang yang lebih dulu mengetahui  atau memang orang ahli dalam bidangnya.
Karena itu setelah kisah kisah sebelumnya, seperti Ciung wanara, Sanjaya, raden Wijaya, Prabu Surawisesa, Prabu Linggabuana, dan sang Wretikandayun, maka kisah /atau cerita yang ke-7 akan dibahas tentang Prabu Anggalarang atau Prabu Niskala Wastukancana yang sering digelari sebagai Prabu Wangi Sutah.
Prabu Anggalarang atau Prabu Niskala Wastukancana merupakan putra dari Prabu Linggabuana  yang meninggal di Bubat, ketika mengantar putrinya, Diah Pitaloka. Prabu Linggabuana karena telah membawa keharuman tanah sunda maka ia digelari dengan nama Prabu Wangi.
Raja Anggalarang  terkenal karena kekuasaanya yang bijaksana, dan menjadikan negeri sunda menjadi negeri yang makmur. Karena ketercapaiannya dalam pemerintahan yang sukses, maka ia disebut sebagai raja yang membawa keharuman kerajaan sunda menjadi kerajaan yang disegani oeh bangsa lain di nusantara, dan dianggap sebagai pembawa harum negara, sehingga ia digelari sebagai Prabu Siliwangi Atau penggantinya Prabu wangi, ayahnya sendiri. Tetapi karena Prabu Siliwangi sering diidentitifikasikan kepada Prabu Jayadewata, maka mengabil istilah Naskah Wangsakerta yang menulis bahwa Wastukancana sering disebut dengan nama Prabu Wangi Sutah.
Salah satu ungkapan yang terkenal dalam prasasti kawali, diantaranya:
”Negara akan jaya dan unggul perang bila rakyat berada dalam kesejahteraan (kareta beber), raja harus selalu berbuat kebajikan (pakena gawe rahayu)”   (Prabu Niskala wastu kancana dalam Prasasti Kawali)
Dan tentang Prabu Anggalarang atau dalam Naskah Cariita parahiyangan lebih dikenal dengan nama Wastukacana, sebagai berikut:
Boga anak, Prebu Maharaja, lawasna jadi ratu tujuh taun, lantaran keuna ku musibat,
Kabawa cilaka ku anakna, ngaran Tohaan, menta gede pameulina.
Urang rea asalna indit ka Jawa, da embung boga salaki di Sunda. Heug wae perang di Majapahit.
Aya deui putra Prebu, kasohor ngaranna, nya eta Prebu Niskalawastu kancana, nu tilem di Nusalarang gunung Wanakusuma. Lawasna jadi ratu saratus opat taun, lantaran hade ngajalankeun agama, nagara gemah ripah.
Sanajan umurna ngora keneh, tingkah lakuna seperti nu geus rea luangna, lantaran ratu eleh ku satmata, nurut ka nu ngasuh, Hiang Bunisora, nu hilang di Gegeromas. Batara Guru di Jampang.
Sakitu nu diturut ku nu ngereh lemah cai.
Batara guru di Jampang teh, nya eta nyieun makuta Sanghiang Pake, waktu nu boga hak diangkat jadi ratu.
Beunang kuru cileuh kentel peujit ngabakti ka dewata. Nu dituladna oge makuta
anggoan Sahiang Indra. Sakitu, sugan aya nu dek nurutan. Enya eta lampah nu hilang ka Nusalarang, daek eleh ku satmata. Mana dina jaman eta mah daek eleh ku nu ngasuh.
Mana sesepuh kampung ngeunah dahar, sang resi tengtrem dina ngajalankeun
palaturan karesianana ngamalkeun purbatisti purbajati 35). Dukun-dukun kalawan
tengtrem ngayakeun perjangjian-perjangjian make aturan anu patali jeung kahirupan,
ngabagi-bagi leuweung jeung sakurilingna, ku nu leutik boh kunu ngede moal aya
karewelanana, para bajo ngarasa aman lalayaran nurutkeun palaturan ratu.
Cai, cahaya, angin, langit, taneuh ngarasa senang aya dina genggaman pangayom jagat.
Ngukuhan angger-angger raja 36), ngadeg di sanghiang linggawesi, puasa, muja taya wates wangenna.
Sang Wiku kalawan ajen ngajalankeun angger-angger dewa, ngamalkeun sanghiang
Watangageung. Ku lantaran kayakinan ngecagkeun kalungguhanana teh.
Diganti ku Tohaan Galuh, enya eta nu hilang di Gunung tiga. Lawasna jadi ratu tujuh taun, lantaran salah tindak bogoh ka awewe larangan ti kaluaran.


NASKAH

BAB I ISTANA SURAWISESA KAWALI SUNDA-GALUH TAHUN 1348 M
Pada tahun 1348 M, Sang Aki Kolot, Raja Sunda, sangat bahagia sekali atas kelahiran cucu lelakinya, yang diberi nama Niskala wastukancana. Demikian juga, sang pangeran mahkota, Pangeran Linggabuana yang merasa bahagia yang tiada taranya, karena setelah anak yang kedua dan anak yang ketiganya meninggal, lahir seorang laki-laki yang tampan. Sudah lama Sang Kakek dan sang Ayah mengharapkan kedatangan seorang putra untuk  menjadi pewaris tahta penggantinya kelak, sehingga silsilah keturunan Raja Raja Sunda terjaga.
Sang Aki Kolot merupakan nama dalam Naskah Carita Parahiyangan untuk Maharaja Prabu Raga Mulya Luhur Prabawa, Raja sunda yang berkuasa 10 tahun dari tahun dari tahun 1340 sampai 1350 M. Sang Aki Kolot merupakan putra raja Sunda sebelumnya Prabu Ajigunana Wisesa (mp. 1333-1340M).
Pangeran Linggabuana merupakan putra pertama dari Sang Aki Kolot atau  Prabu Raga Mulya Luhur prabawa. Karena itu Linggabuana kemudian diangkat sebagai putra mahkota kerajaan atau Pangeran. Bagi sang Pangeran anaknya yang pertama Diah Pitaloka sudah menginjak umur 9 tahun, dan anak yang kedua serta ketiga meninggal ketika masih kecil. Sehingga kelahiran Wastukancana seolah  merupakan anugrah yang tiada bandingnya. Sang Pangeran sangat bahagia sekali.
Setelah 2 tahun kelahiran Pangeran kecil  yang dinanti, kakeknya Sang Aki Kolot atau Maharaja Prabu Raga Mulya Luhur Prabawa, meninggal dunia. Sang Aki kolot kemudian dipusarakan di Taman, karena itu ia kemudian terkenal dengan nama Salumah Ing  Taman.
Setelah ayahnya Sang Aki Kolot meninggal, kemudian Lingga Buana naik tahta menjadi raja Sunda dengan gelar Maharaja Prabu Linggabuana Wisesa, dan dinobatkan  pada  tanggal 14 bagian terang bulan palguna tahun 1272 Saka (22 Februari 1350 M),

1. Rencana Sang Raja Prabu Linggabuana Ke Majapahit
Sang pangeran kecil (wastukancana) diasuh dalam istana dengan kasih sayang dari ayah dan juga ibunya. Hingga ada rencana Sang ayah, Prabu Linggabuana, yang akan ikut mengantarkan kakaknya, Diah Pitaloka yang akan menikah dengan Hayam Wuruk,Raja Majapahit pada tahun 1357 Massehi ( atau tahun 1257 Saka).
Keputusan Sang  Raja yang akan pergi mengantar sang putri, Diah Pitaloka, ke negeri Majapahit, ditentang oleh Mangkubumi Suradipati Bunisora. Tetapi sang raja tetap bersikukuh akan keberangkatannya ke Majapahit, untuk mengantar sang putri. Dengan alasan untuk menyambung persaudaraan, karena raja raja Majapahit merupakan turunan dari Raden Wijaya yang berasal dari Sunda.
Karena putra mahkota, Wastukancana masih berumur belia (9 tahun), ia ditinggal di istana yang didampingi oleh pamannya Prabu Bunisora yang menjabat sebagai patih kerajaan. Dan untuk urusan pemerintahan diserahkan sementara pada adik sang Raja Mangkubumi Prabu Suradipati Bunisora yang menjabat patih/ mangkubumi  kerajaan.

2.Tragedi Perang Bubat Tahun 1357 M
Mangkubumi Suradipati Bunisora  merasa khawatir terhadap kepergiaan Sang Raja yang akan mengantarkan putrinya ke negara Majapahit. Sang Mangkubumi mengetahui betul perangai Patih Gajahmada yang tidak bisa dipercaya dan licik, yang selalu mengambil keuntungan dalam setiap kesempatan di kala orang orang lengah.
Maka berangkatlah sang Raja bersama rombongan yang dikuti oleh prameswari dan juga sang pengantin, kemudian diikuti oleh para mentri yang mengikutinya beserta para para istrinya. Kepergian Sang raja bersama rombongan menimbulkan rasa haru yang mendalam, baik bagi orang yang mau meninggakan Kawali dan juga yang ditinggalkan di negerinya. 
Isak tangis sang putra mahkota seolah tenggelam dalam riuhan yang saling berpamitan satu sama lain dan dalam lautan rakyat Sunda yang merasa terharu dan sedih ditinggalkan Sang Raja yang terkenal sangat bijaksana tersebut.
Sudah sekian lama sang Raja berangkat, terdengar khabar bahwa sang raja sudah gugur dalam perang di medan Bubat, karena penghianatan gajah Mada. Gajah Mada ajimumpung karena itu ia memamfaatkan situasi dimana sang Raja Sunda tidak membawa senjata yang lengkap dan pasukan yang sedikit. Tentu hal ini dianggap sebagai suatu penghianatan terhadap sikap ksatria.
Raja dan para pengiring penganten tidak merasa takut meskipun mereka hanya membawa peralatan pernikahan. Rombongan sang raja tidak merasa gentar meskipun jumlah pasukannya hanya sedikit dan juga berada di negeri mereka yang siap dengan pasukan penuh.Dengan peralatan yang seadanya dan juga pasukan yang sedikit, para pembesar sunda dengan gagah beraninya melawan pasukan Gajah Mada, yang dilukiskan dalam Kidung Sundayana bahwa ada awalnya Patih Gajah Mada dan pasukannya terdesak, hingga pasukan bantuan datang dari ibukota Majapahit.
Dan Raja Sunda dan pengikutnya akhirnya gugur juga karena jumlah pasukan yang tidak berimbang. Dan khabar Gugurnya sang raja telah tiba ke Sang Mangkubumi. Maka sangat marahlah dia, ia kemudian mengumpulkan seluruh raja raja bagian dan pasukan dari berbagai negeri sunda. Disamping untuk membahas tragedi Sang raja di Majapahit, juga untuk membahas suksesi yang dipercepat. Disamping kemungkinan untuk menyerang wilayah Majapahit.
Tetapi kemudian datang utusan dari Majapahit, yang diwakili oleh utusan  dari Bali, yang menyampaikan surat dari Prabu Hayam Wuruk yang meminta maaf atas kejadian di Bubat.

3. Diangkatnya Raja Pendamping
Karena putra mahkota, Pangeran Wastukancana masih kecil (usia 9 tahun), dan masih terguncang oleh kematian ayah, ibu dan juga kakaknya. Maka disepakati bahwa Pangeran Wastukancana akan diangkat menjadi raja setelah ia dewasa. Dan untuk mengisi kekosongan tahta, maka diangkatlah raja pendamping, yaitu pamannya sendiri, Mangkubumi Suradipati. Dan bergelar Prabu Bunisora.
Peristiwa kematian sang raja dan bangsawan bangsawan sunda telah begitu menyedihkan, dan menjadi tragedi nasional dari kerajaan Sunda. Dan tidak sedikit dari para raja bagian dan juga kaum bangsawan lainnya, yang merasa bahwa mereka harus balas dendam dengan menyerang kerajaan Majapahit. Tetapi hal ini bisa tidak dilakukan karena Raja Hayam wuruk meminta maaf atas kejadian tersebut, dengan mengutus utusan raja dari Bali.
Dan supaya tidak terjadi hal serupa, maka kemudian sang Raja baru mengumumkan suatu maklumat yang disebut dengan Larangan Estri ti kaluaran. Yang melarang seluruh anggota keluarga kerajaan untuk kawin dengan di luar negeranya.

BAB II ERA WASTUKANCANA BERKUASA
Wastukancana merupakan putra ke-4 dari Prabu Linggabuana dengan prameswari yang bernama Lara Lisning. Anak pertama Prabu Lingga Buana yang bernama Dewi Citrresmi atau kemudian terkenal dengan nama Dyah Pitaloka gugur bersama ayahnya dalam tragedi Bubat.
Wastukancana tumbuh dibawah bimbingan ibunya Lara Lisning yang tidak ikut ke majapahit dan juga pamannya, Prabu Suradipati Bunisora yang menjadi raja pendamping selama 13 tahun, dari tahun 1357 hingga 1371 M. Di bawah bimbingan pamannya, Wastukancana kemudian berkembang menjadi seorang  raja yang seimbang, kebesaran budi pekertinya, seperti tersebut dalam wasiatnya yang tertulis pada prasastinya kawali.
Pada tahun 1357 M, pada usia 23 tahun, Wastukancana kemudian dinobatkan sebagai raja Sunda dengan gelar Mahaprabu Niskala Wastukancana atau Prabu Resi Buana Tunggal Dewa. Karena Prabu Bunisora lebih memilih untuk menjadi seorang pertapa.
Sebelum menjadi raja wastukancana sering melanglang buana ke Lampung yang waktu itu merupakan wilayah kerajaan Sunda. Sehingga pada usia 20 tahun, ia menikah dengan anak penguasa Lampung, Resi Susuk Lampung, yang bernama Dewi Sarkati dan berdiam di keraton Pakuan. Dan setelah dinobatkan menjadi raja, pada usia 23 tahun, ia juga menikah dengan putri dari Prabu Suradipati Bunisora yang bernama Mayangsari, yang berdiam di keraton Surawisesa Kawali.
Diceritakan bahwa Prabu Niskala Wastukancana dikarunia panjang umur (127 tahun), dan ia sendiri berkuasa hampir 104 tahun dengan bijaksana.
Ia meninggal dan dipusarakan di Nusalarang sehingga ia kemudian dikenal dengan Sang Mokteng Nusalarang. Dan membagi wilayah sunda kepada 2 orang anaknya, yang satu berkuasa disunda sebelah barat (pakuan) dan sunda sebelah timur (galuh).


1. Masa Kekuasaan  (mp. 1371-1475 M).
Prabu Niskala wastukancana diberi karunia umur panjang. Sehingga ia memerintah di tanah sunda selama 104 tahun (mp. 1371-1475 M).. Selama memerintah di masa pemerintahannya ia memerintah dengan bijaksana. Bahkan sangat dipuji oleh penulis Carita Parahiyangan dalam naskahnya:”
Boga anak, Prebu Maharaja, lawasna jadi ratu tujuh taun, lantaran keuna ku musibat,
Kabawa cilaka ku anakna, ngaran Tohaan, menta gede pameulina.
Urang rea asalna indit ka Jawa, da embung boga salaki di Sunda. Heug wae perang di Majapahit.
Aya deui putra Prebu, kasohor ngaranna, nya eta Prebu Niskalawastu kancana, nu tilem di Nusalarang gunung Wanakusuma. Lawasna jadi ratu saratus opat taun, lantaran hade ngajalankeun agama, nagara gemah ripah.
Sanajan umurna ngora keneh, tingkah lakuna seperti nu geus rea luangna, lantaran ratu eleh ku satmata, nurut ka nu ngasuh, Hiang Bunisora, nu hilang di Gegeromas. Batara Guru di Jampang.
Sakitu nu diturut ku nu ngereh lemah cai.
Batara guru di Jampang teh, nya eta nyieun makuta Sanghiang Pake, waktu nu boga hak diangkat jadi ratu.
Beunang kuru cileuh kentel peujit ngabakti ka dewata. Nu dituladna oge makuta
anggoan Sahiang Indra. Sakitu, sugan aya nu dek nurutan. Enya eta lampah nu hilang ka Nusalarang, daek eleh ku satmata. Mana dina jaman eta mah daek eleh ku nu ngasuh.
Mana sesepuh kampung ngeunah dahar, sang resi tengtrem dina ngajalankeun
palaturan karesianana ngamalkeun purbatisti purbajati 35). Dukun-dukun kalawan tengtrem ngayakeun perjangjian-perjangjian make aturan anu patali jeung kahirupan,
ngabagi-bagi leuweung jeung sakurilingna, ku nu leutik boh kunu ngede moal aya
karewelanana, para bajo ngarasa aman lalayaran nurutkeun palaturan ratu.
Cai, cahaya, angin, langit, taneuh ngarasa senang aya dina genggaman pangayom jagat.
Ngukuhan angger-angger raja 36), ngadeg di sanghiang linggawesi, puasa, muja taya wates wangenna.
Sang Wiku kalawan ajen ngajalankeun angger-angger dewa, ngamalkeun sanghiang Watangageung. Ku lantaran kayakinan ngecagkeun kalungguhanana teh.

Diganti ku Tohaan Galuh, enya eta nu hilang di Gunung tiga. Lawasna jadi ratu tujuh taun, lantaran salah tindak bogoh ka awewe larangan ti kaluaran.

2.Kota Pelabuhan & Perkembangan Islam Di Tanah Sunda
Sejak era kekuasaan Sang Aki Kolot ada perpindahan ibukota kerajaan sunda, dari Pakuan ke Kawali. Raja raja Sunda di era itu hingga Prabu Wastukancana berdiam di istana Surawisesa di Kawali.
Karena keraton resmi berpusat di Keraton Surawisesa Kawali. Maka pelabuhan yang menamin perdagangan dengan negara negara lainnya, berpusat pada 2 pelabuhan penting yang relatif dekat dengan pusat kekuasaan di Kawali, yaitu: Karawang dan Cirebon. Hal ini berbeda dengan era Pakuan dimasa cucunya, Prabu Jaya dewata, pelabuhan yang penting adalah Sunda kalapa dan banten. Meskipun kedua pelabuhan Cirebon dan Karawang juga masih memegang peranan penting. Terutama Cirebon telah menjadi penting dalam islamisasi di tanah sunda.
Karena menjadi pusat perdagangan dengan dunia luar, maka kedua kota pelabuhan kerajaan ini juga menjadi tempat awal kontak dengan pedagang pedagang Islam dari berbagai negara, baik timur tengah, India dan negeri negeri asia tenggara lainnya. Kedatangan Syekh Quro ke Karawang dan Syekh Datuk Kahfi ke Cirebon menandai era Islam mulai masuk ke tataran Sunda.

a.. Kota Pelabuhan Cirebon
Pelabuhan Cirebon mempunyai peranan penting dalam perdagangan kerajaan Sunda di era keraton di Kawali. Apalagi ketika syahbandar dipegang oleh kerabat istana sendiri. Sehingga Crebon kemudian menjadi pelabuhan utama.  Karena itu banyak sekali yang datang ke Cirebon ini dalam urusan perdagangan dan lainnya.
Dan tidak ketinggalan banyak tokoh tokoh Islam yang mulai menetap di kota ini, diantaranya Syekh Datuk Kahfi atau kemuudian terkenal dengan nama Syekh Nurjati. Dan karena pengaruh tokoh ini, dan juga tokoh tokoh istana yang beragama Islam, telah menjadikan Cirebon kemudian berubah menjadi pusat Islamisasi di tanah sunda.

b.. Kota Pelabuhan Karawang
Pelabuhan di Karawang merupakan salah satu pelabuhan yang terkenal di era Prabu Wastukancana di era istana di Kawali, selain cirebon. Kasrena dilewati oleh aliran Sungai Citarum, menjadikan kota ini dianggap salah atu kota pelabuhan terpenting di era istana Kawali.
Karena itu banyak orang yang datang, baik dalam upayanya sistem perdagangan. Dan salah satu tokoh Islam justru tinggal dan menaetap di kota ini, yaitu Syekh Quro.

3.Ditakdirkan Menyaksikan Runtuhnya Majapahit
Setelah peristiwa Bubat pada tahun pada tahun 1357 M, seolah Majapahit telah kehilangan kepercayaannya dari para relasinya. Peristiwa Bubat dianggap telah mencoreng jiwa ksatria, sehingga menjadi bahan cemoohan terhadap Majapahit dari relasi relasinya. Dan lambat laun pengaruhnya juga mulai menurun dalam kancah international. Tanda tanda kemunduran Majapahit mulai kelihatan ketika Hayam Wuruk masih berkuasa. Dengan dipersalahkannya Gajah Mada dalam peristiwa Bubat telah memasuki Majapahit ke arah kemundurannya.
Hal ini berbanding terbalik dengan kerajaan Sunda. Konon setelah peristiwa tragedi Bubat ini nama sunda semakin harum. Bahkan nama prabu Linggabuan yang meninggal dalam peristiwa bubat digelari dengan nama Prabu Wangi, karena begitu harum namanya di dunia international. Jadi sedemikian terkenalnya nama sunda, maka ketika orang orang eropa datang ke nusantara, maka yang ia dapati adalah anama sunda. Sehingga dalam peta yang dibuat oleh orang eropa, dia membaginya dengan nama Sunda besar dan Sunda kecil. (sunda besar untuk menamai pulau pulau sumatra, kalimantan dan Jawa. Sedang sunda kecil untuk menmai gugusan pulau pulau kecil di sebalah timur indonesai sekarang.
Kemunduran dan kehanncuran Majapahit ini juga sangat mengherankan bagi Prabu Wastukancana, seolah tanpa serangan dari luarpun lambat laun Majapahit telah kehilangan pengaruhnya, terutama dalam hubungan international. Bahkan setelah raja Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389 M, Majapahit telah memasuki masa yang suram. Dan puncaknya terjadi perang saudara yang disebut dengan Perang Paregreg yang diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406 M.Dengan demikian tidak lebih 50 tahun setelah perang bubat, majapahit justru menuju kehancurannya. Wilayah Majapahit terpecah pecah menjadi negara negara kecil.
Perang Paregreg terjadi karena perebutan kekuasaan antara Wirabhumi dan Wikrawardana. Hayam Wuruk dari prameaswarinya tidak mempunyai anak laki laki. Putrinya dari prameswari yang bernama Kusumahwardani, yang menjadi putri mahkota, menikah dengan sepupunya sendiri yang bernama Wikrawardana, menjadi pewaris kekuasaan selnjutnya. Tetapi putra Hayam wuruk dari selir, yang bernama Wirabumi menuntut hak tahta, karena ia merasa sebgai anak laki laki sang Raja. Perang Paregreg ini dimenangkan oleh Wikrawardana, dan Wirabhumi kemudian dihukum pancung.
Wikrawardana berkuasa di Majapahit hingga tahun 1426 M. Kemudian dilanjutkan oleh putri Wikrawardana yang bernama Ratu Suhita yang berkuasa dari tahun 1426 hingga 1447 M.  Kemudian tahta turun ke adik Ratu Suhita yang bernama Kertawijaya(memerintah hingga 1451 M. Dan seterusnya kekuasaanya  menyempit dari waktu ke waktu hingga jatuh diserang Demak pada tahun 1478 M. Majapahit jatuh atau hanya tinggal nama setelah Prabu Wastukancana meninggal 3 tahun sesudahnya, dan digantikan oleh putranya Prabu Ningrat Kancana. Karena itu setelah Prabu Wastukancana meninggal, terjadi pengungsian besar besaran dari wilayah Majapahit ke wilayah kerajaan Sunda. Dengan demikian Prabu Wastukancana di takdirkan berumur panjang untuk menyaksikan bentuk penghianatan, gugurnya sang ayah dan kehancuran negara yang membinasakan sang ayah.

3.Prasasti
Prabu Niskala wastukancana adalah salah seorang raja sunda yang banyak meninggalkan prasasti, diantaranya ditemukan di situs Astana Gede kawali. Situs ini terletak di dusun Indrayasa desa kawali. Prasasti ini pertama kali ditemukan oleh seorang letnan gubernur jendral Inggris, Thomas Stamford Raffles pada tahun 1817 M.
Bunyi dari prasasti tersebuat, sebagai berikut:

“Nihan tanpa Kawali ma siya mulia tanpa bhagya parebu raja wastu mangadeg di kuta kawali nu mahayu na kadatuan surawisesa nu marigi saliling dayeuh nu najur sagala desa aya ma nu pandeuri pakena gawe rahhayu pakeun heubeul jaya dina buana.”
(Yang bertapa di kawali ini adalah yang  mulia pertapa yang berbahagia Prabu Wastu yang bertahta di kota Kawali, yang memperindah Keraton Surawisesa yang membuat parit (pertahanan) sekeliling ibukota, yang mensejahterakan (memajukan peranian) seluuh negeri . Semoga mereka yang dikemudian, membiasakan diri berbuat kesejahteraan sejati agar tetap unggul dalam perang.”)

BAB III TURUNAN PRABU NISKALA WASTUKANCANA

1.. Dari Istri Pertama, Dewi Sarkati
Dari istri pertamanya, Dewi Sarkati,Resi Susuk Lampung, Prabu wastukancana mempunyai seorang putra yang diberi nama sang Haliwungan,  yang lahir di istana / keraton Pakuan. Karena itu dikemudian hari Sang Haliwungan menjadi raja di Pakuan dengan gelar Prabu Susuk Tunggal.
Prabu Susuk Tunggal (mp. 1382-1482 M)  berkuasa di tanah kerajaan Sunda, dari sungai citarum ke barat. Ia berkuasa  cukup lama (selama 100 tahun),  sebab sudah dimulai saat ayahnya masih  berkuasa di daerah timur.
Prabu Susuk Tunggal atau Sang Haliwungan menggantikan tahta kerajaan Sunda dari ayahnya, di daerah Parahiyangan bagian barat yang bertahta di Pakuan, sedang saudara seayah lain ibu, Prabu Dewa Niskala berkuasa di galuh (parahiyangan timur).
Prabu Susuk Tunggal  yang berkuasa di Pakuan , kemudian membangun  pusat pemerintahan  dan membangun keraton Sri Bima Punta narayana  Madura Suradipati.
 Prabu Susuk Tunggal  tidak mempunyai anak laki-laki. Putrinya, Kentrik  Manik Mayang sunda,   kemudian menikah dengan Jayadewata, putra Prabu Dewa Niskala dari kraton Galuh. Dengan demikian  jadilah raja Sunda dan Galuh yang seayah (keduanya putra dari Wastukencana) menjadi besan.
Setelah Prabu Susuk Tunggal, tahta Sunda kemudian digantikan oleh mnenantunya, Prabu Jayadewata, yang kemudian bergelar Sri Baduga Maharaja, yang mempersatukan 2 istana Sunda, keraton Galuh dan Pakuan.

2.. Dari istri Kedua, Mayangsari
Dari istri keduanya, Mayangsari, putri dari mangkubumi Prabu Suradipati Bunisora, Prau Niskala Wastukancana mempunyai 4 orang anak, yaitu: Ningrat Kancana, Ki Gedeng Sindang Kasih, Surawijaya sakti atau Ki Gedeng Singapura, dan Ki Gedeng tapa.

a..Ningrat Kancana
Ningrat Kancana atau dikemudian hari dikenal dengan nama Prabu Dewa Niskala merupakan anak pertama Wastukancana dari istrinya Mayangsari. Sebagai putra pertama ia kemudian dijadikan putra mahkota dan juga diberi jabatan penting dalam keraton Surawisesa di kawali. Sebelum diangkat menjadi Raja Galuh,  ia telah menjabat menjadi  mahamantri keraton Surawisesa.
Ningrat Kancana kemudian diangkat menjadi raja galuh, dengan gelar penobatan Prabu Dewa niskala. Ia berkuasadi timur sungai Citarum hingga sungai Cipamali.

(Lanjut)
Dari berbagai sumber

By Adeng Lukmantara
Peminat Studi Peradaban Sunda dan Islam

Asal Hariang - Buahdua - Sumedang 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar