Sangat sulit memang mencari
sejarawan idealis yang ingin mengungkap sejarah yang sesungguhnya dari suatu
peradaban, baik di wilayahnya atau dalam tataran yang lebih luas. Kita harus
angkat topi kepada sejarawan yang mendedikasikan untuk sejarah itu sendiri,
tanpa kepentingan polittik sesaat yang ditunggangi oleh penguasa di zamannya.
Sulit memang mencari sesuatu yang ideal, tetapi tidaklah sulit mencari orang
yang benar-benar mendedikasikan dalam sejarah.
Dan tidak sulit juga mengidentifikasikan sejarawan kacung atau sejarawan
bayaran, hanya untuk kepentingan sesaat atau bayaran untuk melegalkan
kepentingan seseorang. Sebagai contoh dalam kasus Rancamaya, untuk melegalkan
perumahan Rancamaya di Bogor, para tokoh yang ingin menghancurkan sisa-sisa
sejarah, berusaha untuk membenarkan bahwa memang situs Rancamaya adalah mitos,
dengan juru bicaranya seseorang yang menganggap dirinya sebagai sejarawan.
Orang inilah yang disebut sejarawan kacung, yang tidak layak diambil
pendapatnya.
Mungkin yang harus dijadikan
prinsip oleh sejarawan sekarang adalah “informasi yang sedikit merupakan awal
dari pencarian”. Maksudnya jika ada informasi sejarah, maka sebenarnya harus
dari sanalah kita meneliti sejarah. Harus kita sadari bahwa tidak mungkin, dalam
hitungan ratusan tahun dengan jumlah populasi yang banyak tidak mempunyai
sejarah. Yang jelas dengan komunitas yang banyak dengan lokasi yang menyebar
pasti ada sejarahnya. Sesuatu hal yang tidak mungkin kalau tidak punya sejarah.
Sumber sejarah bisa digali dari
berbagai cerita masyarakat, atau mitos sekalipun. Tetapi hal ini belum bisa
disebut sejarah, karena sejarah harus berdasar pada sumber tulisan, misal
prasasti atau karya tulis yang dibuat di zaman pelaku sejarah atau sejarawan
negara lain yang menceritakan tentang kerajaan atau wilayah tersebut
dizamannya. Tetapi mitos sebenarnya bisa dijadikan sebagai awal dari pencarian
bukti tertulis. Setiap cerita atau mitos kadang di awali dari sejarah
daaerahnya/ seseorang diwilayahnya. Tetapi karena sumber lisan sangat dominan
dalam budaya indonesia, maka cerita sejarah kadangmengalami penambahan atau
pegurangan. Penambahan atau pengurangan (distorsi) sejarah terjadi karena daya ingat
seseorang yang terbatas, terutama penceritaan dari generasi-ke generasi pasti
ada sesuatu yang hilang atau ditambah. Sehingga cerita kehilangan makna
sejarah, karena hanya mengandalkan lisan, dan hanya sedikit yang di tulis dalam
bentuk tulisan.
Dari anggapan ini, kita sebagai
generasi yang kekurangan sejarah, jangan terlalu prontal dalam membangun paradigma
sejarah. Tetapi sejarah harus dikembalikan pada pengungkapan sejarah yang
sebenarnya yang didasari oleh berbagai informasi sejarah. Informasi sejarah
adalah tulisan sejarah. Jika tidak ada tuisan di negara kita, maka kita harus
mencari sumber lain dari sejarah negara lain di zamannya.
Negara indonesia memasuki wilayah
sejaarah baru pada abad ke-4 masehi, setelah ditemukan prasasti kerajaan di
kutai di kalimantan. Dan sumber sejarah
pertama di jawa ditemukan di wilayah tatar sunda (wilayah barat jawa), dengan
ditemukannya prasasti peninggalan dari kerajaan Tarumanagara. Sejarah kerajaan
Tarumanagara semakin kuat karena ada sejarawan dari negara lain (Cina) yang menceritakan
kerajaan ini. Di tanah sunda juga ada naskah waangsakerta yang banyak menceritakan
tentang kerajaan Tarumanegara ini. Meskipun naskah ini kadang diperebatkan karena kehebatannya dalam mengungkap
sejarah padahal ditulis di abad ke-17 M, sehingga sebagian sejarawan
beranggapan “tidak mungkin” penulis sejarah kita dapat mengungkap sejarah
begitu detailnya.Sehngga karya dari wangsakerta ini tidak dajarkan dalam
sejarah di negeri ini.
Jika orang yang berpikir sejarah, mungkin
sejarawan negeri ini harus mengacungkan jempolnya pada Pangeran Wangsakerta
ini, meskipun karyanya banyak diragukan orang karena demikian detailnya, tetapi
bagi sejarawan yang idealis ini merupakan karya besar yang memungkinkan
penyelidikan sejarah dinegeri ini lebih gampang. Karena awal penyelidikannya
sudah jelas. Apakah cerita dalam tulisan wangsakerta itu memang sejarah atau
bukan. Yang berarti para sejarawan berikutnya harus bekerja lebih intensif untuk
memberikan sejarah yang lebih akurat.
Dalam sejarah sunda, sumber yang
paling bisa dijadikan pengkajian sejarah, disamping naskah wangsakerta juga ada
naskah Carita parahiyangan yang ditulis apa abad ke-16 M, disaat kehancuran
kerajaan pajajaran dengan anaisis yang
cukup membantu pengungkapan sejarah sunda. Meskipun berlatar belakang sejarah
Galuh, dan tidak menceritakan kerajaan sunda yang detail, tetapi cukup memberi
informasi yang penting, termasuk urutan penguasa, lamanya berkuasa, tempat
dimakamkan, dan kondisi saat berkuasannya raja tretentu yang dianggap gagal dan
berhasil. Naskah carita Parahiyangan ini, tidak hanya para sejarawan negeri ini
yang meneliti, tetapi sejumlah sejarawan belanja juga meneliti tentang naskah
ini.
Disamping naskah Carita parahiyangan,
naskah primer lainnya adalah naskah Bujangga Manik. Bujangga manik adalah
bangsawaan sunda yang kemudiaan mengambil jalan resi/ pendeta sebaagai jaalan hidupnya. Ia
kemudian melakuan perjalanan ke timur termasuk bali, dan menceritakan
tempat-tempat yang dilewatinya. Sejumlah tempat sekarang banyak yang sudah ada
sejak dulu. Setidaknya jika perkiraan Prabu Bujangga Manik melakukan perjaanan
diawal abad ke-16 M, dari lokasi-lokasi yang beraada di naskah ujangga manik, berarti
sudah ada 400 tahun yang lalu.
Dari cerita Bujangga manik, nama Sumedang belum dikenal, nama sumedang dizamnaanya
masih disebut Medang Kahiyangan, sedang gunung tanpomas dan sungai cimanuk
sudah dikenal di masanya. Lokasi atau koata atau tempat yang cukup dikenal tua
dalam sejarah sunda adalah galuh (sekarang lokasinya sekitar ciamis).
Galunggung, dan Kuningan. Kuningan adalah kota yang didirikan sekitar abad ke 8
atau 9 M, oleh Seuweukarma (Demunawan), yang mempunyai pengaruh yang besar
terhadap kerajaan sunda, karena pengaruh kekuasaan agamanya. Jadi jika ada
sejarawan yang mengait-ngaitkan asal nama kuningan dengan abad sesudahnya,
termasuk dengan sejarah sunan Gunung Jati adalah kebohongan besar, kecuali
hubungannya dengan sejarah penaklukan Kuningan oleh Sunan Gunung Jati, siapa
yang menaklukan, penguasa kuningan waktu itu dan lain-lain, hal tersebut memang
sejarah. Tetapi jika mengait-ngaikan
asal usul nama setelah abad ke 8 M, maka berarti sudah ada rekayasa. Galunggung
adalah nama tempat yang banyak disebut-sebut dalam cerita parahiyangan. Galunggung
merupakan pusat keagamaan di kemaharajaan sunda. Tempat ini sangat berpengaruh
karena didirikan oleh anak pendiri kerajaan Galuh, yang bernama Sempak Waja.
Turunan Sempak Waja inilah yang dikemudian hari paling dihormati dalam bidang
keagamaan di tanah sunda. Galunggung sekarang ini hanya dikenal sebagai nama
gunung, yaitu gunung Galunggung yang pernah meletus di era tahun 1990-an.
Dalam Sejarah kita banyak dikisahkan sebagai
sejarah bumi hangus, jika suatu negara berkuasa maka saingannya atau wilayah
terdekat harus dibumihanguskan. Sejarah Singosari dan Kediri menandai sejarah
bumi hangus tersebut. Di era Pajajaran terakhir juga demikian, setelah pakuan
dikuasai oleh kerajaan banten, istana kerajaan ada kemungkinan dihancurkan,
karena untuk menghilangkan agar tidak ada lagi raja yang diangkat di tanah
tersebut. Sehingga simbol pengangkatan raja-raja juga diboyong ke Sarasowan Banten.
Jadi kerajaan Pajajaran seolah sirna, karena simbol kejayaannya sudah hancur
dan hingga kini sisa-sisanya belum ditemukan di mana berada.
Karena belum ditemukan hingga
kini, maka kaum yang mengidolakan sedemikian besarnya atau yang tidak menerima
realitas, sehinggga membangun mitos-mitos bahwa balatentaranya berubah menjadi
hariamau. Dan kaum sejarawan beriktnya juga seolah prustasi karena belum
ditemukannya sisa-sisa kerajaan Pajajaran, sehingga banyak dimamfaatkan oleh
pengembang perumahan, jadilah sejarawan kacung, yang menerima dalil sejarah
karena bayaran, atau pesanan, seperti kasus Rancamaya. Padahal dalam Carita
parahiyangan diceritakan bahwa Sri Baduga Maharaja atau Prabu siliwangi
dipusarakan di Rancamaya. Harusnya para sejarawan mengkaji dan menyelidiki,
dimana letak pusara atau makam Prau Siliwangi tersebut, bukan malah dengan
mudahnya membangun dalil karena bayaran.
Citarum merupakan pusat peradaban
sunda di mulai. Sungai peradaban, begitulah yang sangat cocok untuk menamai
kata lebih untuk sungai ini. Karena Dari nama sungai inilah kerajaan
Tarumanagara beasal. Jadi kemungkinan di sekitar aliran sungai Citarum ini
pasti terdapat pusat-pusat peradaban sunda. Citarum hingga kini masih sangat
berperan bagi peradaban masa kini. Citarum adalah penghasil listrik terbesar,
disana setidaknya ada 3 bendungan besar, yaitu Jatiluhur, saguling dan citara
yang menghasilkan ratusan megawatt listrik, yang mensuplay jawa barat dan juga
jakarta.
Sifatnya yang mengalir, sungai dianggap
sebagai sumber penghidupan, sehingga lama kelamaan menjadi pusat peradaban.
Tetapi kadang sungai itu juga mengalami aliran yang deras atau banjir, sehingga sungai kadang bisa
meluluhlantakan pusat-pusat peradaban di alirannya. Karena sebagai transfortasi terpenting,
kemungkinan di sekitar aliran sungai citarum terdapat pusat-pusat peradaban
atau pusat-pusat keagamaan. Naskah Wangsakerta meceritakan tentang percandian
di wilayah sungai Citarumin ini. Hingga sekitar tahun 1990-an, berita ini
dianggap bohong, Tetapi ditahun 1990-an dengan ditemukan situs candi di
Batujaya, menandai bahwa naskah ini tidaklah bohong. Percandian di Batujaya
dikatakan sebagai penemuan candi terbesar di tahun 1990-an. Candi-candi
ditemukan digundukan-gundukan/ bukit-bukit kecil di persawahan di Batujaya
Karawang.
Denga demikian Sejarah harusnya membuat
orang lebih insfiratif. Sejarah itu bukan hapalan kekuasaan dari tahun ke tahu
atau dokrin-dokrin sejarah yang dipaksakan seperti kalau kita belajar sejarah
dinegeri ini, sejarah yang penuh rekayasa. Sebenarnya bagi generasi sekarang
ini harusnya lebih instens dalam mempelajari sejarah, karena sumber-sumber
sejarah demikian gampang untuk di akses. Meskipun perlu penelusuran dari sumber
satu dengan sumber yang lain, tetapi setidaknya, kita tidak harus seperti zaman
sejarawan “ATJA” yang berusaha untuk menterjemahkan bahasa kuno ke dalam bahasa
sekarang ini.
Dan sejarah juga harusnya membuat
inspiratif dari berbagai bidang, sebagai contoh, dalam bidang perfilman, para
produser dan sutradara generasi muda sekarang harusnya banyak treinsfirasi oleh
sejarah ini. Bukan hanya film-film horor atau kekerasan yang menjadi wilayah
tontnan indonesia yang tidak mendidik. Sebagai misal “tentang kekuasaan setelah
Prabu Siliwangi atau Prabu jayadewata” atau dimasa Prabu Surawisesa. Dalam Carita
Parahiyangan diceritakan bahwa Prabu Surawisesa di zamannya melakukan 15 kali
pertempuran dengan pasukan Cirebon-Demak, dan tidak mengalami kekalahan, perang
di Kalapa (Jakarta) dengan Arya Burah, perang di Tanjung, di Ancol Kiyi, Wahanten
girang (Banten), di simpang, di Gunung Batu, di Saung agung, di Rumbut, d Gunung Banjar, di Padang, di
Pagoakan, di Muntur, di Hanum dan di Madangkahiyangan (sumedang). Baru setelah
penggantinya satu persatu wilayahnya dapatditaklukan. Kalapa dalam carita
parahiyangan di taklukan pada era Raja Nusa Mulya, raja terakhir 5 generasi
setelh Prabu Surawisesa.
Kembali lagi ke awal, sejarah
harusnya memberikan banyak insfiratif bagi generasi skarang. Di tanah Sunda
banyak sekali guru dan dosen sejarah, tetapi kebanyakan dari mereka adalah para
dokriner yang siap memberikan dokrin-dokrin sejarah, bukan ahli sejarah atau
peneliti sejarah, atau termasuk yang suka menulis dan mendokumentasikan
sejarah. Jadi meskipun sudah ada buku, mereka kebanyakan bagai sejarawan di
masa lisan (prasejarah) hanya menceritakan kata penulis sejarah yang ditunjuk
oleh penguasa, tanpa ikut serta menjadi
pengkritik sejarah dan juga pengembang dan penulis sejarah. Mereka juga mungkin
banyak yang tidak pernah membaca Carita parahiyangan, atau Naskah Bujangga
Manik, atau Naskah Wangsakerja, yang termasuk sumber sejarah primer di tanah
sunda. Padahal, sebenarnya sumber primer tersebut harusnya menjadi insfirasi
penyelidikan sejarah sejarah yang lebih lengkap.
Saya teringat oleh nasehat
seseorang, yang mungkin juga mengutip dari orang lain juga, “Jika tidak jadi pembuat sejarah,
jadilah penulis sejarah. Meskipun anda bukan ahli sejarah. Dan yang paling baik
dari itu semua adalah sebagai pembuat sejarah di masanya”. Sejarah disini bukan sejarah dalam arti sejarah an sich, tetapi menyangkut juga ilmu-ilmu lainnya, termasuk tekhnologi
By Adeng Lukmantara
(lokasi di Cipanas Cileungsing Buahdua Sumedang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar