Pengantar
Sebenarnya ada 2 kemungkinan, mengapa
tema-tema kolosal terutama yang menyangkut sejarah tidak pernah diangkat ke
dalam wacana atau tema perfilman di Indonesia. Kemungkinan yang pertama adalah
masalah dana yang besar, disamping kemungkinan juga tidak laku di pasaran, dan
yang kedua adalah memang sumber dari tema kolosal ini yang terbatas, karena
sangat jarang para sutradara atau penulis kisah yang menguasai atau yang konsen
terhadap sejarah.
Dengan demikian, meskipun tidak punya
latar belakang ahli sejarah, tidak punya latar belakang perfilman, tetapi tidak
salahnya, penulis menyajikan cerita berlatar belakang sejarah, dan kemungkinan bisa
dijadikan sumber ide untuk membuat film kolosal, siapa tahu sekarang itu masyarakat
justru menyenangi film film berbau kolosal, karena insan dan peminat perfilman indonesia,
rupanya sedang ada peningkatan.
Karena itu Latar belakang Ciung Wanara,
sangat cocok dibuat film kolosal seperti dalam film The Kingdom of The Heaven, karena
ada 3 unsur pokokyang menarik dari cerita Ciung Wanara itu, yaitu: Perang beberapa kali (perang
besar yang melibatkan pasukan besar sebanyak 3 kali), skandal percintaan & intrik intrik kekuasaan, serta menuntut hak. Karena itu jika dikemas
dengan bagus maka hasilnya juga akan cukup menjanjikan.
Sinopsis
Diawali dengan serangan besar besaran dan mendadak yang dilakukan oleh Rakeyan jambri / Sonjaya terhadap pamannya, Prabu Purbasora, sebagai balas dendam terhadap yang dilakukan sang paman, prabu Purbasora mengkudeta terhadap ayahnya, Prabu Sena, 7 tahun sebelumnya. Serangan itu dilakukan pada malam hari, dari 3 pasukan besar, yang masing masing dari kerajaan Sunda, kerajaan Medang, dan loyalis Prabu Sena yang ada di sekitar galuh, Rubuyut Sawal.
Kudeta berhasil, seluruh anggota keluarga Prabu Purbasora meninggal, kecuali patihnya, Bimaraksa, ia dan sedikit pasukannya mundur hingga suatu tempat dinamakan geger Sunteun.
Keberhasilan kudeta bukan berarti dengan mudah menjadi raja di negeri Galuh. Rakeyan Jambri dipaksa untuk kompromi tentang siapa yang berkuasa di tanah Galuh. Dari hasil kompromi tersebut, disepakti bahwa yang memerintah Galuh adalah Prabu Permanadikusumah. Seorang yang taat beragama dan menyenangi hidup bertapa. Permana pada awalnya sudah menolak, tetapi karena hasil dari suatu kesepakatan. akirnya ia juga menyepakatinya.
Untuk menjaga kesetian Galuh, maka Rakeyan Jambri mengawinkan Permana dengan Dewi Pangrenyep putri dari patih sunda, patih Anggada. Jamri juga mengangkat anaknya, Pangeran temperan Barmawijaya menjadi patih diistana Galuh.
Karena usia yang masih belia, dan berasal dari daerah yang sama, terjadilah skandall percintaan Temperan barmawijaya dengan dewi pangrenyep. Dan hal ini juga mulai tercium oleh Sang Raja. Dan dengan intrik-intrik supaya raja bertapa, maka sang raja pun kemudian merencanakan untuk bertapa sementara, dan kekuasaan sementara di berikan pada sang Patih. Dengan memamfaatkan kekuasaanya, kemudian sang temperan merencanakan untuk membunuh sang raja yang sudah menjadi resi tersebut. Setelah diundang ke istana untuk diminta penjelasan tentang mimpi 2 ratu Galuh, dan raja mengerti bahwa resi tersebut adalah rajanya, maka sang temperan memerintahkan pengawal untuk membunuh sang resi diperjalanan kembali ke pertapaannya. dan Sang raja juga memerintahkan pengawal yang kedua untuk membunuh pasukan yang mebunuh sang resi. Jadi ada kesan bahwa sang Raja yang menyelamatkan sang resi.
Setelah mengetahui sang raja meninggal, maka Temperan Barmawijaya kemudian diangkat menjadi raja Galuh, dan kedua istri raja sebelumnya kemudian ia kawin. Tetapi sang raja tetap resah terhadap kehamilan dari Ratu Naganingrum. Karena ia tidak pernah menggaulinya, berarti anak yang dikandung oleh naganingrum merupakan anak Raja Permanadikusumah.
Karena itu Raja Temperan dan istrinya Pangrenyep merencanakan untuk menyingkirkan sang bayi yang akan dilahirkan oleh Naganingrum. dan akhirnya Sang bayi dibuang ke tepi sungai cutanduy, dan bayi Naganingrum diganti dengan bayi anjing. Karena itu Naganingrum juga kemudian diusirnya keluar dari istana.
Bayi yangdibuang kemudian diambil oleh kakeknya, Aki Balangantrang, untuk dibesarkan dan dididik menjadi seorang jawara. Maka terkenal lah sang jawara yang bernama Ciung wanara, yang memberi harapan banyak orang, yang membasmi ketidak adilan, dan kejahatan.
Ciung Wanara besar kemudian diberitahu oleh kakeknya bahwa ia adalah seorang pangeran putra raja sebelumnya, karena itu ia hharus menuntut haknya. Karena itu ia memamfaatkan pesta sabung ayam untuk menyerang ibukota galuh. Dengan pasukan besar yang berasal dari loyalis kakeknya yang ada di Galuh, pasukan yang ada di geger sunteun, dan juga pasukan dari kerajaan tritunggal di kuningan- saunggalah. Maka ia menyerang ibukota Galuh di siang bolong, dan akhirnya sang raja dan istrinya bisa ditangkap dan dipenjara. Tetapi sang raja dan istrinya Pangrenyep dibebaskan oleh pasukan yang dipimpin anaknya, Hariang Banga.
Dalam pengejaran ke Medang Bumi Mataram, akhirnya sang raja dan dewi Pangrenyep terbunuh, dan Hariang Banga bisa meloloskan diri menuju kerajaan sunda.
Dengan terbunuhnya Sang raja, kemudian Ciung Wanara diangkat menjadi raja. Kematian Sang temperan barmawijaya terdengar hingga Medang Bumi mataram. rakeyan Jambri atau Sonjaya sangat marah mendengar anaknya meninggal. Maka ia kemudian mengirim pasukan dari Medang Bumi Mataaram untuk menyerang Galuh. Ia juga meminta bantuan pasukan sunda yang dipimpin oleh Hariang banga menyerang Galuh. Maka terjadilaah perang besar antara pasukan Ciung Wanara di galuh dengan pasukan Medang Bumi Mataram yang dibantu pasukan Sunda.
Dan perang berkecamuk hingga berhari hari, hingga pasukan Ciung wanara mulai terdesak. Tetapi kemudian perang ini dapat dihentikan oleh tokoh gaaluh senior yang masih hidup, yaitu Mahguru Demunawan. Diusia yang 93 tahun tersebut, sang ahaguru turun gunung, dan mulai melakukan perundingan di istana galuh. Dimana ketiganya harus menghentikan peperangan, dengan pembagian wilayah sebagai berikut: Hariang banga memerintah di tanah Suunda, Ciung Wanara di tanah Galuh, dan Sonjaya / Rakeyan Jambri agar kembali ke Medang Bumi Maataram.
Dan untuk mengikatnya, maka Ciung wanara dan Hariang Banga kemudian dinikahkan dengan cucu sang resi Demunawan.
Demiakian akhir dari cerita Ciung Wanara, yang berkuasa di tanah Galuh selama 43 tahun. Dan kemudian di Galuh ia diganti oleh menantunya, Sang Guruminda. karena ia hanya mempunyai 7 anak wanita. Dan Sang Guruminda ini kemudian terkenal dalam cerita rakyat yang bernama cerita Lutung Kasarung (yang akan dibahas kemudian)............
NASKAH
BAB I GALUH TAHUN 723 M
Desas desus tentang pemberontakan yang
dilakukan oleh Rakeyan Jambri telah tersebar di seantero negeri Galuh. Sehingga
pasukan Galuh dipersiapkan untuk menyambut peperangan tersebut.
Rakeyan Jambri atau terkenal juga
dengan nama Sonjaya adalah putra dari Prabu Sena atau Prabu Bratasenawa dari
istrinya yang bernama Sanaha. Prabu Sena
atau Prabu Bratasenawa adalah raja Galuh ke-3 (yang berkuasa dari tahun 709
sampai tahun 716 M), yang menggantikan ayahnya, Prabu Mandiminyak (yang
berkuasa dari tahun 702 hingga 709 M). Sedang Sanaha adalah anak dari Prabu
Mandiminyak dari istrinya Parwati, putri dari Ratu Shima dari kalingga atau
yang dikenal juga kerajaan Medang Bhumi Mataram. Dengan demikian, Prabu Senna
dan Sanaha adalah perkawinan sedarah, beda ibu. Prabu Sena dikudeta oleh kakak
seibunya, Prabu Purbasora pada tahun 716 M. Dan Prabu sena melarikan Diri ke
kerajaan asal istrinya di Medang Bumi mataram, dan ia kemudian menjadi raja
disana. Dan anak dari Prabu Senna, Rakeyan jambri kemudian pergi ke galuh untuk
menuntut haknya sebagai raja Galuh terhadap Prabu Purbasora.
Raja Galuh waktu itu, Prabu Purbasora,
sebenarnya tidak menginginkan perang saudara terjadi. Apalagi Rakeyan Jambri
adalah keponakannya sendiri, putra dari adik seibunya, Prabu Sena. Tetapi
apalah daya, Rakeyan Jambri telah begitu antusias untuk membalas dendam apa
yang dilakukan oleh Prabu Purbasora terhadap ayahnya, Prabu Sena, mengkudeta
dari tahta Galuh.
Prabu Purbasora merupakan anak pertama
dari Danghyang Guru Sempak Waja (pendiri kabuyutan Galunggung) dan istrinya,
Pwah Rababu. Sempak waja adalah anak pertama dari Wretikandayun, pendiri
kerajaan Galuh. Sempak Waja tidak bisa jadi raja karena giginya ompong. Anak
kedua Wretikandayun Jantaka juga tidak bisa jadi raja karena ia punya penyakit
kemir (burut). Sehingga pengganti wretikandayun adalah putra bungsunya, yaitu
Prabu Mandiminyak. Prabu Mandiminyak juga pada awalnya mendapat penolakan
sebagai raja, karena skandal percintaannya dengan pwah rababu, istri dari
kakaknya, sempak waja. Dari skandal percintaannya ini kemudian mendapat anak
yang bernama Sena, yang artinya sang salah. Dan Senna inilah kemudian yang
diangkat menjadi raja oleh ayahnya, Prabu Mandiminyak, menggantikan posisinya.
Hal inilah yang mendapat reaksi dari Prabu Purbasora, karena ia merasa paling
berhak atas tahta Galuh, disamping itu asal usul Raja Prabu Senna yang kurang
baik telah menambah hasrat nya untuk merebut tahta Galuh dari Senna. Sehingga
ia melakukan pemberontakan. Dan pada tahun 716 M, Prabu Purbasora dapat menguasai Galuh, dan iapun diangkat
menjadi raja Galuh yang ke-4. Prabu Senna terusir ke kerajaan istrinya, di
kalingga/ Medang Bumi Mataram. Dan 7 tahun kemudian, anak Prabu Sena, Rakeyan
Jambri atau Sonjaya yang sudah dewasa kemudian diutus untuk menuntut balas atas
terusir ayahnya di Galuh. Prabbu Senna
sebagai raja kalingga diabadikan dalam Prasasti Canggal (732 M)
Prabu Purbasora sebenarnya tidak
menyangka bahwa pemberontakan yang akan dilakukan oleh Rakeyan Jambri begitu
rapihnya. Sehingga persiapan untuk penghadangannya juga tidak begitu serius.
Pada hari sebelum pemberontakan yang
dilakukan rakeyan Jambri, Prabu Purbasora sebenarnya telah memanggil Sang Patih
Bimaraksa untuk membahas tentang pemberontakan yang dilakukan oleh
keponakannya, Rakeyan Jambri. Sang Raja dan Patih Bimaraksa tidak menyangka
bahwa Rakeyan Jambri menyerang Galuh dengan tiba tiba di malam hari. Karena
kebiasaan perang waktu itu, biasanya dilakukan berhadapan di siang hari, untuk
memamerkan kekuatan masing masing.
Rakeyan Jambri semakin percaya diri,
setelah ia diangkat menjadi raja Sunda yang ke-2 pada tahun 723 M, menggantikan
kakek dari Istrinya. Setelah diangkat menjadi raja ia bergelar Prabu Harisdarma
(dan setelah menguasai galuh iadikenal dengan nama Sonjaya). Prabu Sena
merupakan teman baik raja Sunda, Prabu Tarusbawa. Sehingga kemudian anaknya,
Rakeyan jambri dijodohkan dengan cucu dari raja Sunda tersebut, yang bernama
Tejakaancana, yang merupakan pewaris tahta sunda, karena ayahnya yang meninggal
ketika usia muda. Dengan status baru sebagai raja Sunda, Rakeyan jambri semakin
diatas angin. Balas dendam terhadap Prabu Purbasora dari Galuh seolah mendapat
jalannya sendiri. Ia kemudian merencanakan dengan matang proses penyerangan ke
tanah galuh.
Di tempat lain, Rakeyan Jambri pada
tahun 723 M, dikukuhkan menjadi raja sunda, menggantikan kakek istrinya, Prabu
Tarusbawa, yang meninggal dunia. Setelah menjadi raja sunda kepercayaan dirinya
semakin tinggi, sehingga pada tahun itu juga ia merencanakan untuk menyerang
Galuh.
Ia memamfaatkan kebesaran tentara kerajaan
sunda untuk menyerang ibukota Galuh. Ia
juga meminta bantuan pasukan dari Medang Bumi Mataram yang waktu itu diperintah
oleh ayahnya, prabu Sena, atas nama ibunya Sanaha. Disamping itu ia juga mendapat
bantuan dari sahabat dan loyalis ayahnya, Prabu Sena, di galuh, yaitu pasukan
dari gunung sawal yang dipimpin oleh Rubuyut Sawal.
Jambri telah memperhitungkan pasukannya
sedemikian rapi. Dari timur Rakeyan Jambri akan menyerang Galuh dari pasukan
kerajaan Medang bumi mataram. Sedang dari wilayah barat dan utara,akan
menyerang Galuh dari Pasukan Sunda yang dipimpin oleh patih Sunda kala itu,
sekaligus paman dari istrinya, Patih Anggada. Dan Jambri juga memamfaatkan
pasukan di sekitar Galuh, yang akan menjadi duri dalam daging pasukan galuh,
yang dipimpin oleh loyalis dan sahabat dari
Prabu Sena (ayahnya) yang ada di galuh, penguasa gunung syawal yaitu Rubuyut
Sawal.
Penyerangan terhadap Galuh dilakukan di
malam hari, dengan serangan secara tiba tiba / serentak, dari 3 arah secara
bersamaan. Sehingga pasukan Galuh seolah kaget dan kurang mengantispasi
serangan tersebut. Benteng Galuh yang dijaga ketat dengan mudahnya dapat
ditaklukan, sehingga dengan leluasa pasukan Jambri kemudian menyerang istana. Sehigga
istana jebol dan dapat dikuasai hanya dalam satu malam. Meskipun sang raja masih gagah berani
melakukan perlawanan, tetapi kemudian ia
sendiri gugur di medan perang tersebut.
Sedang Sang patih, Bimaraksa, dengan
gagah beraninya melakukan perlawanan. Tetapi pasukannya mulai terdesak, karena
pasukan lawan yang begitu banyak. Dan Karena mendengar sang Raja sudah gugur,
maka Sang Patih mulai berpikir, bahwa perlawanannya juga akan sia-sia jika
tetap melawannya. Ia sebisa mungkin menyelamatkan keluarga istana yang masih
selamat, dan mengamankannya ke tempat yang lebih aman. Ia sendiri
perlahan-lahan mundur, karena pasukan Rakeyan Jambri begitu besarnya.
Patih Bimaraksa dan sebagaian pasukan
kecil yang tersisa kemudian menyingkir ke daerah yang dinamakan Geger Sunten. Karena istana sudah
dikuasai dan raja meninggal, maka pasukan Jambri membiarkan pasukan Bimaraksa
pergi tanpa pengejaran yang berarti.
Patih Bimaraksa dan pasukannya yang
tersisa kemudian membangun padepokan di Geugeur Sunteun. Ia sendiri kemudian mengubah
namanya dengan nama Aki Balangantrang, untuk menghilangkan jejak dari kejaran
pasukan Rakeyan Jambri.
Padepokan geger sunteun ini, dikemudian
hari akan merepotkan kekuasaan Rakeyan Jambri dan anaknya di galuh, Prabu
Temperan Barmawijaya.
Bimaraksa adalah senapati Galuh dan
menjadi patih pada masa raja Prabu Purbasora, Ia juga merupakan menantu dari
Prabu Purbasora. Bimaraksa merupakan
cucu dari Wretikandayun, pendiri kerajaan Galuh. Ia merupakan anak dari
Jantaka, anak nomor dua Wretikandayun. Ayahnya, Jantaka, tidak bisa menjadi raja karena mempunyai
penyakit kemir (burut), sehingga ia memilih menjadi resi di Denuh, dan terkenal
dengan gelar Rahiyang Kidul. Bimaraksa adalah sebagian kecil dari pasukan Prabu
Purbasora yang bisa meloloskan diri dari serangan mendadak itu.
Setelah berhasil menguasai tahta Galuh,
Rakeyan Jambri , tidak serta merta bisa menguasai Galuh secara
keseluruhan. Ia belum bisa menyentuh
kekuasaan kakeknya di Galunggung, ayah dari Prabu Purbasora, yaitu Mahaguru
Sempak Waja. Kabuyutan Galunggung adalah wilayah suci otonom di kerajaan Galuh,
yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap raja raja di Galuh dan
sekitarnya (Kuningan, sunda, dan Saunggalah).
Sebagai daerah kekuasaan Agama, yang independen, kekuasaannya justru
melampuai kekuasaan Galuh itu sendiri. Sehingga Rakeyan Jambri sangat sulit
untuk menguasaianya, bahkan ia pernah dikalahkan oleh penguasa tritunggal andalan
Sempak waja, di kuningan. Karena itu Rakeyan jambri kemudian melakukan kompromi
dalam menentukan kekuasaan Galuh berikutnya. Karena ia sendiri kurang berminat
menjadi penguasa di Galuh. Apalagi ia telah menjadi raja di kerajaan sunda.
Sempak Waja adalah mahaguru yang sangat
dihormati. Ia adalah penguasa Kabuyutan Galunggung. Disamping, sebagai anak
raja pertama Galuh, ia juga sebenarnya adalah pewaris tahta pertama dari Galuh.
Tetapi karena giginya ompong sehingga,
kerajaan jatuh ke adik bungsunya, Prabu Mandiminyak. Yang nota bene adalah
kakek dari Rakeyan jambri sendiri.
Dengan demikian posisi Sempak Waja
begitu dihormati sekali, baik di tanah Galuh juga di tanah sunda, termasuk
Medang Bumi Mataram. Prabu Sena, juga sangat menghormati beliau. Karena itu,
Jambri seolah setengah hati dalam menghadapi Sempak Waja ini. Sehingga ia
dikemudian hari melakukan kompromi dalam menentukan penguasa Galuh berikutnya.
Pada awalnya Rakeyan Jambri meminta adi Prabu Purbasora yang menjadi raja
Galuh. Tetapi hal ini ditolak oleh Sempak Waja.
Dalam rangka kompromi tersebut, akhirnya
Jambri menerima usulan cucu dari Purbasora yang akan menjadi raja di Galuh,
yaitu Prabu Permanadikusumah,yang merupakan cucu dari Prabu Purbasora, yang
masih hidup. Prabu Permanadikusumah juga dianggap merupakan refresentasi dari
keluarga besar Wretikandayun, dimana turunan Sempak Waja dan Jantaka bersatu,
karena istri Permanadikusumah, merupakan anak dari Ki Bimaraksa.
Permanadikusumah
merupakan cucu dari Prabu Purnbasora. Istrinya, Naganingrum merupakan anak dari
Bimaraksa (aki Balangantrang). Karena itu penunjukan Permanadikusumah dianggap
sebagai hal yang tepat. Karena keduanya mewakili keluarga inti dari kerajaan
Galuh. Dimana Purbasora merupakan anak dari Sempak Waja, sedang Bimaraksa
adalah anak dari Jantaka.
BAB
II PRABU PERMANADIKUSUMAH
Penunjukan Permanadikusumah sebagai
raja pada tahun 723 M adalah bentuk kompromi dari Rakeyan jambri dalam rangka
menyejukan suasana Galuh, yang secara de fakto syah di kuasai oleh Jambri,
tetapi masyarakatnya masih menunjukan sikap yang sinis terhadapnya. Disamping
Jambri sendiri telah menjadi penguasa di negeri Sunda di Sundasambawa, menggantikan
kakek mertuanya, jadi Jambri kurang berminat untuk menjadi raja di Galuh.
Permanadikusumah sejak kecil dikenal
sebagai orang yang taat beragama. Ia sangat senang sekali bertapa, seolah
kecenderungan menjadi seorang resi lebih dominan dariapada menjadi seorang
Raja. Pada awlanya ia sendiri menolak menjadi raja. Tetapi karena restu dan
dorongan dari buyut dan kakeknya, sehingga ia ma menerima sebagai raja Galuh.
Permanadikusumah diangkat sebagai raja
galuh pada taun 723 M, oleh Rakeyan Jambri. Sebagai bentuk keseriusan dari Jambri
terhadapnya, maka Jambri juga mengawinkan Permanadikusumah dengan salah seorang
putri dari Patih Anggada dari kerajaan Sunda yang bernama Dewi Pangrenyep. Ia
sendiri pada awalnya sudah punya istri, yang bernama Naganingrum, anak dari
Patih Galuh, Bimaraksa.
Jambri adalah orang yang tahu bentuk
dari kesetiaan, yang beranggapan bahwa tidak mungkin musuh atau keluarganya
yang telah disingkirkan atau dibunuh akan dengan rela menerima apa yang telah
diberikan kepadanya. Karena itu Jambri kemudian mengangkat anaknya, pangeran
Temperan barmawijaya sebagai patihnya. Pengangkatan Temperan Barmawijaya
menjadi patih beralasan bahwa Galuh harus diatur oleh orang yang mewakili dari
3 orang keturunan Wretikandayun. Jika sosok Permanadikusumah dianggap sebagai
perwakilan dari turunan Sempak Waja dan Jantaka, maka Temperan Barmawijaya
dianggap mewakili dari turunan Prabu Mandiminyak.
Temperan Barmawijaya atau terkenal juga
dengan nama Rakeyan Panaraban adalah Putra dari Rakeyan Jambri dari istrinya
Putri Tejakencana, cucu dari raja sunda pertama. Dalam cerita rakyat, Temperan
Barmawijaya ini dinamakan Arya Kebonan. Rakeyan Jambri juga menikah dengan putri dari Dewasinga Raja
Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, yang beranam putri Sudiwara, dan ia
mempunyai anak yang diberi nama Rakai Panangkaran. Dari anaknya inilah kemudian
menurunkan dinasti sonjaya, baik di kerajaan sunda maupun di Medang Bumi
Mataram. Dari kerajaan Sunda, yang menjadi raja adalah keturunan dari Rakai
Panaraban atau Prabu Tempeeran Barmawijaya, sedang dari Medang Bumi mataram
adalah keturunan dari Rakai Panangkaran.
Prabu Temperan Barmawijaya sejak kecil
sudah berteman dengan Dewi Pangrenyep Karena itu ketika sama sama tinggal di
Galuh, seolah kenangan masa kecilnya tumbuh seiring dengan berlalunya waktu.
Karena itu kemudian terjadi skandal percintaan antara Pengrenyep dengan
temperan Barmawiajaya. Seolah skandal Cinta di istana Galuh terulang lagi,
Skandal Perselingkuhan
dan Upaya penyingkiran Raja dari Istana
Permanadikusuma mempunyai 2 orang
istri, yang pertama bernama Naganingrum, anak dari Bimaraksa. Dan yang kedua
adalah Dewi Pangrenyep, putri dari patih Anggada, patih dari kerajaan Sunda.
Perkawinan Permanadikusumah dengan
Pangrenyep adalah perkawinan politik. Dimana hal ini bertujuan untu kesetiaan
raja Galuh terhadap Jambri di kerajaan
Sunda. Disamping itu untuk mata mata jika terjadi upaya upaya perlawanan
terhadap Jambri, sedari awal bisa dideteksi. Hal ini juga sama dengan pengangkatan
Temperan menjadi patihnya.
Perkawinan sang raja dengan Pangrenyep
membawa masalah besar. Karena tidak didasarkan cinta lebih didasarkan
kepentingan politik, membuat mereka tidak terlalu dekat secara emosional.
Berbeda sikap Pangrenyep terhadap Temperan, karena berasal dari daerah yang
sama, juga dibesarkan bersama, seolah kenangan masa lalu terkenang lagi,
sehingga lambat laun terjadilah skandal perselingkuhan antara Pangrenyep dengan
patihnya, Temperan Barmawijaya.
Perselingkuhan ini sebenarnya mulai
tercium oleh sang raja, dan seolah sudah menjadi buah bibir dikalangan istana
dan rakyat. Tetapi hal ini masih bisa ditutupi karena mereka bersaudara, saling
sepupuan, dan juga dibesarkan bersama. Jadi kedekatan mereka seolah kedekatan
saudara. Meskipun bau perselingkuhan sudah mulai dirasakan oleh sang raja.
Karena skandal ini mulai tercium oleh
sang raja, dan sang raja karena dibesarkan
dalam moralitas agama yang tinggi, seolah ia ingin melepaskan tanggung
jawabnya terhadap kekuasaan. Karena itu sang raja mulai merencanakan untuk
bertapa, menghindari sementara dari kepenatan kekuasaan duniawi.
Dewi Pangrenyep adalah orang berperan
dalam penyingkiran sang Raja. Satatusnya sebagai istri raja dimamfaatkan
sedemikian rupa oleh Temperan untuk menyingkirkannya. Kegemaran Sang Raja untuk
bertapa dibuat seolah atas kemauannya sendiri untuk menghindari kekuasaan.
Hal ini sangat dimamfaatkan oleh
Temperan dan juga Dewi Pangrenyep, seolah mereka mendapat jalan yang begitu besar. Ide untuk bertapa seolah
mereka dukung dengan seksama. Bahwa sang raja memang harus bertapa untuk
menghilangkan kepenatan dalam berkuasa, apalagi sang raja sangat menyenangi
bertapa. Dengan berbagai cara dan upaya, bahwa ide bertapa itu merupakan suatu
keharusan dari sang raja.
Dan Temperan yang dibantu oleh
Pangrenyep berkata, bahwa sang raja jangan risau terhadap kerajaan, karena
kerajaan akan tetap aman sejahtera dibawah kendali sang patih. Jadi jika sang
raja sudah bertapa maka kekuasaan akan dikembalikan lagi kepada sang raja. Perkataan
yang seolah berasal dari lubuk hati yang dalam, padahal ia sudah merencanakan,
ketika sang Raja bertapa maka ia akan menghabisinya agar tidak kembali lagi.
Keinginan untuk bertapa kemudian
diungkapkan dalam sidang istana, dimana sebelum itu sang raja mengungkapkan
juga kepada orang kepercayaannya,seorang mentri yaitu Batara lengser.
Sebenarnya Batara Lengser mengetahui maksud dan tujuan dari sang patih Temperan
barmawijaya untuk mendukung sang raja bertapa itu, sebagai upaya untuk
menyingkirkan sang Raja. Tapi Sang raja berkata bahwa kita tidak boleh
berprasangka buruk terhadap orang. Tentu meskipun sang Batara Lengser
berpendapat dan menasehati sang Raja, tetap saja Sang Raja tetap terhadap
pendiriannya untuk bertapa. Hal tersebut diungkapkan juga oleh Naganingrum,
istrinya, yang mulai curiga dan cemas terhadap upaya upaya penyingkiran sang
raja. Naganingrum berkata: “ Paduka bagaimana nasib saya, jika paduka bertapa,
bukan saya tidak percaya pada sang patih dan juga istri paduka, Dewi Pangrenyep.
Tetapi saya hanya khawatir, bahwa ini merupakan rencana dari mereka berdua
untuk menyingkirkan paduka.”
Kekhawatiran dari sang istri pertama,
Naganingrum dan juga batara lengser
seolah ia nafikan. Dan ia berkata: “ Jangan khawatir adinda, saya hanya bertapa
untuk sementara saja, dan hal ini memang harus saya lakukan, untuk meminta
petunjuk dari sang maha kuasa. Karena saya juga sudah lama tidak pernah
bertapa, beribadah pada sang maha kuasa. Dan kekuasaan saya serahkan dulu
kepada sang Patih, temperan barmawijaya untuk mengurusi pemerintahan.
Setelah mengumpulkan pejabat istana,
termasuk patih, mentri mentri dan kedua istrinya, bahwa ia akan berangkat untuk
bertapa. Dan ia menyerahkan sementara tanggung jawab sebagai raja kepada Sang Patih. Dengan diiringi oleh cucuran air mata dari para mentrinya, kecuali patih
temperan, Pangrenyep dan pendukungnya, yang pura pura ikut bersedih juga.
Padahal dalam hati mereka sangat bahagia. Upaya penyingkiran sang raja, seolah
mendapat jalan yang terbuka lebar.
Para
Ratu Yang Bermimpi
Setelah Sang raja pergi bertapa,
skandal perselingkuhan antara Sang Patih yang sekarang sudah menjadi raja
sementara itu, dengan Dewi Pangrenyep begitu menjadi jadi, bahkan seolah mulai
dipertontonkan ke khalayak ramai. Sehingga di kalangan istana dan juga
masyarakat mulai menggunjingkannya.
Bahwa sang patih yang menjadi raja tidak bermoral dan lain sebagainya,
sehingga sang temperan mulai gampang tersinggung. Dan siapapun yang
menggunjingkannya akan diberi hukuman yang berat.
Tidak lama (beberapa bulan) setelah
kepergian sang raja, Temperan Barmawijaya mendapat khabar dari Ratu Naganingrum
dan juga Ratu Dewi Pangrenyep, bahwa suatu malam mereka berdua bermimpi
kejatuhan bulan (bulan jatuh diatas mereka). Temperan yang kini sudah menjadi
raja sementara tersebut mulai ketakutan, karena mimpi itu kaitannya bahwa
keduanya akan mempunyai anak atau akan hamil / sedang hamil.
Untuk meyakinkan mimpi mereka berdua
tersebut, Sang Temperan kemudian menyuruh Sang mentri Uwa Batara Lengser, untuk
mencari dan mengundang seorang pertapa untuk mempertanyakan hal tersebut. Dan
Sang Uwa Batara Lengser menyarankan untuk mengundang Pertapa baru yang bernama
Ajar Sukaresi, yang tiada lain Prabu Permana Dikusumah yang sedang menyamar.
Uwa Batara lengser yang mengetahui
bahwa Pertapa Ajar Sukaresi adalah Sang Raja Permana dikusumah. Dan sang raja
sendiri berkata kepada Uwa lengser, bahwa keberadaan dirinya jangan diberitahu
kepada orang lain, ermasuk istri-istrinya juga. Rambut sang pertapa sudah
begitu panjang, kumis dan janggutnya juga sudah menutupi sebagian wajahnya.
Sehingga kecuali Uwa Batara lengser yang tahu, yang lainnya tidak mengenalnya.
Setelah sang resi datang, maka
sang raja mulai mempertanyakan tentang mimpi yang aneh dari kedua ratu
tersebut. Maka sang resi berkata "Kedua ratu mengharapkan seorang anak, Yang Mulia." Meskipun
terkejut dengan jawabannya, Prabu Barma Wijaya masih bisa mengendalikan diri.
Ia ingin mengetahui seberapa jauh pengetahuan sang pertapa tersebut. Sang temperan kemudian mengajukan pertanyaan lain. "Apakah
mereka akan anak perempuan atau anak laki-laki?" Sang Resi berkata
"Keduanya anak laki-laki, Yang Mulia."
Sang raja sementara itu mulai resah,
dari apa yang diungkapkan oleh Sang resi tersebut. Ia mulai khawatir jika
ramalan itu terjadi. Ia tidak terlalu khawatir terhadap kehamilan Dewi
Pangrenyep, karena yakin bahwa anak yang dikandungnya merupakan anaknya, sedang
yang dikandung oleh Naganingrum itu bayi siapa? Itu pertanyaan yang tidak habis
pikir baginya, karena ia sendiri belum pernah menggaulinya. Dan Sang Temperan
mulai yakin bahwa anak yang dikandung oleh Naganingrum adalah anak dari
Permanadikusumah.
Sang Raja sementara juga mulai khawatir
terhadap ramalan Sang resi terutama tentang perkataan dari Sang Resi tersebut. Ia mulai ketakutan akan beredarnya khabar tentang kehamilan dua ratu tersebut. Apalagi ia mendapat bisikan dari salah seorang kepercayaannya, bahwa sang resi itu adalah Prabu Permanadikusumah.
Maka sang raja menyuruh orang kepercayaannya, untuk mengantarkan sang resi ke pertapaannya, dengan pesan nanti diperjalanan untuk dihabisi / dibunuh. Dan untuk menghapus jejak bahwa sang resi bukan dibunuh, maka ia mengirim pasukan kecil untuk membunuh, pasukan yang mebunuh sang resi tersebut. Dan hal ini diketahui oleh Aki Balangantrang.
Maka sang raja menyuruh orang kepercayaannya, untuk mengantarkan sang resi ke pertapaannya, dengan pesan nanti diperjalanan untuk dihabisi / dibunuh. Dan untuk menghapus jejak bahwa sang resi bukan dibunuh, maka ia mengirim pasukan kecil untuk membunuh, pasukan yang mebunuh sang resi tersebut. Dan hal ini diketahui oleh Aki Balangantrang.
Dalam cerita rakyat Resi Ajar sukaresi atau terkenal juga dengan nama Bagawat sajala Jala. Ia melakukan pertapaan di gunung Padang, berdasarkan Naskah Carita parahiyangan wilayah pertapaannya itu di Pamana Sunda (perbatasan Sunda) di Galuh barat di hutan tepi sungai Citarum. LOkasi tersebut sekarang diperkirakan di situs Negara Padang , Gunung Padang di desa Rawabogo kecamatan Ciwidey, kabupaten Bandung.Dalam Carita parahiyangan diceritakan bahwa ada pendeta dibunuh tanpa dosa yang namanya Bagawat sajala jala, dan roh pendeta tersebut nitis pada Sang Manarah.
Untuk membunuh sang resi tersebut banyak keris dan tombak yang tidak mempan terhadap sang resi. Tetapi karena bertubi tubi akhirnya sang resi juga cedera dan terbunuh. Setelah itu kemudian sang resi dibuang ke hutan, dan konon berubah menjadi seeokor naga besar, yang disebut dengan Nagawiru. Dimana dicerita selanjutnya, Sang Naga ini menjadi tempat peng-erem-an ayam kepunyaan Ciung Wanara, dan setelah besar sang ayam dilombakan pada pesta sabung ayam di kerajaan Galuh, dan tidak ada yang mengalahkan.
Untuk membunuh sang resi tersebut banyak keris dan tombak yang tidak mempan terhadap sang resi. Tetapi karena bertubi tubi akhirnya sang resi juga cedera dan terbunuh. Setelah itu kemudian sang resi dibuang ke hutan, dan konon berubah menjadi seeokor naga besar, yang disebut dengan Nagawiru. Dimana dicerita selanjutnya, Sang Naga ini menjadi tempat peng-erem-an ayam kepunyaan Ciung Wanara, dan setelah besar sang ayam dilombakan pada pesta sabung ayam di kerajaan Galuh, dan tidak ada yang mengalahkan.
Kedua
Ratu Hamil
Untuk meyakinkan ramalan sang resi,
maka Sang Temperan memanggil tabib atau dukun bayi untuk memeriksa tentang
ramalan sang resi tersebut. Dan sang dukun menyatakan bahwa memang mereka
berdua sedang hamil.
Dan terdengar khabar, bahwa sang resi
yang meramal itu telah meninggal dirampok, dan diceritakan oleh Uwa Batara
Lengser bahwa sang resi itu adalah Raja Prabu Permanadikusumah. Karena itu
semakin kuatlah posisi temperan di kerajaan Galuh. Karena sang raja sudah meninggal maka secara
otomatis kekuasaan jatuh ke tangan Temperan.
Maka setelah mengetahui Sang raja
meninggal, maka kalangan istana kemudian mengangkat Sang Temperan Barmawijaya
menjadi raja Galuh, menggantikan Permanadikusumah. Karena Sang Raja meninggal,
Raja baru tersebut kemudian mengawini kedua istri sang raja sebelumnya. Dengan demikian sudah resmilah kedua istri
raja tersebut menjadi istri sahnya.
Tetapi ia tetap khawatir tentang
kehamilan dari Naganingrum, karena ia sebelumnya tidak pernah menggaulinya. Dan
ia selalu terngiang ngiang akan mimpinya dia, bahwa sang bayi yang di kandung
oleh Naganingrum berkata: “Barma Wijaya, Engkau telah melupakan
banyak janjimu. Semakin banyak Anda melakukan hal-hal kejam, kekuasaan Anda
akan semakin pendek.."
Dan rupanya kehamilan dari Naganingrum
ini, telah menjadi isue penting dalam negeri Galuh. Seolah harapan baru dari
masyarakat lahir kembali seiring dengan bayi yang dikandung oleh Naganingrum.
Hal ini juga menimbulkan rasa resah sang raja temperan Barmawijaya. Karena itu
ia mulai merencanakan upaya-upaya untuk menyingkirkan bayi yang dikandung
Naganingrum jika lahir. Ia mulai berdiskusi dengan istri kesayaangaannya,
Pangrenyep, dan juga mentri-mentri kepercayaannya upaya-upaya penyingkiran bayi
Naganingrum jika lahir.
Di lain pihak Ratu Naganingrum juga
mulai resah akan keadaan anaknya jika lahir. Kekhawatiran itu muncul bukan
begitu saja muncul. Isue isue tentang penyingkiran atau pembunuhan sang bayi
yang akan lahir mulai santernya. Sang
Raja melihat bahwa bayi yang dikandung Naganingrum merupakan ancaman
terbesarnya. Kekhawatiran tersebut mulai
diutarakan Naganingrum ke orang kepercayaannya, sang mentri Uwa Batara Lengser.
Sang Uwa di utus untuk menemui ayahnya, Sang Bimaraksa atau yang waktu itu
terkenal dengan nama Aki Balangantrang, supaya dicari jalan pemecahannya untuk
menyelamatkan sang bayi dari Bapak tirinya jika lahir.
Agar skenario penyingkiran tidak
didahului sang raja dan juga Dewi pangrenyep, maka ada kesepakatan antara Aki
balangantrang, dan Uwa batara lengser, dan juga Naganingrum, bahwa jika bayi
dari Naganingrum lahir, maka bayinya akan diganti dengan bayi anjing, dan bayi
yang lahir akan diletakan di sisi sungai Citanduy, dan akan diambil oleh Aki
Balangantrang dan istrinya di tepi
sungai tersebut. Dan hal ini menjadi tanggung jawab Uwa batara Lengser, agar
seolah olah memang bayi itu akan dibuang dan sang bayi akan diganti dengan bayi
anjing. Dan aki Balangantrang mengingatkan kepada uwa Batara Lengser, agar
tugas tugas tersebut harus dijalankan oleh orang kepercayaan Uwa batara
Lengser, sehingga orang atau sang raja akan berpendapat bahwa kejadian itu
benar benar terjadi dan tanpa rekayasa.
Uwa Batara lengser melalui orang
kepercayaannya, menceritakan rencana penyingkiran bayi tersebut ke Dewi
pangrenyep, dan sang ratu sangat setuju terhadap rencana tersebut. Dewi Pangrenyep
tidak menyangka, bahwa semua itu adalah rekayasa Aki balangantrang dan juga Ua
Batara Lengser.
Dan terdengar khabar, bahwa sang resi
yang meramal itu telah meninggal dirampok, dan diceritakan oleh Uwa Batara
Lengser bahwa sang resi itu adalah Raja Prabu Permanadikusumah. Karena itu
semakin kuatlah posisi temperan di kerajaan Galuh. Karena sang raja sudah meninggal maka secara
otomatis kekuasaan jatuh ke tangan Temperan.
Maka setelah mengetahui Sang raja
meninggal, maka kalangan istana kemudian mengangkat Sang Temperan Barmawijaya
menjadi raja Galuh, menggantikan Permanadikusumah. Karena Sang Raja meninggal,
Raja baru tersebut kemudian mengawini kedua istri sang raja sebelumnya. Dengan demikian sudah resmilah kedua istri
raja tersebut menjadi istri sahnya.
Tetapi ia tetap khawatir tentang
kehamilan dari Naganingrum, karena ia sebelumnya tidak pernah menggaulinya. Dan
ia selalu terngiang ngiang akan mimpinya dia, bahwa sang bayi yang di kandung
oleh Naganingrum berkata: “Barma Wijaya, Engkau telah melupakan
banyak janjimu. Semakin banyak Anda melakukan hal-hal kejam, kekuasaan Anda
akan semakin pendek.."
Dan rupanya kehamilan dari Naganingrum
ini, telah menjadi isue penting dalam negeri Galuh. Seolah harapan baru dari
masyarakat lahir kembali seiring dengan bayi yang dikandung oleh Naganingrum.
Hal ini juga menimbulkan rasa resah sang raja temperan Barmawijaya. Karena itu
ia mulai merencanakan upaya-upaya untuk menyingkirkan bayi yang dikandung
Naganingrum jika lahir. Ia mulai berdiskusi dengan istri kesayaangaannya,
Pangrenyep, dan juga mentri-mentri kepercayaannya upaya-upaya penyingkiran bayi
Naganingrum jika lahir.
Di lain pihak Ratu Naganingrum juga
mulai resah akan keadaan anaknya jika lahir. Kekhawatiran itu muncul bukan
begitu saja muncul. Isue isue tentang penyingkiran atau pembunuhan sang bayi
yang akan lahir mulai santernya. Sang
Raja melihat bahwa bayi yang dikandung Naganingrum merupakan ancaman
terbesarnya. Kekhawatiran tersebut mulai
diutarakan Naganingrum ke orang kepercayaannya, sang mentri Uwa Batara Lengser.
Sang Uwa di utus untuk menemui ayahnya, Sang Bimaraksa atau yang waktu itu
terkenal dengan nama Aki Balangantrang, supaya dicari jalan pemecahannya untuk
menyelamatkan sang bayi dari Bapak tirinya jika lahir.
Agar skenario penyingkiran tidak
didahului sang raja dan juga Dewi pangrenyep, maka ada kesepakatan antara Aki
balangantrang, dan Uwa batara lengser, dan juga Naganingrum, bahwa jika bayi
dari Naganingrum lahir, maka bayinya akan diganti dengan bayi anjing, dan bayi
yang lahir akan diletakan di sisi sungai Citanduy, dan akan diambil oleh Aki
Balangantrang dan istrinya di tepi
sungai tersebut. Dan hal ini menjadi tanggung jawab Uwa batara Lengser, agar
seolah olah memang bayi itu akan dibuang dan sang bayi akan diganti dengan bayi
anjing. Dan aki Balangantrang mengingatkan kepada uwa Batara Lengser, agar
tugas tugas tersebut harus dijalankan oleh orang kepercayaan Uwa batara
Lengser, sehingga orang atau sang raja akan berpendapat bahwa kejadian itu
benar benar terjadi dan tanpa rekayasa.
Uwa Batara lengser melalui orang
kepercayaannya, menceritakan rencana penyingkiran bayi tersebut ke Dewi
pangrenyep, dan sang ratu sangat setuju terhadap rencana tersebut. Dewi Pangrenyep
tidak menyangka, bahwa semua itu adalah rekayasa Aki balangantrang dan juga Ua
Batara Lengser.
Uwa Batara Lengser sangat percaya pada
ungkapan Aki balangantrang bahwa “Segala sesuatu kejadian bukan tanpa sebab,
karena itu sebelum orang lain merencanakan, maka kita harus
mendahuluinya.” Dan rencana Aki
Balangantrang tersebut terlaksana dengan rapihnya.
BAB
III CIUNG WANARA, HARAPAN BARU
Akan lahirnya bayi yang dikandung oleh
Ratu Naganingrum mulai tersebar di seantero negeri. Masyarakat seolah selalu menunggunya kelahiran
yang dianggapnya akan menjadi sang penyelamat tersebut. Dan tibalah di hari
kelahirannya. Dan skenario seperti diungkapkan diatas dilakukan dengan begitu
rapihnya. Bayi yang baru lahir kemudian dikemas dan dibawa ke tepi sungai
citanduy untuk dibuang, dan untuk mengelabui bahwa sang putri melahirkan, maka
digantilah dengan anak anjing.
Aki Balangantrang dan diiringi oleh
sedikit pasukannya menunggu di tepi sungai Citanduy. Dan untuk menghindari
kecurigaan, ia bersembunyi di semak-semak. Dan tidak lama kemudian, datanglah
pasukan dari Galuh dengan membawa seorang bayi yang masih mungil, dan mereka
meletakannya di tepi sungai Citanduy. Dengan kode kode tertentu dari pasukan
Galuh, akhirnya sang bayi diambil oleh Aki Balangantrang, untuk dipelihara dan
dibesarkan di geger Sunteun
Isue tentang Ratu Naganingrum yang
melahirkan seekor bayi anjing sedemikian cepatnya. Karena malu maka sang raja
kemudian menyingkirkan Ratu Naganingrum ini ke luar istana dan dibuang ke hutan.
Disisi lain, Dewi Pangrenyep seolah
sangat bahagia, rencana penyingkiran anak Naganingrum, sesuai dengan
skenarionya. Dan tidak lama kemudian karena sudah hamil tua, ia juga melahirkan
anak tidak lama setelah lahirnya anak dari Naganingrum.
Bayi yang dilahirkan oleh Ratu
Pangrenyep itu adalah seorang laki-laki, yang dinamakan Kamarasa atau terkenal
juga dengan nama Hariang Banga. Hariang Banga ini dikemudian hari akan menjadi
raja Sunda yang ke-4.
Di
bawah Asuhan Aki Balangantrang
Sang bayi yang diselamatkan dan diambil
oleh Aki Ballangantrang dan istrinya, kemudian dipelihara dengan penuh kasih
sayang. Apalagi secara garis turunan statusnya masih cucunya.
Nama bayi itu dinamakan Suratoma atau kemudian terkenal dengan nama Sang
Manarah Dan menjelang remaja ia kemudian
mengambil nama sandi Ciung Wanara, karena binatang peliharaan kesayangannya
burung (manuk) Ciung dan Wanara atau monyet, yang selalu menemaninya.
Aki Balangantrang adalah seorang ahli
kanuragan dan ahli strategi perang. Ia mendidik Sang Manarah dengan disiplin
yang sangat ketat, sehingga menjelang remaja ia sudah terkenal menjadi seorang
jawara.
Sang Manarah hingga menjelang remaja
tidak pernah tahu tentang statusnya sebagai seorang pangeran atau anak raja.
Aki Balangantrang tetap merahasiakan hingga suatu waktu yang dipandang perlu
dan sudah dianggap dewasa dan mapan dalam berpikir baru ia memberitahukannya.
Sang manarah dan kakeknya sering ke
ibukota, dan menyamar sebagai masyarakat biasa, meskipun secara fisik sudah
kelihatan bahwa ia seorang pangeran. Tetapi masyarakat juga belum memperhatikan.
Penyamaran dilakukan karena demi
keselamatan sang pangeran, dari prajurit istana Galuh. Sehingga Sang Manarah sangat
menguasai tentang keadaan sekitar ibukota Galuh, sebelum mengatahui posisinya
sebagai pangeran dari Galuh.
Aki
Balangantrang Mulai Menceritakan Status sang Pangeran
Pada suatu hari, aki balangatrang
mengajak berkumpul dengan Sang manarah, yang ditemani oleh istrinya, dan juga
anak buahnya. Aki Balangantrang mulai menceritakan tentang posisi dirinya, Sang
Manarah, dan hubungan kekeluargaannya. Aki Balangantang juga menceritakan
riwayat tentang kehidupan Sang Manarah dari bayi hingga menjelang dewasa, dan
idealismenya untuk merebut lagi kekuasaan Galuh dari tangan ayah tirinya, Prabu
Temperan Barmawijaya.
‘Anaku Suratoma
kamu itu adalah anak dari Prabu Adimulya Permanadikusumah, raja dari kerajaan
Galuh, dan cicit dari Prabu Purbasora, Raja Galuh sebelumnya. Kamu adalah
seorang pangeran, pewaris tahta kerajaan Galuh. Ayahnmu disingkirkan dan
kemudian di bunuh oleh raja sekarang, yang tiada lain adalah ayah tirimu. Kakek
buyutmu, Prabu purbasora sebelumnya juga di rebut kekuasaannya, dan terbunuh
dalam peristiwa kudeta pada tahun 732 M, oleh ayahnya raja sekarang, Prabu
Sonjaya Rakeyan Jambri. Aki disini tidak memposisikan bahwa kamu harus balas
dendam, karena balas dendam adalah ciri ciri orang yang rendah. Tetapi
berbicara hak, bahwa kamu adalah sang pangeran yang berhak atas tahta Galuh.”
Dan setelah itu aki Balangantarng
menyuruh Sang Manarah untuk pergi ke ibukota (dayeuh) untuk meyelidiki tentang kemungkinan-kemungkinan
untuk meyerangnya. Dan Aki Balangantrang selalu menyarankan untuk selalu
memakai nama Ciung Wanara dalam pengembaraanya. Dan aki Balangantrang
mempersilakahkan Ciung Wanara untuk memperkenalkan diri sebagai seorang pangeran
Galuh yang berhak atas tahta Galuh.
Ciung
Wanara Di Mata masyarakat
Nama Ciung Wanara telah begitu lengket
dengan telinga di masyarakat Galuh saking terkenalnya. Ia dikenal sebagai
seorang jawara tiada tanding yang baru turun dari gunung. Ia sangat menyenangi
membantu orang kesusahan, dan sangat benci terhadap ketidakadilan. Sehingga
dalam perjalanan pengembaraannya, ia dengan ringan tangannya membantu
masyarakat yang membutuhkannya. Dan selalu ikut serta dalam menyingkirkan orang
orang yang dianggap jahat.
Berita pemuda yang bernama Ciung Wanara
yang sering Membantu masyarakat lemah dan membasmi kejahatan atau segala
sesuatu yang dianggap menindas terhadap rakyat, mulai tersebar di seantero tanah
Galuh. Meskipun mereka belum mengetahui statusnya sebagai pangeran kerajaan
Galuh.
Harapan yang telah hilang, karena
berbagai penindasan dan tindak kejahatan, seolah muncul lagi di kalangan masyarakat
galuh, sehingga kedatangan Ciung Wanara selalu disambut bak seorang pahlawan
sang pemberi harapan. Masyarakat yang sudah mulai muak dengan ketidakadilan dan
penindasan mulai mendapat harapan baru, dari keberadaan Ciung Wanara ini.
Keberadaan Ciung Wanara mulai terdengar
oleh kalangan istana. Di istana sangat beragam dalam menanggapi tentang khabar
Ciung wanara ini. Ada yang menganggap bahwa kedatangan Ciung Wanara seolah
mendapat harapan baru, mereka kadang sudah muak dengan kemunafikan yang
dilakukann selama ini. Mereka mendambakan idelaisme Galuh, sebagai suatu
kerajaan yang berlandaskaan agama, dan dibangun dari kerajaan agama.
Tetapi dari kebanyakan mereka mulai
mengkhawatirkan tentang keberadaan posisinya di tanah Galuh terutama dari
kalanga loyalis Prabu Temperan dan anaknya Hariang Banga. Mereka mengusulkan
kepada Sang Raja untuk menghabisi keberadaan Ciung Wanara tersebut. Menurut
mereka sebelum berkembang menjadi besar, alangkah baiknya jika langsung saja
dihabisi keberadaannya. Bahkan kalau perlu diserang tempat berasalnya, di geger
sunteun
BAB IV. PEMBERONTAKAN
Pada tahun 732 M Rakeyan Jambri diangkat menjadi Raja di Medang Bumi Mataram, menggantikan ayahnya, Prabu Senna yang meninggal. Karena letaknya sangat jauh, maka kekuasaan kerajaan Sunda, ia berikan kepada anaknya, Prabu Temperan Barmawijaya. Karena itu Temperan Barmawijaya posisinya semakin kuat, sebagai raja Galuh dan juga Raja Sunda.
Rakeyan Jambri menjadi raja di Kalingga Utara (Medang Bumi Mataram / mataram kuno), pada tahun 732 M, setelah mendapat tahta dari ayahnya, Senna. Jadi sekarang Jambri telah menjadi penguasa 3 kerajaan, yaitu kerajaan Sunda, kerajaan Galuh dan Kerajaan Medang Bumi Mataram. Tetapi kemudian ia memerintah di Medang Bumi Mataram, dan sunda Galuh ia berikan pada anaknya, dari Putri Tejakencana, Prabu Temperan Barmawijaya. Atau terkenal juga dengan nama Rakeyan Panaraban. Rakeyan Jambri juga menikah dengan putri dari Dewasinga Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, yang beranam putri Sudiwara, dan ia mempunyai anak yang diberi nama Rakai Panangkaran. Dari anaknya inilah kemudian menurunkan dinasti sonjaya, baik di kerajaan sunda maupun di Medang Bumi Mataram. Dari kerajaan Sunda, yang menjadi raja adalah keturunan dari Rakai Panaraban atau Prabu Tempeeran Barmawijaya, sedang dari Medang Bumi mataram adalah keturunan dari Rakai Panangkaran.
Pada tahun 732 M Rakeyan Jambri diangkat menjadi Raja di Medang Bumi Mataram, menggantikan ayahnya, Prabu Senna yang meninggal. Karena letaknya sangat jauh, maka kekuasaan kerajaan Sunda, ia berikan kepada anaknya, Prabu Temperan Barmawijaya. Karena itu Temperan Barmawijaya posisinya semakin kuat, sebagai raja Galuh dan juga Raja Sunda.
Rakeyan Jambri menjadi raja di Kalingga Utara (Medang Bumi Mataram / mataram kuno), pada tahun 732 M, setelah mendapat tahta dari ayahnya, Senna. Jadi sekarang Jambri telah menjadi penguasa 3 kerajaan, yaitu kerajaan Sunda, kerajaan Galuh dan Kerajaan Medang Bumi Mataram. Tetapi kemudian ia memerintah di Medang Bumi Mataram, dan sunda Galuh ia berikan pada anaknya, dari Putri Tejakencana, Prabu Temperan Barmawijaya. Atau terkenal juga dengan nama Rakeyan Panaraban. Rakeyan Jambri juga menikah dengan putri dari Dewasinga Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, yang beranam putri Sudiwara, dan ia mempunyai anak yang diberi nama Rakai Panangkaran. Dari anaknya inilah kemudian menurunkan dinasti sonjaya, baik di kerajaan sunda maupun di Medang Bumi Mataram. Dari kerajaan Sunda, yang menjadi raja adalah keturunan dari Rakai Panaraban atau Prabu Tempeeran Barmawijaya, sedang dari Medang Bumi mataram adalah keturunan dari Rakai Panangkaran.
Di tempat lain Pendukung Ciung Wanara dari hari ke
hari tambah kian banyak. Hal ini sangat meresahkan kalangan istana Galuh, termasuk Sang Raja. Ciung Wanara kedatangannya selalu
dielu-elukan oleh masyarakat Galuh. Disamping di geger sunteun, Ciung Wanara
mendapat dukungan dari kabuyutan Galunggung, asal moyangnya, Sempak Waja,
yangwaktu itu telah tiada. Dan
mulai mendapat simpati dari Saunggalah,
kabuyutan dari ua kakek buyutnya, meskipun secara implisit ia tidak mendukung
secara terang terangan. Dan ia mendapat dukungan penuh dari tritunggal penguasa Saunggalah dan Kuningan.
Atas saran dari Aki Balangantrang,
Ciung Wanara minta ijin untuk menghadap raja ke istana, untuk menuntut haknya
sebagai raja di tanah galuh. Jika tidak diberikan maka atas saran dari Aki
Balangantrang, mereka akan melakukan
pemberontakan untuk mendapatkan haknya.
Pada awalnya sang Raja, Prabu Temperan
enggan mengijinkan Ciung wanara meghadap ke istana, tetapi kemudian ia
megijinkan juga. Ciung Wanara mulai menceritakan
kedatangannya ke istana, bahwa ia menuntut haknya atas keraajaan Galuh. Dari
kakeknya, Prabu Purbasora, dan ayahnya, Prabu Permana dikusumah.
Sang Raja, Prabu Temperan, seolah-olah
merindukan kedatangan dari Sang manarah, bahkan ia menawarkan tempat supaya
hidup di istana. Tentang haknya sebagai raja galuh, Prabu Temperan, mengatakan
bahwa hak raja ada di tangan anaknya, Hariang Banga, yang sudah dikukuhkan
sebagai putra mahkota. Menurut sang raja, ia bukan tidak mau menyerahkan
kekuasaan kerajaan Galuh ke Sang manarah, tetapi putra mahkota sudah
ditetapkan. Dan Sang raja menyarankan
kepada sang manarah, untuk menjadi patih jika Hariang Banga menjadi raja.
Tentu hal ini ditolak mentah mentah
oleh Sang Manarah, ia tetap menuntut haknya, supaya tahta Galuh diberikan
kepadanya, karena yang berhak menjadi raja adalah dia. Karena itu, ia
mengungkapkan, bahwa ia akan melakukan perlawanan terhadap raja, untuk
menuntut haknya tersebut.
Mendapat kelakuan dari Ciung Wanara,
para mentri, yang kebanyakan loyalis dari sang raja, sangat marah. Mereka mau
menghentikan ciung Wanara, tetapi oleh Sang Raja dicegah, dan dibiarkan pergi.
Menurutnya tidak baik, di istana membunuh anak tirinya sendiri. Sang raja
merencanakan bahwa sang manarah akan dibunuh dalam perjalanan. Tetapi hal ini
telah diantisifasi oleh sang Manarah, sehingga ia dapat meloloskan diri.
Sesuai dengan janjinya, bahwa ia akan
melakukan pemberontakan untuk meminta haknya. Maka ia kemudian kembali ke geger
sunteun untuk mulai melakukan penyerangan terhadap istana Galuh.
Atas saran dari Aki Balangantrang, ia
disarankan untuk mulai menyusun kekuatan dengan serius, dengan menguhubungi
kaum loyalis dari kakeknya, Prabu Purbasora, dan jga loyalis bapaknya, Prabu
Permana dikusumah. Terutama pasukan dari kerajaan galunggung, Saunggalah dan
Denuh. Meskipun tidak didukung secara de fakto oleh pengusa Saungggalah , Prabu
Resiguru Demunawan, karena keengganannya dalam politik, tetapi masyarakatnya
termasuk pendukung utama dari Ciung Wanara.
Tidak terlalu sulit untuk mengumpulkan
pasukan, karena masyarakat sudah jenuh terhadap penguaasa Galuh yang tiran. Setelah pasukan terkumpul, dan
dikonsentrasikan di geger Sunteun, padepokan kakeknya, AkiBalangantrang. Sang
manarah oleh kakeknya tersebut disarankan untuk mencari momen yang tepat untuk meyerang
Galuh tersebut.
Menyebar
Mata mata dan menentukan kapan penyerangan di mulai
Disamping menyelidiki sendiri dengan
menyamar sebagai rakyat biasa, Ciung Wanara juga menyebar mata mata di sekitar
istana Galuh. Ia menyelidiki dan
memperhatikan keadaan istana untuk mencari momen yang tepat untuk menyerang.
Karena jika peperangan dilakukan secara terbuka, ada kemungkinan bahwa pasukannya akan kalah, atau jikapun
menang, maka korban akan sangat banyak.
Karena itu untuk menghindari banyak
korban dan agar serangan efektif, maka momen momen tertentu mulai dikaji
keuntungan dan kerugiannya. Setidaknya konsentrasi pasukan tentara Galuh
terpecah. Karena setelah Ciung Wanara berencana akan memberontak, maka seluruh
pasukan istana mulai disiagakan di seluruh penjuru negeri. Sehingga sangat
sulit jika dilakukan penyerangan pada
kondisi pasukan musuh sedang dalam siaga.
Dan Ciung wanara mulai mendapat ide,
bahwa ada pesta tahunan yang dilakukan di kerajaan Galuh, yaitu pesta sabung
ayam. Pesta sabung ayam, merupakan pesta tahunan yang dilakukan oleh kalangan
istana. Sabung ayam seolah menjadi wajib, dan seolah menguras konsentrasi
pasukan galuh. Karena dalam pesta sabung ayam ini, seluruh masyarakat ikut
serta dan juga pasukan seolah konsentrasinya pecah, karena kadang antar pasukan
mempunyai pendapat yang berbeda, sehingga kadang menimbulkan perpecahan bahkan
perkelahian, karena dukung mendukung diantara sesama prajurit
Pasukan Galuh
Desas desus tentang akan ada serangan
dari Ciung Wanara, membuat Sang Raja, Prabu Temperan mulai menmpatkan
pasukannya di berbagai sudut ibukota, dalam keadaan siaga penuh. Meskipun
sedang ada pesta sabung ayam, tetapi pasukan kerajaan tetap ditempatkan dalam
posisi siaga, terutama di tempat tempat yang strategis. Prabu Temperan tidak
mau kecolongan sedikitpun dan juga membuat kesalahan yang akan mengakibatkan
hal yang fatal. Karena itu dengan alasan pesta sabung ayam pun pasukan kerajaan
disuruh tetap bersiaga.
Prabu temperan sebenarnya sudah membuat
skenario, jika ada serangan ketika pesta sabung ayam ini. Hal ini terbukti,
ketika usaha-usaha penyelamatan dari pasukannya ketika pesta sabung ayam
diserang.
Penyerangan di tengah pesta Sabung Ayam.
Setelah mendapat hari baik dalam
penyerangan terhadap istana Galuh, yaitu di musim pesta sabung ayam (pada tahun 739 M). Istana
Galuh akan diserang dari berbagai mata arah angin, dari timur pasukan berasal
dari padepokan Geger Sunten dibawah pimpinan Ki Balangantrang, dan loyalis Ciung Wanara lainnyya dari Galunggung dan Saunggalah akan menyerang dari arah utara dan barat.
Sedang Ciung Wanara akan mengikuti pesta Sabung ayam. Mereka berpura-pura menyamar sebagai peserta sabung ayam. Dan jika selesai maka mereka akan menyerang raja dan para bangsawan lainnya di palagan tersebut.
Ciung Wanara memamfaatkan ahli persenjataan, seorang pandai besi istana yang memihak nya, yang beranam Ki Anjali, Sehingga persenjataan sudah dipersiapkan ketika proses penyerangan terjadi. Sebelumnya juga pasukan dari Ciung Wanara telah mengrim senjata dan disimpan ditempat-tempat yang mendukung pemberontakan Ciung Wanara. Sehingga praktis ketika masuk ke ibukota para pasukan Ciung wanara hanya membawa ayam masing masing 1 ekor. Sehingga terkesan mereka sebagai peserta dari tanding adu ayam tersebut.
Mereka sepakat, bahwa serangan akan dilakukan secara mendadak / tiba tiba, setelah diberi kode oleh Ciung Wanara setelah pesta sabung ayam selesai atau sedang dalam puncaknya. Dengan kode-kode yang sudah ditentukan, bahwa penyerangan akan dilakukan ketika pesta sabung ayam lagi mencapai puncaknya. Setelah pesta sabung ayam selesai, maka serangan mulai dilakukan, sehingga menimbulkan kekacauan. Dan peperanganpun terjadi. Meskipun, tentara sudah disebar dan dalam keadaan siaga. Prabu Temperan kurang memperhitungkan serangan dari berbagai arah, dan serangan mendadak dari pasukan Ciung Wanara yang menyamar dan ikut serta dari pesta sabung ayan.
Sedang Ciung Wanara akan mengikuti pesta Sabung ayam. Mereka berpura-pura menyamar sebagai peserta sabung ayam. Dan jika selesai maka mereka akan menyerang raja dan para bangsawan lainnya di palagan tersebut.
Ciung Wanara memamfaatkan ahli persenjataan, seorang pandai besi istana yang memihak nya, yang beranam Ki Anjali, Sehingga persenjataan sudah dipersiapkan ketika proses penyerangan terjadi. Sebelumnya juga pasukan dari Ciung Wanara telah mengrim senjata dan disimpan ditempat-tempat yang mendukung pemberontakan Ciung Wanara. Sehingga praktis ketika masuk ke ibukota para pasukan Ciung wanara hanya membawa ayam masing masing 1 ekor. Sehingga terkesan mereka sebagai peserta dari tanding adu ayam tersebut.
Mereka sepakat, bahwa serangan akan dilakukan secara mendadak / tiba tiba, setelah diberi kode oleh Ciung Wanara setelah pesta sabung ayam selesai atau sedang dalam puncaknya. Dengan kode-kode yang sudah ditentukan, bahwa penyerangan akan dilakukan ketika pesta sabung ayam lagi mencapai puncaknya. Setelah pesta sabung ayam selesai, maka serangan mulai dilakukan, sehingga menimbulkan kekacauan. Dan peperanganpun terjadi. Meskipun, tentara sudah disebar dan dalam keadaan siaga. Prabu Temperan kurang memperhitungkan serangan dari berbagai arah, dan serangan mendadak dari pasukan Ciung Wanara yang menyamar dan ikut serta dari pesta sabung ayan.
Perang terjadi sangat dasyat di sekitar
palagan sabung ayam. Pasukan Galuh dipimpin oleh putra mahkota, Hariang Banga,
pada awalnya dapat mempertahankan kerajaannya. Tetapi mulai terdesak, dan sang raja, Prabu temperan dan istrinya dapat ditahan di dalam penjara jeruji besi oleh pasukan Ciung Wanara,
Pasukan yang dipimpin oleh Aki
Balangantrang juga mengalami kesuksesan besar. Istana mulai dapat ditaklukan.
Sehingga secara de fakto istana dan juga sang raja dapat taklukan dan dapat
ditahan. dan praktis sebelum malam istana galuh dapat ditaklukan, dan pasukan
Hariang Banga mulai mundur. Dan dimalam hari
sang raja, Prabu temperan dapat dibebaskan oleh Hariang Banga.
Tetapi pasukan hariang banga kemudian dikejar-kejar, dan sang raja dan dewi pangrenyep yang
dibebaskannya justru terbunuh dalam pengejaran tersebut. Dan Hariang Banga bisa meloloskan diri ke kerajaan Sunda.
Jadi secara praktis kerajaan Galuh
dapat ditaklukan oleh pasukan Ciung Wanara
dalam tempo 2 hari. Dan setelah istana jatuh maka waktu itu juga Ciung
wanara dinobatkan sebagai raja galuh. Sehingga Galuh hari itu juga mempunyai
raja baru.
BAB
VI RAJA GALUH YANG BARU
Setelah istana jatuh dan mempunyai raja
baru, sang manarah tidak serta merta aman dari musuh. Justru mendapat lawan baru yang
sangat besar. Rakeyan Jambri atau Prabu Sonjaya ayah dari Prabu Temperan. Peristiwa kematian Temperan, terdengar hingga bumi mataram. Mendengar putranya, Tamperan meninggal, Jambri / Sanjaya sangat marah.
Jambri waktu itu sedang di Medang Bumi Mataram mulai mempersiapkan pasukan besar dari Medang untuk menyerang galuh. Jambri akan menyerang Galuh dengan 4 kekuatan besar. Pasukan satu bernama Tomarasakti dipimpin oleh Sanjaya; pasukan 2 bernama Samberjiwa dipimpin oleh Rakai Panangkaran (putra sanjaya), pasukan 3 bernama Bairawamamuk dipimpin oleh Panglima Jagat Bairawa, pasukan 4 bernama Batarakroda, dipimpin oleh Langlang Sebrang.
Galuh seolah dalam ancaman besar. Disamping itu Hariang banga juga mempersiapkan pasukan dari kerajaan Sunda untuk menyerang Galuh. Dengan demikian Galuh akan diserang dalam 2 kerajaan besar,
Jambri waktu itu sedang di Medang Bumi Mataram mulai mempersiapkan pasukan besar dari Medang untuk menyerang galuh. Jambri akan menyerang Galuh dengan 4 kekuatan besar. Pasukan satu bernama Tomarasakti dipimpin oleh Sanjaya; pasukan 2 bernama Samberjiwa dipimpin oleh Rakai Panangkaran (putra sanjaya), pasukan 3 bernama Bairawamamuk dipimpin oleh Panglima Jagat Bairawa, pasukan 4 bernama Batarakroda, dipimpin oleh Langlang Sebrang.
Galuh seolah dalam ancaman besar. Disamping itu Hariang banga juga mempersiapkan pasukan dari kerajaan Sunda untuk menyerang Galuh. Dengan demikian Galuh akan diserang dalam 2 kerajaan besar,
Sang Manarah telah mempperhitungkan
kemungkinan tersebut dan mengerahkan seluruh pasukan galuh ke perbatasan. Dua keturunan
Wretikandayun sudah saling berhadapan, masing masing mengerahkan angkatan
perangnya. Akhirnya gotrayudha (perang saudara) yang sangat dasyat pecah
kembali.
Perang berlangsung beberapa hari tetapi belum menunjukan siapa yang kalah dan siapa yang mmenang. Perang saudara satu keturunan Wretikandayun meletus, dan pasukan Manarah mulai terdesak.
Perang berlangsung beberapa hari tetapi belum menunjukan siapa yang kalah dan siapa yang mmenang. Perang saudara satu keturunan Wretikandayun meletus, dan pasukan Manarah mulai terdesak.
Tetapi kemudian peperangan itu dapat
dihentikan atas prakarsa rajaresi Demunawan, yang waktu itu berusia
93 tahun. Akhirnya resiguru Demunawan dengan pengiringnya barisan pendeta turun gunung dari saunggalah menuju Palagan (medan perang) galuh. Dengan wibawanya yang besar
sebagai tokoh tertua galuh yang masih hidup. Resiguru demunawan berhasil
menghentikan pertempuran sehingga terjadi gencatan senjata
Perundingan gencatan senjata
digelar di keraton Galuh pada tahun 739 M. Kesepakatanpun tercapai: Galuh harus
diserahkan kepada Sang Manarah, dan Sunda kepada Rahiyang Banga (cucu Sanjaya),
dan Sanjaya memimpin Medang Mataram.
Dengan demikian Sunda Galuh yang selama
tahun 723-739 M, merupakan satu kekuasaan terpecah kembali. Untuk menjaga agar tak terjadi perseturuan, Manarah
dan Banga kemudian dinikahkan dengan kedua cicit Demunawan. Manarah
menikah dengan Kencana wangi dan Banga menikah dengan Kancana sari. Kedua putri
tersebut adalah cicit resigru demunawan,
putrinya Prabu Kretananggala (raja saunggalah) dan patih Tambawesi. Dengan
perjodohan ini, maka berbaurlah darah sunda, galuh dan saunggalah.
PENUTUP
Dengan diadakan perjanjian damai yang
diprakarsai oleh Resiguru Demunawan. Akhirnya perseturuan sedarah akhirnya
dapat diakhiri, dengan keputusan sebagai berikut:
Dan selanjutnya Sunda dan galuh bagaikan kerajaan kembar, yang kadang dalam saatu kekuasaan dan kadang terpisah, dan akhirnya terlebur menjadi kerajaan sunda.
- Kerajaan sunda dirajai oleh Sang banga atau Kamarasa dengan gelar Prabu Kretabuana yasawiguna Ajimulya. Dengan batas negara dari sungai citarum ke barat.
- Kerajaan Galuh dirajai oleh Suratoma dengan gelar Prabu Jayaperkosa mandaleswara Salakabuana
Dan selanjutnya Sunda dan galuh bagaikan kerajaan kembar, yang kadang dalam saatu kekuasaan dan kadang terpisah, dan akhirnya terlebur menjadi kerajaan sunda.
Sang Manarah
atau Prabu Suratama atau Prabu Jaya Perkosa Mandaleswara Salakabuwana, Ia
memerintah Galuh selama 44 tahun (dari tahun 739-783 M), dengan wilayah
antara Banyumas (Sungai Cipamali) di Timur hingga Sungai Citarum di sebelah
barat.
(lanjut)
(By Adeng Lukmantara )
(Cerita ini mungkin bukan menunjukan cerita yang sepenuhnya benar, cerita ini hanya menyimpulkan dari berbagai kisah, dongeng rakyat, dan sumber dari beberapa naskah, dan analisa sendiri yang mungkin sangat cocok untuk cerita film kolosal yang sangat jarang di Indonesia, tentu dengan banyak koreksi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar