Minggu, 28 Februari 2016

IV. KERAJAAN TARUMANGARA (358- 669 M) (2)

IV.A. Pendahuluan

Para sejarawan Indonesia mengnggap bahwa kerajaan Tarumanagara merupakan kerajaan pertama yang ada di pulau Jawa, yang berada di Tatar Sunda. Karena bukti bukti yang mendukungnya begitu banyak, dengan ditemukan perasasti prasasti yang ada di sekitar bogor dan Jakarta.

Meskipun ada sumber lain, yaitu dari Naskah Wangsakerta, yang mengatakan bahwa kerajaan pertama di pulau jawa dan juga Nusantara adalah kerajaan Salakanagara, yang loksinya di sekitar Pandeglag sekarang.

Baik berdirinya kerajaan Salakanagara maupun kerajaan Tarumanagara, sangat erat kaitannya dengan perpolitikan di tanah India.

IV.A.1. Perpolitikan di India Antara Tahun 320 sampai 550 M

Dalam hubungannya dengan peradaban di tanah Sunda, hal ini erat kaitannya dengan peradaban di negeri India (Bharatanagari).

Sekitar tahun 320 M, terjadi perubahan politik besar besaran di tanah India dengan munculnya dinasti baru, yaitu Dinasti Gupta. Dinasti ini menamainya dengan dinasti Gupta. Kerajaan ini hampir menyamai kerajaan Chandragupta dan Maurya antara tahun 321–184 SM yang didirikan oleh Candragupta.

Dinasti Gupta ini eksis dari tahun 320 hingga 550 Masehi, yang didirikan oleh Chandragupta I, yang memerintah dari tahun 320 hingga 330 M. Dan kemudian diteruskan oleh anaknya, Samudragupta. Asal usul dari Chandragupta tidak diketahui, tetapi kono ia  adalah seorang petualang dari kalangan masyarakat golongan rendah namun berhasil mengawini seorang putri raja bernama Kumala Devi berasal dari suku Lacchavi yang termashyur di vaisali yang pernah berkuasa di India utara namun tenggelam oleh munculnya dinasti Maurya di Magada. Chandragupta menetapkan pataliputra sebagai ibu kota, tempat pusat pemerintahan. Tanggal 26 februari 320 M kemudian di tetapkan sebagai awal masa pemerintahannya sebagai raja yang di tandai dengan di keluarkannya mata uang baru. Tahun itu pula yang kemudian di anggap sebagai awal tarikh gupta.

Penggantinya, Samudragupta memerintah antara tahun  330 hingga 375 M. Samudragupta merupakan raja yang termashur di India   dan sangat agresif . Ia setia pada agama Hindu. Setelah ia dinobatkan ia mulai memerangi kerajaan yang terletak di sekitar kerajaannya dan menaklukkan daerah  Hindustan.
Samudragupta juga menaklukkan Kerajaan Salankayana, dan pallava. Wangsa Salankayana rajanya terkenal dengan nama penobatannya Sang Maharaja Hastiwarman, dan wangsa Pallawa rajanya yang terkenal dengan nama penobatannya Sang Maharaja Wisnugopta. Dua kerajaan bersahabat erat menjadi satu kemudian  berperang melawan pasukan samudragupta. Beberapa bulan lamanya mereka berperang,  tetapi kedua kerajaan itu akhirnya dapat ditaklukan oleh samudra Gupta.

Sang Ghupta kemudian menjadi maha penguasa di bhumi Bharata (India). Tabiatnya tidak baik, kejam dan buas terhadap musuhnya yang kalah. Itulah sebabnya dengan  segala upayanya keluarga dan sejumlah penasihat kerajaan dan penduduk dari kedua dinasti  yang dikalahkan pada waktu peperangan banyak di antaranya yang mengungsi mencari keselamatan dari kematian.

Peperangan terjadi pada tahun 267 Saka. Meskipun kerajaannya sudah dikalahkan namun keraton kerajaan tidak dimusnahkan. Sementara penduduk dari Pallawanagari dan Salankayananagari yang tinggal di sana, yaitu di  negeri asalnya, mereka sangat berdukacita dan banyak yang meninggal, sementara itu banyak di antara mereka yang sangat menderita dan selalu ketakutan.

Sang Maharaja Ghupta, telah banyak membunuh penduduk yang tidak berdosa. Sang pemenang mengalahkan dan menindas kedua kerajaan yang kalah perang. Sudah banyaklah balatentara dan pembesar  maupun orang-orang dari golongan rendah, menengah maupun tinggi yang gugur pada waktu perang. Dalam keadaan seperti itu, banyak penyamun di kota yang kalah. Sedangkan sang  raja yang dikalahkan negaranya mengungsi berkeliaran di hutan belantara bersama keluarganya, dan semua pengiringnya, begitu pula para pembesarnya, para pengikutnya dan juga pasukan bersenjata. Dan ada juga yang  mengungsi menyeberangi lautan dengan menggunakan berpuluh puluh perahu.

a.      Pengungsian dari palawa

 Diantara mereka banyak penduduk dan keluarga raja dari  wangsa Pallawa yang mengungsi ke Pulau Tatar Sunda dipimpin oleh seorang yang kemudian menjadi raja di kerajaan Salakanagara, yaitu  Dewawarman VIII, atau  Sang Prabhu Dharmawirya Dewawarman Salakabhuwana.

Sang Prabhu Dharmawirya putra dari Sri Ghandarilengkara Warmandewi (yang) bersuamikan seorang pembesar Panglima Angkatan Laut dari kerajaan wangsa Pallawa di bumi Bharatawarsa. Sri Ghandari adik Sang Prabhu Bhimadigwijaya, Sang Prabhu Bhimadigwijaya ayah Sang rani. Oleh karena itu Sang Prabhu Dharmawirya dan Sang Sang Rani Spatikarnawa adalah bersaudara tunggal cucu. Selanjutnya Sang Prabhu Dharmawirya menjadi raja, pada tahun 270 tarikh Saka (= 348 Masehi) sampai 285 tarikh Saka (= 363 Masehi). Beliau merupakan Dewawarman VIII.

Sang Prabhu Dharmawirya datang dari bumi Bharatanagari, pada tahun 268 tarikh Saka (= 346 Masehi), bersama ayah-ibu dan pengiringnya mengungsi ke Jawa Barat 5 karena negaranya sudah ditaklukkan oleh Sang Maharaja Samudraghupta.

b.        Pengungsian dari Salankayana,

Diceritakan pula bahwa pada tahun 348 M ( 270 Saka), ada seorang Maharesi dari Salankayana, yang bernama Jayasingawarman disertai para pengikutnya berjumlah beberapa ratus orang, penduduk laki laki  perempuan dan balatentara,  melarikan diri karena musuh selalu mengejar ngejar dan  berusaha menangkapnya. Banyak penduduk siang-malam merasa ketakutan hatinya dan tertekan karena takut dijatuhi hukuman mati, atau dianiaya. Karena Sang Gupta raja yang sangat berkuasa dan kejam, serta mahir dalam berperang. Dan alhirnya datang mengungsi ke tatar Sunda dengan menaiki beberapa puluh perahu. .Kedatangan mereka  disambut oleh penduduk pribumi  tatar sunda dengan senang hati,
Sang Maharesi adalah seorang dang accarya (guru) dan seorang mahapurusa (orang penting). kemasyhuran dan keluhurannya bagaikan raja. Karena ia sekeluarga dengan Sang Hastiwarman  raja Salankayana di Bharatanagari (negeri India). Selanjutnya, mereka semuanya bermukim di tepi sungai dan membuat desa. Karena ia disetujui oleh para penghulu dari desa-desa di sekitarnya, kemudian ia mendirikan sebuah kerajaan di situ dan diberi nama Tarumanagara, dan desa itu  menjadi kota besar bernama Jayasinghapura

IV.B. Profil Raja Raja Tarumanagara

Raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Tarumanaga ada 13 orang, yaitu:
Ø  Raja Diraja Guru Jaya Singa Warman
Ø  Raja Resi Prabu Darmansyah Warman
Ø  Purnawarman
Ø  Surya Warman
Ø  Wisnu Warman
Ø  Indra Warman
Ø  Candra Warman
Ø  Samba Warwan
Ø  Prabu Kerta Warman
Ø  Suda Warman
Ø  Murti Warman/
Ø   Prabu Naga Jaya Warman
Ø  Raja Resi Guru Lingga Warman


IV.B.1. Rajadirajaguru Jayasingawarman (mp. 358-382 M)

Jayasingawarman atau lengkapnya Rajadirajaguru Jayasingawarman Gurudharmapurusa merupakan pendiri kerajaan Tarumanagara, yang memerintah selama 24 tahun, dari tahun 358-382 M (280-304 saka). Ia  seorang maharesi yang dikenal dengan nama Sang Jayasinghawarman Ghurudharmapurusa dan Rajadhirajaghuru, yaitu raja Tarumanagara dan guru agama.  
Telah diceritakan diatas,  Jayasaingawarman merupakan  seorang maharesi dari Salankayana di India, yang mengungsi ke Tattar Sunda, karena daerahnya diserang dan ditaklukan  maharaja Samudragupta dari dinasti Gupta. Di sini ia mendirikan desa, yang berkembang pesat, yang kemudian dinamai Jayasingapura.  Dan desanya ini berkembang, sehingga menjadi ibukota kerajaan Tarumanagara, yang waktu itu masih menjadi bawhan salakanagara.  Karena pengaruhnya, ia kemudian diambil menantu oleh Raja Salakanagara, Dewawarman 8. Jayasingawarman dinikahkan dengan putri sang raja  Dewawarman VIII, yang bernama Sang Parameswari Iswari Tunggalprethiwi Warmandewi atau Dewi Minawati namanya.
Pada awalnya ia merupakan pewaris tahta Salakanagara, menggantikan mertuanya, raja DewawarmanVIII. Tetapi setelah ia berkuasa pusat pemerintahan dipindahkan dari Rajatapura ke Tarumanagara, sehingga kemudian nama salakanagara berubah menjadi Tarumanagara. Dan Salakanagarapun secara  otomatis menjadi negara bawahan Tarumanagara, dan diperintah oleh adik Istrinya.
Tidak seperti penguasa-penguasa salakanagara, keberadaan Jayasingawarman jelas tertulis dalam prasasti Tugu, yang ditemukan di desa Cilincing Jakarta.  Pada parsasti ini ia disebut gelarnya saja, Rajadirajaguru, bersama  dua raja sesudahnya, Rajarsi dan Purnawarman.
Ia meninggal pada usia 60 tahun, Berdasar  keterangan prasasti Tugu, setelah wafat pada tahun 382 M, Abu jenazahnya dilarungkan (dihanyutkan)  di sungai Gomati (sekitar bekasi), maka itu kemudian dikenal sebagai Sang Lumahi ri Gomati, karena candinya ada di tepi sungai Gomati. . Ia lalu digantikan oleh anaknya, Rajarsi (rajaresi) Dharmayawarmanguru.


IV.B.2. Rajarsi  Dharmayawarmanguru (mp. 382-395 M)

Dharmayawarman berkuasa di Tarumanagara selama 13 tahun, dari tahun 382-395 M (304-317 Saka), menggantikan ayahnya, Jayasingawarman. Dinamakan Rajarsi, karena disamping sebagai raja, ia juga pemimpin agama (menjadi kepala seluruh dang accaryagama (guru agama)).

Pada zamannya, penduduk asli tatar sunda masih menganut kepercayaan nenek moyangnya, yaitu pemujaan untuk memanggil nenek moyangnya, yang merupakan kebiasaan dari nenekmoyangnya. Sang Rājarsi senantiasa berusaha mengajarkan agamanya kepada kepala-kepala kampung dan penduduk bumi Tarumanagara. Karena  itu  Sang Rājarsi mendatangkan brahmana-brahmana dari negeri India.

Tetapi tidak semua penduduk memeluk agamanya, karena itu ia kemudian di situ sejak saat itu penduduk pribumi terbagi menjadi 10 empat kasta, yaitu mula pertama golongan bhrahmana, kedua golongan ksatrya, ketiga golongan waisya, dan keempat golongan sudra. Dengan demikian penduduk dibeda-bedakan antara golongan rendah, menengah, dan tinggi. Oleh karena itu penduduk golongan rendah sangat ketakutan terhadap agama yang diajarkan Rājarsi.

Dua tahun sebelum meninggal, ia sudah memberikan mandat kekuasaan kepada anaknya, Purnawarman.  Ia kemudian mengambil jalan sebagai seorang resi, dengan bertapa. Dua tahun, ia meninggal. Sesudah itu anak Sang Rājarsi yaitu Sang Purnawarman kemudian membuat peringatan pada tugu batu, dan dibangunlah persemayaman Rājarsi atau Yang Bersemayam di Candrabhagā menurut wujudnya. Demikian pula di tepi Sungai Ghomati, sebagai tugu peringatan bagi Sang Mahāpurusa Rājādhirājaghuru, atau yang bersemayam  di tepi sungai tersebut.

Setelah meninggal ia dikenal  dengan nama Lumah  ri Chandrabaga karena candinya ada   di tepi sungai Chandrabaga (kali Bekasi).  Ia mempunyai  2 orang anak laki-laki dan seorang perempuan,. Putra pertamanya bernama  Purnawarman, yang kemudian menggantikannya.


IV.B.3. Maharaja Purnawarman (mp. 395-434 M)
Maharaja Purnawarman merupakan raja ke-3 dan Raja terbesar Tarumanagara yang  memerintah selama 39 tahun, antara tahun 395 hungga 434 M (317-356 Saka). Ia naik tahta Tarumanagara menggantikan ayahnya, Rajarsi  Dharmayawarmanguru, dengan gelar Sri Maharaja Purnawarman Sang Iswara Digwijaya Bhimaarakrama Suryamahapurusa Jagatati atau Sang Pramdara Saktipurusa.
Zaman Purnawarman merupakan zaman keemasan Kerajaan Tarumanagara. Banyak prasasti memuat kebesaran namanya. Setidaknya ada 7 prasasti yag berkaitan dengannya. Dalam memerintah ia dibantu adiknya, Cakrawarman, yang menjadi panglima perang (didarat). Sedangkan pamanya, Nagawarman menjadi panglima angkatan laut. Dari prameswarinya, ia mempunyai beberapa anak laki-laki dan perempuan. Diantaranya Wisnuwarman, yang kemudian menggantikannya.
Ia meninggal pada  tanggal 5 paruh terang bulan Posya tahun 356 tarikh Saka (= 434 Masehi), pada usia 62 tahun. Setelah meninggal, Purnawarman digelari Sang Limahing  Tarumanadi, karena abu jenazahnya di larungkan di Sungai Citarum, dan tahta selalunjutnya jatuh kepada anak sulungnya, Wisnuwarman.
a.        Keluarga
Sang Mahārāja Tarumanagara dan sang permaisuri sering dipuji bagaikan Bhātara Wisnu dan Dewi Laksmi. Mereka merupakan lambang kemenangan Purnawarman sebagai mahārāja penguasa Tarumanagara. Dikatakan bahwa prameswari merupakan istri yang sempurna kecantikannya bagaikan bulan purnama, indah tanggal  paruh-terang. Permaisuri Purnawarman seorang putri dari Sriwijaya (Swarnabhumi),  sedangkan istri-istri lainnya ada yang berasal dari Bakulapura (Kutai) dan kerajaan di Jawa timur. Dari prameswari lahir beberapaorang putra laki laki dan perempuan, diantaranya Sang Wisnuwarman, putra mahkota dan menjadi  Raja Muda Tarumanagara sebelum kemudian menjadi raja menggantikan ayahnya, Purnawarman.  Dari istri lainnya, ia juga mempunyai anak, meskipun tidak semua istri istrinya mempunyai anak..
Purnawarman juga mempunyai adik perempuan yang terkenal kecantikannya, yang dikatakan sebagai orang yang sempurna kecantikannya. Ia diperistri oleh raja di Sumatra. Kelak  Sri Jayanasa , seorang raja besar dari Sriwijaya merupakan keturunannya.  Dan dikatakan jugadalam naskah Wangsakerta bahwa  raja-raja di Pulau Bali juga terhitung keturunan dari Sang Purnawarman, begitu pula wangsa Warman yang tersebar di bumi Nusāntara.
Adiknya yang lain,  yang terkenal dengan nama Sang Cakrawarman, menjadi panglima perang. Sedangkan saudaranya yaitu adik dari ayahnya yang terkenal dengan nama Sang Nagawarman menjadi panglina angkatan laut. Ia selalu pergi ke seberang sebagai duta dari Sang Purnawarman Mahārāja Tarumanagara. Dengan tujuannya membuat persahabatan. Ia sudah pergi mengunjungi Sanghyang hujung, sudah ke Syangkanagari, ia sudah ke Yawananagari, ia sudah ke Cambay di Bharatanagari, ia sudah pergi ke Sophalanagari, ia sudah pergi ke Bakulapura, Negeri Cina, sudah ke Swarnabhumi, dan banyak lagi pulau-pulau  yang lain. Adapun ia adalah orang yang terkemuka di Kerajaan Taruma.
Sang Nagawarman mahir dalam berperang, sudah besar jasa dan kepahlawanannya terhadap negara. Sang Nagawarman dan beberapa orang tanda dan pembesar kerajaan, adhyaksa, sebagai duta Tarumanagara, pergi ke Negeri Cina dengan membawa barang hasil bumi. Selanjunya barang kerajinan buatan penduduk, rempah-rempah dan barang hasil perburuan dan lainnya lagi. Semuanya diberikan kepada Mahārāja Cina. Adapun Kerajaan Cina bersahabat dengan kerajaaan Tarumanagara. Selanjutnya Sang Mahārāja Cina memberikan kepada duta Tarumanagara di antaranya ialah pakaian kemudian berbagai perhiasan, emas, perak, manik(-manik)  dan berbagai barang lainnya lagi. Begitu pula saling surat menyurat. Ketika itu tanggal paruh-terang bulan Jyesta, (tahun) tarikh Saka (= 435 Masehi). Setahun kemudian pergilah sang duta Tarumanagara ke Sanghyang Hujung, lima bulan kemudian pergilah sang duta Tarumanagara ke beberapa kerajaan yang ada di Swarnabhumi.
Adik perempuan yang lain,  Harinawar mandewi namanya, menjadi istri orang kaya raya dari Bharatanagari (India). Ia memiliki beberapa puluh perahu besar. sedangkan adiknya laki-laki beberapa orang, masing-masing ada yang menjadi duta di Negeri Cina, dan bermukim di sana, dan kemudian menjadi duta di Swarnabhumi, Syangkanagari. Adiknya yang lain-lainnya lagi ada yang menjadi panglima angkatan laut, ada yang menjadi sang adhyaksa. Adapun putranya yang tertua menjadi putra mahkota, yaitu raja  muda bernama Sang Wisnuwarman.
b.      Profil Sang Raja
Sang Purnawarman adalah manusia utama, oleh karenanya kemashuran dan kekuasaannya membuat Tarumanagara menjadi kerajaan besar, sentosa, penduduknya sejahtera jiwanya. (Beliau) membuat semua karya-karya besar yang ada di beberapa tempat di Tatar Sunda yang subur tanahnya. Karena itu kebesarannya tertulis pada beberapa prasasti sebagai tanda peringatan terhadap kemashuran dan kebesarannya.
Purnawarman merupakan raja besar di Tarumanagara, yang sangat bekuasa dan gagah perkasa, dan disertai kemahiran berperang dan mengalahkan semua musuh-musuhnya. Berkat usahanya kerajaan tersebut menjadi besar dan jaya. Ia dijuluki Harimau dari Tarumanagara, karena selama pemerintahannya banyak menaklukkan raja-raja di pulau Jawa, dan menjadi kerajaan yang sangat berkuasa di Pulau Jawa.  Dikatakan juga bahwa Purnawarman adalah raja agung, bagaikan matahari yang memancarkan sinarnya. Tubuhnya memancarkan sinar yang sangat semarak, karena disinari oleh pakaiannya (yang dihiasi) manik, emas dan permata.
Purnawarman dikatakan bagaikan Bhatara Wisnu yang turun dari swargaloka dan  menjelma ke bumi, ia tampak seperti Indra yang siap menyerang musuhnya. Ia dianggap sang Purandara (penghancur musuh-musuh Indra). Dalam pertempuran-pertempuran di lautan untuk membasmi para perompak, pasukan Tarumanagara yang dipimpinnya selalu memperoleh kemenangan. Para perompak tak ada yang dibiarkan hidup, semuanya dihukum mati. Peperangan melawan perompak itu terjadi antara tahun 321 – 325 tarikh Saka (= 399-403 Masehi). Setelah para perompak dikalahkan perairan Laut Jawa menjadi aman dan para penduduk dan para pedagang menjadi senang.
Kebesaran Purnawarman, disamping menjadi raja di Tarumanagara, ia juga merupakan pemimpin anggota marga (wangsa)-nya yang tersebar di Sumatra, bali dan pulau lain di Nusantara. Ia membina hubungan persahabatan yang sederajat dengan Cina, Bharatawarsa, Yawana Bakulapura, Syangka, Palestina, Sibti, Arab Abasied, Barusa, Cambay, kerajaan di Jawa sebelah timur dan sebagainya. Tarumanagara mengirim duta-duta ke negara sahabat itu dan begitu juga sebaliknya.
Setiap tahun raja-raja yang telah berhasil ditaklukkan datang menghadap ke ibukota, mereka semua menyampaikan penghormatan dan pujian kepada Purnawarman. Upacara penghormatan kepada Purnawarman  terjadi setiap tahun pada tanggal 11 paruh terang bulan Caitra. Selanjutnya pada tanggal 13-15 paruh terang bulan Caitra, diadakan pesta perjamuan bagi seluruh tamu yang hadir dalam upacara tersebut.
Dikatakan dalam naskah Wangsakerta bahwa iap-tiap tahun raja taklukan harus seba ke Trumanagara, masing-masing datang ke ibukota dengan membawa pengiringnya dengan senjata lengkap, adapun semua raja yang kalah masing-masing memberikan Mereka semua berkumpul dengan khidmat dan menyembah pada kaki Sang Mahārāja Purnawarman yang duduk di atas singgasana emas. Oleh karena itu semua raja yang ada di bawah kekuasaan Sang Purnawarman sudah duduk berada di paseban, demikian pula semua pembesar kerajaan, pranaraja, sang tanda, sang juru, panglima perang, panglima angkatan laut, para pemimpin wilayah, para kepala desa, para adhyaksa, sang brahmana dan resi, semua pendeta, sang dharmmadhyaksa urusan kewaisnawaan, sang dharmmadhyaksa urusan kesaiwaan, sang dharmmadhyaksa urusan agama Buddha, kemudian para istri raja, sang mahakawi dan banyak yang lainnya lagi, yakni sanak keluarga, suami- kawan dan sanak, juga duta-duta dari negara yang bersahabat dengan kerajaan Tarumanagara.
c.       Ibukota
Setelah Purnawarman menjadi raja menggantikan ayahnya, ia memindahkan ibukotanya ke sebelah luar. Di sini Sang Purnawarman membuat sanghyang prasasti raja pada batu yang ditulis olehnya, semuanya tiga buah sebagai tanda kemashuran dan kekuasaan ditandai dengan sanghyang telapak kaki. Dan ia bersemayam di istana baru bersama sang permaisuri serta semua pengiringnya.
Ibukota baru dimakannya Sundapura, lokasinya terletak di tepi Sungai Ghomati. Di katakan bahwa diatas istana tampak melambai-lambai panji-panji tanda kerajaan Tarumanagara, yakni panji-panji berupa bunga teratai merah di atas kepala gajah Erawata. Lambang raja berupa daun mahkota dari emas dengan gambar lebah. Sedangkan panji-panji bergambar naga merupakan panji-panji tanda pasukan angkatan laut kerajaan Tarumanagara, tampak melambai-lambai di atas perahu perang  ada di tepi laut. Di sana tampaklah semua perahu sedang berjajar berlabuh. Sedangkan panji panji lainnya lagi adalah, panji-panji  bergambar singa, juga panji-panji bergambar harimau, kemudian panji-panji bergambar kuda, panji-panji bergambar anjing, panji-panji bergambar ular, panji-panji bergambar kucing, panji-panji bergambar garuda, panji-panji bergambar beruang, panji-panji bergambar kerbau, panji panji bergambar ikan, panji-panji bergambar lembu, panji-panji bergambar rusa, panji-panji bergambar sapi, panji-panji bergambar angsa, panji-panji bergambar kera, dan banyak lainnya lagi. Semuanya itu panji panji dari wilayah-wilayah kecil dan besar yang mengabdi kepada Tarumanagara.

d.      Agama dan Kehidupan Masyarakatnya
Dalam bidang keagamaan, Purnawarman memuja Wisnu, tetapi rakyatnya ada yang memuja Sangkara (Siwa), Brahma, dan sedikit pemuja Buddha. Sementara penduduk pribumi di pedalaman masih banyak yang memuja (roh) nenek moyang, mereka masih mempertahankan adat istiadat lama dari leluhurnya.
Bumi Tarumanagara  terkenal tanahnya subur  dan kehidupan masyarakatnya sangat makmur. Demikianlah persembahan dari masyarakat golongan rendah, menengah, dan atas, suami-istri semuanya. Banyak penduduk senang hidup di sini. Begitu pula yang baru datang dari pulau-pulau seluruh Nusantara dan negara seberang yang lain.

e.       Wilayah Kekuasaannya
Tidak dijelaskan sampai mana batas batas kerajaan dari Tarumanagara. Tetapi dilihat dari pengaruhnya, Tarumanagara dapat dikatakan sebagai kerajaan terbesar di Nusantara di zamannya. Hal ini dapat dilihat dari putri putri raja yang dinikahinya, menandakan bahwa pengaruhnya sangat dominan di Nusantara.
Di daerah terdekat, sebelum berdirinya kerajaan Tarumanagara belum begitu banyak kerajaan besar disekitar tatar sunda. Dengan berdirinya kerajaan Tarumanagara, maka munculah kerajaan kerajaan kecil di tatar sunda, yang kemudian menjadi bawahan kerajaan Tarumanaga, diantaranya:

f.              Kerajaan Indraprahasta
Kerajaan di sebelah timur, panji-panjinya bergambar singa. Di Kerajaaan Indraprahasta terdapat Sungai Ghangga namanya, muaranya bernama Subanadi. Adapun panji-panji dari balatentara Tarumanagara masing-masing bergambar  berbagai senjata. Selama ia memerintah Tarumanagara, Sang Purnawarman sudah melaksanakan karya besar yaitu, memperkokoh pinggiran sungai, memperlebar  sungai, dan memperdalam beberapa sungai yang termasuk ke dalam (wilayah) Tarumanagara. Itulah pekerjaan yang dikerjakan oleh masyarakat  dari desa-desa di Tarumanagara, sebagai karya bakti mereka terhadap rajanya.
Beberapa tahun (lamanya) penduduk berduyun duyun pergi ke sungai, ada yang muda ada yang tua, suami-istri ikut semua, dari penduduk (golongan) rendah, menengha, dan tinggi, juga balatentara. Yang dikerjakan di antaranya ialah Sungai Ghangga, karena sungai tersebut dijadikan petirtaan bagi agama hindu semua penduduknya setiap tahun. Banyaklah Orang yang mandi di Sungai Ghangga Untuk menghilangkan dosa seluruh perbuatannya selama hidup. Hal ini seperti di Bharatanagari, yaitu mengikuti adat kebiasaan di negeri asal Sang Mahārāja Purnawarman.

g.      Kebijakan Kebijakan Penting Pada Masa Purnawarman
Disamping memindahkan ibukota  ke Sundapura, kebijakan kebijakan penting yang diilakukan oleh Purnawarman antara lain:
·         Membuat Pelabuhan untuk tempat berlabuh perahu. Hal ini dilakukan setelah 3 tahun berkuasa, yang dibuat  mulai tanggal paruh terang bulan Margasira sampai dengan tanggal 17 paruh gelap bulan Posya. Diceritakan bahwa pelabuhan ini sangat ramai, setiap hari banyak perahu yang datang dari berbagai negara..
·         Memperindah, memperkokoh pinggiran sungai, memperlebar dan memperdalam beberapa sungai yang terdapat di wilayah Tarumanagara. Pekerjaan tersebut dilakukan oleh penduduk Tarumanagara dikarenakan rasa bakti kepada raja mereka. Berkaitan dengan sungai ini, di antara sungai yang dikerjakan adalah:
ü  Sungai Ghangga yang terdapat di kerajaan Indraprahasta. Kerajaan ini terletak di sebelah Timur Tarumanagara. Sungai Ghangga dianggap suci oleh penduduk tatar sunda waktu itu, karena dianggap sama dengan Sungai Ghangga yang terdapat di India, yaitu sungai suci yang airnya dapat membersihkan dosa-dosa. Pekerjaan memperindah Sungai Ghangga di Indraprahasta berlangsung antara tanggal 12 paruh gelap bulan Margasira sampai dengan tanggal 15 paruh terang bulan Posya tahun 254 – 332 tarikh Saka (332 – 410 Masehi). Setelah pekerjaan itu selesai Purnawarman kemudian mengadakan upacara pemberian hadiah kepada para brahmana berupa 500 ekor sapi, pakaian, 20 ekor kuda, dan seekor gajah. Para pekerja juga mendapat hadiah dan bermacam makanan lezat. Dua tahun kemudian,
ü  Memperkokoh dan memperindah tepian Sungai Cupu (atau sungai Cipunagara sekarang) di Cupunagara Setelah pekerjaan itu selesai Purnawarman mengadakan upacara pemberian hadiah untuk para brahmana berupa 400 ekor sapi, pakaian, dan makanan. Setelah itu sebagai tanda selesainya pekerjaan tersebut dibuat prasasti-prasasti dengan tanda telapak kaki. Prasasti-prasasti itu diletakkan di tepi Sungai Ghangga dan Sungai Cupu.
ü  Memperindah dan memperkokoh tepi Sungai Sarasah (Manukrawa) (atau Sungai Cimanuk sekarang) yang dilakukan pada tahun 335 Saka (= 413 Msehi). Karena saat itu Purnawarman sedang sakit, ia mewakilkan kepada mahamantri dan beberapa pembesar kerajaan untuk mengadakan upacara kurban bagi orang suci. Benda-benda yang dihadahkan adalah 400 ekor sapi, 80 ekor kerbau, pakaian brahmana, panji Tarumanagara, 10 ekor kuda dan arca Wisnu. Dampak dari pekerjaan itu membuat petani gembira karena banyak tanah tegalan menjadi subur.
ü  Memperkokoh dan memperindah sepanjang tepi Sungai Candrabhaga dan Sungai Ghomati, yang dilakukan antara tanggal 8 paruh gelap bulan Phalguna sampai tanggal 13 paruh terang bulan Caitra tahun 261 – 339 Saka (= 339- 417 Masehi).  Pekerjaan dilakukan siang malam dan dilaksanakan oleh beberapa ribu penduduk laki-laki dan perempuan dengan membawa peralatan masng-masing. Upacara peresmian pekerjaan itu dilakukan oleh Purnawarman dan upacara pemberian hadiah 14 berupa 1000 ekor sapi, pakaian dan berbagai makanan lezat. Kemudian dibuat juga prasasti yang dibubuhi telapak kaki, arca perwujudan dirinya, dan telapak kaki gajah Erawata.
ü  Memperindah dan memperkokoh tepi Sungai Taruma, sungai terbesar di Kerajaan Tarumanagara. Yang dilaukan pada  tahun 341 Saka (= 419 Masehi). Seperti biasa setelah pekerjaan selesai lalu diadakan upacara peresmian dan pemberian anugerah bagi para brahmana dan mereka yang berjasa.
·         Selain itu Sri Maharaja Purnawarman disebutkan pula telah membuat dan menyusun berbagai kitab, di antaranya Nitipustaka Rajya Tarumanagara, Nitipustaka ning Aksohini, Nitipustaka Yuddhawarnana, Nitipustaka Desantara i Bhumi Jawa Kulwan, Pustaka Warmanwamsatilaka, dan banyak lagi yang lainnya.

Maharaja Wisnuwarman (434-455 M
Wisnuwarman menjadi raja Tarumanagara menggantikan ayahnya, Purnawarman. Ia dinobatkan menjadi Raja Tarumanagara pada tahun 434 M atau waktu bulan purnama tanggal  paruh-terang bulan Posya, tahun 356 tarikh Saka,  dengan gelar  Sri Maharaja Wisnuwarman Iswara Digwijaya  Tunggal Jagatpati.
Wisnuwarman berkuasa selama 21 tahun (dari tahun 434-455 M).. Prameswarinya bernama Suklawarmandewi, adik raja Bakulapura. Suklawarmandewi tidak memberinya keturunan, karena keburu meninggal akibat sakit. Yang menjadi prameswari selanjutnya adalah Suklawatidewi, putri Wiryabanyu yang terkenal kecantikaannya. Dari Suklawatidewi ini, Wisnuwarman  memiliki beberapa putra. Putra sulungnya, yang bernama Indrawarman kemudian menggantikannya
Wisnuwarman merupakan anak tertua dari Purnawarman, karena itu sejak awal ia telah menjadi putra mahkota. Perbuatannya tidak tercela,  seolah tidak ada kekurangannya, sama seperti ayahnya, Purnawarman. Ia seorang raja yang teguh pada kewajibannya dan gagah perkasa, terutama dalam pertempuran pada waktu perang, dan ia  mahir dalam berperang.
Dalam naskah Wangsaketa dikatakan bahwa pada hari penobatannya, Maharaja Wisnuwarman mengadakan perayaan besar siang-malam, selama tiga hari tiga malam. Istana kerajaan dihiasi  dengan bunga serba harum. Dan dihadiri olrh raja raja taklukannya, duta dari negara sahabat, orang yang terkemuka / pembesar  yang ada dibawah kekuasaannya: para brahmana, pendeta istana, orang suci, panglima angkatan laut, hulubalang,  panglima mandala, keluarga raja, dan lainnya. Diceritakan pula bahwa semuanya dijamu dan mendapat berbagai makanan lezat dan kenikmatan. diadakan berbagai berbagai kegiatan pada perayaan, yang diringi oleh peari penari cantik.
Dan setahun kemudian, (pada  tahun 435 M, (atau tanggal  paruh-terang bulan Magha tahun 357 tarikh Saka) Mahārāja Tarumanagara tersebut mengutus dutanya ke Negeri Cina, Bharatanagari, Syangkanagari, Campanagari, Yawananagari, Swranabhumi, Bakulapura, Singhanagari, Dharmanagari dan semua negaranegara sahabat, dan raja-raja yang ada di Pulau Jawa. Mereka para duta diminta memberitahukan bahwa Mahāhāraja Wisnuwarman telah menjadi raja di Tarumanagara mengantikan Sang Purnawarman.  Begitu juga persahabatan yang dahulu tidak terputus janganlah  bercerai berai, sudah satu tujuan dan akrab saling mengasihi, saling berbimbingan tangan, janganlah saling bertentangan dan saling menghormati dan kecintaan terhadap negara umumnya.

Tiga hari setelah penobatannya, ia mengadakan pesta besar yang dihadiri oleh para raja bawahan dan duta-duta negara sahabat, 16 juga para pejabat negara lainnya baik berpangkat tinggi maupun rendah.
Pada tahun 357 Saka (= 435 Masehi) Wisnuwarman mengirim duta-dutanya ke berbagai negeri, yaitu Cina, Bharatanagari, Campanagari, Bakulapura, Dharmanagari, dan lain-lain.Tugas Mereka adalah untuk memberi kabar kepada rajaraja sahabat bahwa Tarumanagara saat itu telah berganti raja, yaitu Wisnuwarman dan persahabatan yang telah dibina akan terus dilanjutkan.

Setelah tiga tahun masa pemerintahannya terjadi gempa bumi dan gerhana bulan, hal itu merupakan pertanda buruk. Wisnuwarman lalu mengadakan upacara mandi di Sungai Ghangga. Wisnuwarman juga diganggu oleh mimpimimpi buruk, ia menjadi risau hatinya. Lalu dipanggillah sang brahmana dan pendeta istana untuk diminta nasihatnya. Selanjutnya dengan diiringi para brahmana dan orang-orang suci, Wisnuwarman menuju Kerajaan Indraprahasta. Ia disambut oleh rajanya yang bernama Wiryabanyu. Kembali Wsnuwarman mengadakan upacara mandi di Sungai Ghangga dengan disertai para brahmana, orang-orang suci, dan para pembesar kerajaan. Kemudian dilanjutkan dengan upacara pemujaan arca Wisnu dan Sangkhara ayng disimpan di pertapaan.

Pemberontakan Cakrawarman
Tiga tahun setelah penobatannya, terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh pamannya,  Cakrawarman. Cakrawarman adalah adik dari Purnawarman, yang menjabat sebagai  mahapatih di era ayahnya.  Cakrawarman merasa bahwa dirinya yang lebih pantas dari Wisnuwarman sehingga memberontak selama 28 hari dari tanggal parogelap bulan asuji sampai dengan  parogelap bulan kartika 350 saka atau bertepatan dengan 21 oktober sampai 18 november 437 M, tetapi gagal, dan dapat ditumpas.

Pada suatu malam saat Wisnuwarman dan permaisurinya sedang tidur di keraton, masuklah seseorang yang akan membunuh sang raja. Tetapi orang itu gagal membunuhnya, karean keris yang digenggamnya terlepas dan jatuh. Raja terbangun begitu pula permaisurinya, dan penjahat itu berhasil ditangkap pengawal. Orang itu gagal melaksanakan niatnya karena ia melihat tubuh permaisuri yang tidur tanpa sehelai kain pun yang dipakainya, agaknya penjahat itu tidak kuat menahan nafsu birahinya sehingga tubuhnya berkeringat gemetaran dan kerisnya terlepas. Permaisuri Wisnuwarman memang wanita yang luar biasa cantiknya, ia adik Raja Bakulapura, siapa yang melihatnya akan terpikat dan lupa diri.

Pada tahun 359 Saka (= 437 Masehi), Raja Wisnuwarman duduk di paseban yang dihadiri pula oleh beberapa raja tetangga dan para pejabat kerajaan. Ia sedang menanyai si pembunuh yang gagal membunuh dirinya. Semula si pembunuh tidak berani mengatakan siapa yang sebenarnya dalang peristiwa itu. Tetapi kemudian mengaku bahwa sebenarnya ia sekedar melaksanakan tugas yang diberikan oleh Mandalamantri Cakrawarman.

 Cakrawarman sebenarnya paman Wisnuwarman, ialah adik Purnawarman. Cakrawarman ingin menjadi Raja Tarumanagara, tetapi tidak berani mengadakan perebuatan kekuasaan secara langsung, lalu disuruhlah seseorang untuk membunuh Wisnuwarman. Beberapa bulan kemudian ditangkap lagi empat orang perusuh yang mencoba membunuh raja saat berburu d hutan, orang-orang tersebut dijatuhi hukuman gantung.

Cakrawarman dan para pengikutnya yaitu Dhewaraja (panglima perang), Hastabahu (kepala pasukan pengawal) , Laksamana Laut Sang Kudasindu, juru keraton sang Bayutala, dan lain-lain segera melarikan diri lalu bersembunyi di dalam hutan. Mereka bergerak ke timur sampai di tepi Sungai Taruma. Ketika mereka sampai di Kerajaan Cupu, Raja Satyaguna segera mengusir Cakrawarman dan kawan-kawan, karena Kerajaan Cupu tetap setia kepada Maharaja Purnawarman.

Akhirnya Cakrawarman dan pengikutnya terlunta-lunta dan bersembunyi dalam hutan di wilayah selatan Kerajaan Indraprahasta. Wisnuwarman lalu memerintahkan seluruh raja di tatar sunda untuk membinasakan Cakrawarman. Berhubung Cakrawarman bersembunyi di wilayah Kerajaan Indraprahasta, maka Raja Indraprahasta dan balatentaranya yang berkewajiban untuk membinasakan para pemberontak itu. Cakrawarman sendiri telah memiliki tentara cukup yang diperolehnya di wilayah-wilayah yang berada di bawah pengaruhnya.

Setelah pasukan Indraprahasta berhasil mengepung tentara pemberontak, terjadilah pertempuran yang cukup seru. Pasukan Indraprahasta dipimpin oleh para senapatinya, antara lain Ragabelawa dan Bonggolbhumi. Sementara para pemberontak dipimpin oleh panglimanya yaitu Dewaraja, Kudasindu, Hastabahu, dan Bayutala. Akhirnya balatentara Cakrawarman dapat dikalahkan, banyak yang tewas, sementara yang tersisa ditawan dan dibawa ke ibukota. Semua panglima dan balatentara yang telah berhasil itu kemudian diberi hadiah, begitu juga Raja Indraprahasta sang Wiryabanyu dianugerahi barang-barang berharga oleh Wisnuwarman. Selain itu Wisnuwarman kemudian memperistri putri Raja Indraprahasta yang bernama Dewi Suklawati. Sang Dewi akhirnya menjadi permaisuri Wsnuwarman karena permaisuri yang dahulu meninggal. Mereka mempunyai beberapa orang anak, salah seorang anaknya bernama Indrawarman yang kelak menjadi Raja Tarumanagara menggantikan ayahandanya.
.
5. Indrawarman (mp. 455-515 M)
     Idrawarman mennjadi penguasa Tarumanagara ke-6, menggantikan ayahnya, Wisnuwarman, yang bergelar  Sri Maharaja Indrawarman Sang paramartha Saktimahaprabhawa lingga Triwikrama bhuwanatala, dan berkuasa selama 60 tahun (dari tahun 455- 515 M).
     Setelah meninggal, ia kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Canrawarman.

6. Candrawarman (mp. 515-535 M)
     Merupakan penguasa ke-6 Tarumanagara, menggantikan ayahnya, Indrawarman, dengan gelar Sri Maharaja Chandrawarman Sang Hariwangsa Purusasakti Suralagawageng Paramartha, yang bertahta dari tahun 515-535 M.
    Pada masanya menurut naskah Wangsakerta  (pustaka Jayadhipa), banyak memberikan keleluasaan penguasa daerah dalam mengelola daerahnya (otonomi).  Pada masa Candrawarman ini banyak penguasa yang menerima kekuasaanya didaerahnya sendiri karena kesetiaanya kepada Tarumanagara. 
      Candrawaran kemudian digantikan oleh anaknya, Suryawarman.

7. Suryawarman (535-561 M)
Merupakan penguasa Tarmunagara yang ke-7, menggantikan ayahnya, Candrawarman. Ia banyak mengikuti kebijakan ayahnya dalam memberikan otonomi yang luas kepada daerah kekuasaanya.
 Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja-raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan  perhatiannya ke daerah timur.
Misalnya pada tahun 526 M, Manikmaya, menantunya, mendirikan kerajaan baru di daerah kendan (daerah Nagreg, suatu daerah antara Bandung dan Garut). Sedang putra Manikmaya yang bernama Suraliman, tinggal bersama kakeknya di ibukota Tarumanagara, dan kemudian menjadi panglima angkatan perang kerajaan.
Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika  cicit (bao) Manikmaya, Wretikandayun, mendirikan kerajaan galuh., pada tahun 612 M.

8, Kertawarman (561-628 M)
 Kertawarman naik tahta Tarumanagara menggantikan maharaja Suryawarman. Ia berkuasa dari tahun 561 hingga 628 M.     Ia kemudian digantikan oleh sudhawarman.

9. Sudhawarman (628-639 M)
     Sudhawarman menjadi penguasa Tarumanagara ke-9, yang berkuasa dari tahun 628-639 M. Pada masanya diwilayah timur mulai berkembang kerajaan Galuh, yang didirikan oleh cicit Suryawarman, Wretikandayun.
    Pada Sudhawarman sudah nampak kemunduran dari tarumanagara, hal ini diperparah oleh penggantinya, Dewamurti yang terkenal sebagai pengauasa yang kejam, dan tanpa belas kasih.

10. Hariwangsawarman (639-640 M)
Hariwangsawarman atau dewamurti naik tahta Tarumanagara ke10, menggantikan Sudhawarman.  Dewamurti dianggap sebagai penguasa yang kasar dan tanpa belas kasih (kejam), hingga akhirnya ia dibunuh oleh Brajagiri, anak angkat Kertawarman, raja tarmanagara ke-8, yang ia permalukan. Brajagiri sendiri tewas dibunuh oleh Sang Nagajaya menantu Dewamurti.

11. Nagayawarman (640-666 M)
    Nagajaya mewarisi tahta  dari mertuanya, dEwamurti  hariwangsawarman, dengan gelar Maharaja Nagajayawarman Darmastya Cupjayasatru. Ia berasal dari Cupunagara, kerajaan bahahan Tarumanagara.
     Nagajayawarman memerintah  Tarumanagara  sejak tahun 562-588 saka (640-666 M). Setelah ia wafat kemudian digantikan oleh Linggawarman.   

12. Linggawarman (mp. 666-669 M)
     Linggawarman  dinobatkan sebagai raja Traumanagara ke-12, menggantikan Nagajayawarman, dengan gelar Srimaharaja Linggawarman Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi. Ia merupakan raja terakhir Tarumanagara, yang memerintah hanya 3 tahun  dari tahun 666 hingga 669 M.
      Ia menikah dengan Dewi Ganggasari dari Indraprahasta, suatu kerajaan otonom di daerah Cirebon sekarang. Dari Ganggasari, ia memiliki  2 anak, yang keduanya perempuan. Yang pertama, Dewi Manasih, menikah dengan Tarusbawa dari Sundasambawa. Sedang yang kedua, Sobakancana menikah dengan Dapuntahyang Sri Jayanasa, yang selanjutnya mendirikan kerajaan Sriwijaya.
     Setelah ia meninggal dunia, kekuasaan jatuh ke tangan  menantunya, tarusbawa. Dan tarausbawa ini kemudian memidahkan ibukotanya, di sekitar sungai Pakancilan.

Transisi Tarumanagara ke Kerajan Sunda
Tarumanagara hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Raja terakhir Linggawarman tidak mempunyai  anak laki-laki. Ia mempunyai 2 anak laki-laki. Ia mempunyai 2 anak perempuan, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dan yang kedua, Subakancana menjadi istri Depuntahyang Srijayanasa, pendiri kerajaan Sriwijaya.

Tarusbawa (mp. 669-723 M), yang berasal dari kerajaan Sunda Sumbawa menggantikan mertuanya menjadi penguasa  tarumanagara ke-13. Karena pamor Tarumanagara, ia ingin mengembalikan keharuman zaman Purnawarman yang berkedudukan di purasaba (ibukota) Sundapura. Dengan demikian sejak tahun 670 M, nama kerajaan Tarumanagara berubah menjadi kerajaan Sunda.

(lanjut)
Sumber: Dari berbagai Sumber di Internet

Tidak ada komentar:

Posting Komentar